DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................................
1
DAFTAR ISI............................................................................................................................
2
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................
3
A.
Latar
Belakang Masalah.................................................................................................
3
B.
Rumusan
Masalah...........................................................................................................
3
C.
Tujuan.............................................................................................................................
3
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................................
4
A.
Pengertian
perkembangan...............................................................................................
4
B.
Teori-teori
perkembangan anak......................................................................................
5
BAB III PENUTUP................................................................................................................. 12
A.
Kesimpulan..................................................................................................................... 12
B.
Saran............................................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Dalam kehidupan ini dari waktu ke waktu manusia (makhluk hidup)
mengalami suatu perkembangan, entah itu dalam fisik atau psikologisnya. Dimana
dalam kehidupan sehari-hari perkembangan fisik lebih dikenal dengan sebutan
pertumbuhan, sedangkan pada yang lainnya (non fisik) dinamakan perkembangan
psikologis.
Perkembangan psikologi dapat diartikan sebagai perubahan-perubahan
tertentu yang muncul pada diri manusia (binatang) diantara konsepsi (pembuahan)
dan mati. Dimana dalam makalah ini sedikit banyak akan dibahas mengenai
teori-teori psikologi perkembangan anak tersebut. Sehingga dengan dibahasnya
teori-teori tersebut dapat membantu orangtua atau guru dalam memahami tingkah
laku dan mendidik anak-anaknya.
Sehinnga ketika besok kita sudah menjadi guru atau orang tua tidak
salah dalam mendidik atau menanggapai tingkah laku anak didik atau anak kita
sendiri. Karena banyak kasus yang salah dalam pengambilan tindakan yang
dilakukan guru atau orangtua terhadap anak didiknya atau anaknya sendiri. Yaitu
salah dalam hal memahami keinginan atau tindakan “super” (anak berkebutuhan
khusus) dari peserta didik atau anak kita sendiri.
Sehinnga disuatu kesempatan kita tidak menghambat langkah dari
anak-anak tersebut. Yaitu ketika anak sudah pintar berlari kita malah baru
mengajarinya berjalan, dan ketika para anak-anak sudah dapat terbang kita
sebagai guru atau orang tua malah baru mengajarinya berlari. Berdasarkan latar
belakang diatas, amak penulis tertarik menjelaskan tentang “Teori-Teori
Perkembangan Anak Usia Dini ”.
B.
Rumusan masalah
Adapun rumusan masalah ini yang timbul dari
latar belakang poin di atas, maka yang menjadi rumusan masalah pada penulisan
makalah ini adalah bagaimana teori-teori perkembangan itu dan impilkasinya.
C.
Tujuan
Adapun tujuan yang akan di dapat dalam
penyusunan makalah ini adalah :
1.
Memahami
pengertian perkembangan anak usia dini
2.
Mengetahui dan memahami bagaimana teori-teori
perkembangan dan implikasinya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian perkembangan
pengertian perkembangan yaitu Perubahan secara fisiologis sebagai
hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi fisik yang berlangsung secara
normal,Proses transmisi dari konstitusi fisik yang herediter/turun-temurun
dalam bentuk proses aktif secara berkesinambungan.
Pengertian perkembangan menunjuk pada suatu proses kearah yang
lebih sempurna dan tidak begitu saat saja dapat diulang kembali. Perkembangan
menunjuk pada perubahan yang bersifat tetap dan tidak dapat diputar kembali
(warner, 1969).
Perkembangan merupakan suatu perubahan, dan perubahan ini tidak
bersifat kuantitatif, melainkan kualitatif. Perkembangan tidak ditekankan pada
segi material. Melainkan pada segi fungsional.
Pengertian lain dari perkembangan adalah perubahan-perubahan yang
dialami oleh individu atau organisme menuju tingkat kedewasaannya atau
kematangannya (maturation) yang berlangsung secara sistematis,
progresif dana berkesinambungan, baik menyangkut fisik (jasmaniah) maupun
psikis (rohaniah). Yusuf (2001:15).
Dalam penjelasan mengenai teori perkembangan terdapat perbedaan di
dalam memahami apa yang termasuk dalam perkembangan dan mengenai cara
perkembangan berlangsung. Namun terdapat beberapa prinsip umum yang didukung
hampir semua ahli, yaitu :
1.
Manusia
berkembang dalam tingkat yang berbeda
Dalam kelas anda akan memiliki seluruh benangan contoh mengenai
tingkat perkembangan yang berbeda. Beberapa siswa akan lebih besar,
terkoordinasi lebih baik, atau lebih dewasa dibannding dengan yabg lainnya.
2.
Perkembangan
relatif runtut
Orang cenderung mengembangkan kemampuan tertantu sebelum kemampuan
yang lain.
3.
Perkembangan
berjalan secara gradual
Sangat jarang perubahan terjadi setiap hari. Jadi di dalam
perkembangan manusia membutuhkan waktu, dan perkembangan itu berjalan relatif
sangat lambat dan tidak setiap hari berlangsung.
B.
Teori-teori perkembangan
Suatu teori akan memperoleh arti yang penting bila ia lebih banyak
dapat melukiskan, menerangkan, dan meramalkan gejala yang ada. Menurut Buhler
(1893-1974) mengatakan bahwa ada lima tingkat perkembangan psikis seseorang
yaitu:
1.
Permulaan
2.
Penanjakan
3.
Puncak
masa hidup
4.
Penurunan
5.
Akhir
kehidupan
Beberapa teori yang berhubungan dengan perkembangan adalah:
1.
Teori yang
berorientasi biologis (Nativisme)
Tokoh utamanya adalah Shopenhauer. Teori ini mengemukakan bahwa
anak lahir telah dilengkapi pembawaan bakat alami (kodrat). Dan pembawaan
inilah yang akan menentukan wujud kepribadian seorang anak. Pengaruh lain dari
luar tidak akan mampu mengubah pembawaan anak. Dengan demikan maka pendidikan
bagi anak akan sia-sia, dan tidak perlu lagi dihiraukan.
Aliran nativisme berasal dari kata natus (lahir); nativis (pembawaan)
yang ajarannya memandang manusia (anak manusia) sejak lahir telah membawa
sesuatu kekuatan yang disebut potensi (dasar). Aliran nativisme ini, bertolak dari leibnitzian
tradition yang menekankan kemampuan dalam diri anak, sehingga faktor
lingkungan, termasuk faktor pendidikan, kurang berpengaruh terhadap
perkembangan anak dalam proses pembelajaran. Dengan kata lain bahwa aliran
nativisme berpandangan segala sesuatunya ditentukan oleh faktor-faktor yang
dibawa sejak lahir, jadi perkembangan individu itu semata-mata dimungkinkan dan
ditentukan oleh dasar turunan, misalnya ; kalau ayahnya pintar, maka
kemungkinan besar anaknya juga pintar.
Bagi nativisme, lingkungan sekitar tidak ada artinya sebab
lingkungan tidak akan berdaya dalam mempengaruhi perkembangan anak. Penganut
pandangan ini menyatakan bahwa jika anak memiliki pembawaan jahat maka dia akan
menjadi jahat, sebaliknya apabila mempunyai pembawaan baik, maka dia menjadi
orang yang baik. Pembawaan buruk dan pembawaan baik ini tidak dapat dirubah
dari kekuatan luar.
Tokoh utama (pelopor) aliran nativisme adalah Arthur Schopenhaur
(Jerman 1788-1860). Tokoh lain seperti J.J. Rousseau seorang ahli filsafat dan
pendidikan dari Perancis. Kedua tokoh ini berpendapat betapa pentingnya inti
privasi atau jati diri manusia. Meskipun dalam keadaan sehari-hari, sering
ditemukan anak mirip orang tuanya (secara fisik) dan anak juga mewarisi
bakat-bakat yang ada pada orang tuanya. Tetapi pembawaan itu bukanlah merupakan
satu-satunya faktor yang menentukan perkembangan. Masih banyak faktor yang
dapat memengaruhi pembentukan dan perkembangan anak dalam menuju kedewasaan.
Teori ini menitikberatkan pada apa yang disebut bakat,
jadi factor keturunan dan konstitusi yang dibawa sejak lahir. Perkembangan anak
dilihat sebagai pertumbuhan dan pemasakan organism. Perkembangan bersifat
endogen, artinya perkembangan tidak hanya berlangsung spontan saja
melainkan juga harus dimengerti sebagai pemekaran pre-disposisi yang telah
ditentukan secara biologis dan tidak dapat berubah lagi (genotype). Dalam hal
ini maka perkembangan merupakan suatu proses yang spontan, yang oleh Peaget
(1971) disebut sebagai kelanjutan genesa-embryo.
Kelemahan teori ini Nampak dalam penelitian anak-anak kembar. Anak
kembar yang identik (satu telur) yang dibesarkan dalam lingkungan yang berbeda,
mengalami proses perkembangan yang berbeda pula. Perbedaan dalam perkembangan
dua anak tadi tidak dapat diterangkan sebagai reaksi mereka terhadap banyak
sedikitnya kehamgatan yang diterima, atau melulu karena banyak sedikitnya
pendidikan formal yang yang dialami. Anak bukan merupakna makhluk reaktif
belaka, melainkan ia juga secara aktif mencari dan menemukan kesempatan sendiri
untuk mengembangkan pribadinya.
Kelemahan teori yang berorientasi biologis itu juga kita jumpai
pada waktu anak dalam suatu kondisi tertentu mampu melaksanakan tingkah laku
operasi, yaitu melakukan tingkah laku intelektual pada waktu yang levih awal dari
pada stadium perkembangannya.
2.
Teori
lingkungan
Dalam kelompok teori lingkunagn termasuk teori belajar dan teori
sosialisasi yang bersifat sosiologis. Teori-teori belajar mempunyai sifat yang
berlainan. Persamaan yang ada diantara berbagai teori belajar itu ialah bahwa
mereka semua memandang belajar sebagai suatu bentuk perubahan dalam
disposisi seseorang yang bersifat relative tetap, sedangkan perubahan tersebut
tidak disebabkan oleh pertumbuhan.
Menurut teori ini maka perkembangan adalah bertambahnya potensi
untuk bertingkah laku. Berjalan harus dipelajari, bergaul dengan oranglain juga
harus dipelajari, begitu juga dengan berpikir logis. Ketiga hal ini membutuhkan
cara belajar yang berlain-lain. Belajar berjalan adalah cara belajar
sensori-motorik, belajar bergaul termasuk belajar sosial dan berpikir logis
juga termasuk belajar koqnitif.
Teori ini beranggapan bahwa sesudah tahun pertama, potensi untuk
melakukan tingkah laku yang lebih tinggi tidak tergantung dari pada perubahan
spontan dari struktur organism, melainkan tergantung dari apa yang kita
pelajari dengan teknik-teknik yang tepat. Jadi bila anak hidup dalam suatu
lingkungan tertentu, maka anak tadi akan memperlihatkan pola tingkah laku yang
khas lingkungannya tadi. Telah banyak diketahui bahwa misalnya perkembangan
bahasa, begitu juga keberhasilan disekolah mempunyai sifat-sifat yang khas
lingkungan.
3.
Teori
psikodinamika/psikososial
Eric Erikson merupakan penganut teori psikodinamika atau
psikosialis dari Freud. Erikson menerima dasar-dasar orientasi umum dari Freud,
namun menambahkan dasar dasri orientasi teorinya mengenai tahapan perkembangan
psikososial. secara umum, Tahapan perkembangan psikosoial ini menekankan
perubahan perkembangan sepanjang siklus kehidupan manusia. Masing-masing tahap terdiri
dari tugas yang khas yang menghadapkan individu pada suatu permasalahan atau
krisis bilamana tidak dapat melampaui denagn baik. Semakin individu tersebut
mampu melampaui krisis, maka akan semakin sehat perkembangannya.
Teori ini mempunyai kesamaan dengan teori belajar dalam hal
pandangan akan pentingnya pengaruh lingkungan, termasuk lingkunagn primer,
terhadap perkembangan. Perbedaanya ialah bahwa teori psikodinamika memandang
komponen yang bersifat sosio-afektif sangat fundamental dalam kepribadian dan
perkembangan seseorang. Menurut teori ini, maka komponen yang
bersifat sosio-afektif, yaitu ketegangan yang ada dalam diri sseorang sebagai
penentu dinamikanya.
Menurut salah satu teori psikodinamika terkenal, yaitu teori Freud,
maka sorang anak dilahirkan dengan dua macam kekuatan biologis, yaitu libido
dan nafsu mati. Kekuatan atau energy ini “menguasai” semua orang
atau semua benda yang berarti bagi anak, melalui proses yang oleh Freud
disebut kathexis. Kathexis berarti konsentrasi energy psikis
terhadap suatu objek atau suatu ide yang spesifik.
Teori perkembangan yang berorientasi psikodinamika tidak lagi
mengakui pendapat yang dulu dianut secara umum, bahwa perkembangan fungsi
seksual baru dimulai bersamaan dengan pertumbuhan organ kelamin pada masa
remaja.
Teori perkembangan yang berorientasi psikodinamika mempunyai
kelemahan yaitu tidak dapat diuji secara empiris (Eysenck, 1959; De Waele,
1961). Teori tersebut menitikberatkan akan perkembangan sosio-afektif. Bial
dalam teori ini seksualitas menduduki tempat yang utama, perlu diketahui juga
bahwa libido dan agresi (sebagai pernyataan nafsu mati) selalu berjalan
bersama-sama. Jadi kalau misalnya seksualitas ditekan karena norma pendidkan
orang tua, maka agresi ikut ditekan juga. Hal ini mempunyai pengaruh yang
menentukan bagi perkembangan kepribadian anak.
4.
Teori
ilmu kerohanian
Tokoh yang paling utama dalam teori ini adalah Eduard Sparange
(1882-1962). Titik berat pandangannya adalah pada kekhususan psikis indvidu.
Sesua dengan pendapat Dilthey (1833-1911) Sparange mengemukakan bahwa gejala
psikis seseorang sulit diterangkan dalam halnya menerangkan gejala fisik..
Gejala psikis hanya dapat kita “mengerti” yaitu ketika kita
mengerti dari arti yang ada dalam keseluruhannya. Apa yang diartikan “mengerti”
disini bukan merupakan proses rasional saja, melainkan suatu kemampuan untuk
dapat merasakan suatu situasi tertentu.
Gejala dimengerti dari keseluruhan strukturnya, begitu pula gejala
perkembangan dimengerti dengan cara seperti itu. Misalnya pemaksaan seksual
adala suatu gejala fisiologis, tetapi remaja memberikan arti dalam keseluuhan
struktur psikologisnya. Dalam hal itu sikap dapat merasakan dan simpati
terhadap person pasangannya memegang peranan yang penting.
Penundaan pemuasan seks hingga sesudah masa remaja, menurut
Sparanger, adalah suatu hal yang berarti, baru pada usia dewasa “sexus“ (nafsu
seks) dan” eros” (rasa kasih yang mempunyai hakikat etis) dapat bersatu.
Menurut Sparanger pengintegrasian Sexos dan Eros serta berbagai
nilai hidup dalam suatu system nilai pribadi bersamaan dengan penemuan diri dan
pembentukan suatu rencana hidup yang pribadi adalah inti perkembangan
seseorang.
5.
Teori
interaksionalisme
Menurut teori ini, perkembangan jiwa atau perilaku anak banyak
ditentukan oleh adanya dialektif dengan lingkungannya. Maksudnya, perkembangan
kognitif seorang anak bukan merupakan perkembangan yang wajar melainkan
ditentukan interaksi budaya.
Pengaruh yang datang dari pengalaman dalam berinteraksi budaya,
serta dari penanaman nilai-nilai lewat pendidikan (disebut transmisi sosial)
itu diharapkan mencapai suatu stadium yang disebut Ekuilibrasi yakni
keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi pada diri anak.
Teoretikus terkenal dalam interaksionalisme adalah Piaget (1947).
Piaget hanya mementingkan perkembangan intelektual dan perkembangan moral yang
berhubungan dengan itu. Disini moral dipandang sebagai berhubungan dengan
intelektual anak. Inti pengertian teori piaget adalah bahwa perkembangan harus
dpandang sebagai kelanjutan genesa-embrio. Perkembangan tersebut berjalan
melalui berbagai stadium dan membawa anak ke dalam berfungsi dan tingkatan
struktur yang lebih tinggi.
Terlaksananya perkembangan ini dipengaruhi oleh berbagai macam faktor
yaitu:
a.
Factor
pemasakan yang memungkinkan dilakukan aktivitas seseorang.
b.
Pengaruh
yang datang dari pengalaman dan transmisi sosial.
Isilah interaksionalisme menunjuk pada pengertian interaksi, yaitu
pengaruh timbal balik. Disini dimaksudkan tidak hanya mempengaruhi antara bakat
(pembawaan dan konstitusi) dan lingkungan, antar pemasakan dan belajar,
meladinkan juga interaksi antara pribadi dan dan dunia luar.
Interaksi tadi mengandung arti bahwa orang dengan mengadakan reaksi
dan aksi ikut memberikan petunjuk pada dunia luar.
6.
Teori
konvergensi
Teori ini penganjur utamanya adalah Williams Stern. ungkapkan bahwa
perkembangan jiwa anak libih banyak ditentukan oleh dua factor yang saling
menopang, yakni factor bakat dan factor pengaruh lingkungan, keduanya tidak
dapat dipisahkan seola-olah memadu, bertemu dalam satu titik. Munawar sholeh
(2005: 20-23).
7.
Teori
rekapitulasi
Rekapitulasi berarti ulangan, yang dimaksudkan disini d\adalah
bahwa perkembangan jiwa anak adalah merupakan hasil ulangan dari perkembangan
seluruh jenis manusia. Pernyataan terkenal dari teori ini adalah Anogenesa
Recapitulatie Philogenesa (perkembangan satu jenis makhluk adalah
mengulangi perkembangan seluruhnya).
8.
Teori
kemungkinan berkembang
Teori ini berlandaskan alasan-alasan:
a.
Anak
adalah makhluk manusia yang hidup.
b.
Waktu
dilahirkan anak dalam kondisi tidak berdaya, sehingga ia membutuhkan
perlindungan.
c.
Dalam
perkembangan anak melakukan kegiatan yang bersifat pasif dan aktif.
Yang menyampaikan teori ini adalah Dr. M.J Langeveld salah seorang
ilmuan dari belanda.
9.
Teori
psikoanalisis
Teori Psikoanalitis dari Freud menekankan pentingnya pengalaman
masa kanak-kanak awal dan motivasi dibawah sadar dalam mempengaruhi perilaku.
Freud berpikir bahwa dorongan seks dan instink dan dorongan agresif adalah
penentu utama dari perilaku, atau bahwa orang bekerja menurut prinsip
kesenangan. Teorinya menyatakan bahwa kepribadian tersusun dari tiga komponen,
yaitu: id, ego dan superego.
Id, merupakan aspek biologis
kepribadian karena berisikan unsur-unsur bilogis, termasuk di dalamnya
dorongan-dorongan dan impuls-impuls instinktif yang lebih
dasar. Ego,merupakan aspek psikologis kepribadian karena timbul dari
kebutuhan organisme untuk berhubungan secara baik dengan dunia nyata dan
menjadi perantara antara kebutuhan instinktif organisme dengan keadaan lingkungan. Superego, adalah
aspek sosiologis kepribadian karena merupakan wakil nilai-niali tradisional dan
cita-cita masyarakat sebagaimana ditafsirkan orangtua kepada anak-anaknya
melalui berbagai perintah dan larangan. Perhatian utama superego adalah
memutuskan apakah sesuatu itu benar atau salah, sehingga ia dapat bertindak
sesuai dengan norma-norma moral yang diakui oleh masyarakat.
Sedangkan dalam perkembangan psikoseksual anak sendiri Freud
mengemukakan bahwasannya, perkembangan anak dibagi dalam beberapa tahap atau
fase, yaitu:
a.
Fase
oral (0-11 bulan)
Selama masa bayi, sumber kesenangan anak berpusat pada aktifitas
oral : mengisap, mengigit, mengunyah, dan mengucap serta ketergantungan
yang sangat tinggi dan selalu minta dilindungi untuk mendapatkan rasa aman.
Masalah yang diperoleh pada tahap ini adalah menyapih dan makan.
b.
Fase
anal (1-3 tahun)
Kehidupan anak berpusat pada kesenangan anak terhadap dirinya
sendiri,sangat egoistik, mulai mempelajari struktur tubuhnya. Pada
fase ini tugas yang dapat dilaksanakan anak adalah latihan kebersihan. Anak
senang menahan feses, bahkan bermain-main dengan fesesnya sesuai dengan
keinginanya. Untuk itu toilet training adalah waktu yang
tepat dilakukan dalam periode ini. Masalah yang yang dapat diperoleh pada
tahap ini adalah bersifat obsesif (gangguan pikiran) dan bersifat impulsif
yaitu dorongan membuka diri, tidak rapi, kurang pengendalian diri.
c.
Fase
phalik/oedipal ( 3-6 tahun )
Kehidupan anak berpusat pada genetalia dan area tubuh yang
sensitif. Anak mulai suka pada lain jenis. Anak mulai
mempelajari adanya perbedaan jenis kelamin. Anak mulai memahami identitas
gender ( anak sering meniru ibu atau bapak dalam berpakaian).
d.
Fase
laten (6-12 tahun)
Kepuasan anak mulai terintegrasi, anak akan menggunakan energi
fisik dan psikologis untuk mengeksplorasi pengetahuan dan pengalamannya
melalui aktifitas fisik maupun sosialnya. Pada awal fase laten ,anak
perempuan lebih menyukai teman dengan jeni skelamin yang sama, demikian juga
sebaliknya. Pertanyaan anak semakin banyak, mengarah pada sistem reproduksi
(Ortu harus bijaksana dan merespon). Oleh karena itu apabila ada anak tidak
pernah bertanya tentang seks, sebaiknya ortu waspada ( Peran ibu dan bapak
sangat penting dlm melakukan pendekatan dengan anak).
e.
Fase
genital (12-18 tahun)
Kepuasan anak akan kembali bangkit dan mengarah pada perasaan
cinta yang matang terhadap lawan jenis
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari uraian makalah diatas maka dapat diambil beberapa kesimpulan
sebagai garis besar dari makalah ini, yaitu bahwasannya terdapat berbagai macam
mengenai teori perkembangan anak, diantaranya yaitu:
Aliran nativisme ini, bertolak dari leibnitzian tradition yang
menekankan kemampuan dalam diri anak, sehingga faktor lingkungan, termasuk faktor
pendidikan, kurang berpengaruh terhadap perkembangan anak dalam proses
pembelajaran. Dengan kata lain bahwa aliran nativisme berpandangan segala
sesuatunya ditentukan oleh faktor-faktor yang dibawa sejak lahir, jadi
perkembangan individu itu semata-mata dimungkinkan dan ditentukan oleh dasar
turunan, misalnya ; kalau ayahnya pintar, maka kemungkinan besar anaknya juga
pintar.
Dalam teori belajar mengajar, maka aliran empirisme bertolak
dari Lockean Tradition yang mementingkan stimulasi eksternal dalam per-kembangan
peserta didik. Pengalaman belajar yang diperoleh anak dalam kehidupan
sehari-hari didapat dari dunia sekitarnya yang berupa stimulan-stimulan.
Stimulasi ini berasal dari alam bebas ataupun diciptakan oleh orang dewasa
dalam bentuk program pendidikan. Karena itu, aliran ini berpandangan bahwa
hasil belajar peserta didik besar pengaruhnya pada faktor lingkungan.
Teori Konvergensi berpandangan bahwa perkembangan individu itu
baik dasar (bakat, keturunan) maupun lingkungan, kedua-duanya memainkan peranan
penting. Bakat sebagai kemungkinan atau disposisi telah ada pada masing-masing
individu, yang kemudian karena pengaruh lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan
untuk perkembangannya.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu dan Munawar Sholeh. 2005. Psikologi
Perkembangan. Jakarta : Rineka Cipta.
Bahruddin dan Wahyuni, Esa Nur. 2010. Teori Belajar & Pembelajaran.
Yogyakarta : Ar Ruz Media.
Monks. 1982. Psikologi Perkembangan. Yogyakarta : Gajah
Mada University Press.
Tim Penulis Buku Psikologi Pendidikan. 1993. Psikologi
Pendidikan. Yogyakarta : Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas
Negeri.
Woolfolk, Anita E dan Nicolich, Lorraine Mc Cune. 2004. Mengembangkan
Kepribadian & Kecerdasan Anak-anak (Psikologi Pembelajaran I). Jakarta
: Inisiasi Press.
Soemantri Patmonodewo. 2003. Buku Ajar Pendidikan Prasekolah.
Jakarta : Rineka Cipta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar