Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa
atas segala rahmat yang diberikan-
Nya sehingga tugas Makalah yang berjudul “Evaluasi
Pengembangan Sosial Emosional Pada Anak” ini dapat saya selesaikan. Makalah ini saya
buat sebagai kewajiban untuk memenuhi tugas.
Dalam kesempatan ini, penulis menghaturkan terimakasih yang dalam
kepada semua pihak yang telah membantu menyumbangkan ide dan pikiran mereka
demi terwujudnya makalah ini. Akhirnya saran dan kritik pembaca yang dimaksud
untuk mewujudkan kesempurnaan makalah ini penulis sangat hargai.
Serang
, 2018
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR………………………………………………………………..
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………
A.
Latar Belakang ………………………………………………………….........…
B.
Rumusan masalah………..……………………………………………………….
C.
Tujuan
Makalah..…………………………………………………………….....
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………….…
A.Pengertian
Evaluasi…………………………………………………………………………
B. Teknik Evaluasi
di PAUD………………………………………………………………….
C. Krakteristik
Perkembangan Sosial Emosional Pada anak…………………………………
a.Ciri Utama Karakteristik
Reaksi Emosi Pada anak…………………………………..
b.Bentuk Reaksi Emosi Pada
Anak………………………………………………………
c.Karakteristik dan Tingkah Laku
Sosial…………………………………………………
d.Tahapan Penerimaan
Sosial……………………………………………………………
BAB III PENUTUP…………………………………………………………………………
A. Kesimpulan ………………………………………………………………………..
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………….
|
1
2
3
3
4
4
5
5
6
6
6
7
11
15
16
16
17
|
BAB 1
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Perkembangan sosial adalah proses kemampuan belajar dan tingkah laku
yang berhubungan dengan individu untuk hidup sebagai bagian dari kelompoknya.
Di dalam perkembangan sosial, anak dituntut untuk memiliki kemampuan yang
sesuai dengan tuntutan sosial di mana mereka berada. Tuntutan sosial yang
dimaksud adalah anak dapat bersosialisasi dengan baik sesuai dengan tahap
perkembangan dan usianya, dan cenderung menjadi anak yang mudah bergaul.
Perkembangan emosi yang terganggu. Perilaku sosial merupakan aktivitas
dalam hubungan dengan orang lain, baik dengan teman sebaya, guru, orang tua
maupun saudara-saudaranya. Saat berhubungan dengan orang lain, terjadi
peristiwa-peristiwa yang sangat bermakna dalam kehidupan anak yang dapat
membentuk kepribadiannya, dan membentuk perkembangannya menjadi manusia yang
sempurna.
Perilaku yang ditunjukkan oleh seorang anak dalam lingkungan sosialnya
sangat dipengaruhi oleh kondisi emosinya. Perkembangan emosi seorang anak
sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan.
Suatu hal yang sangat bijak apabila kita mampu menciptakan lingkungan
yang kondusif untuk membantu perkembangan emosi anak.
Emosi merupakan suatu gejolak penyesuaian diri yang berasal dari dalam
dan melibatkan hampir keseluruhan diri individu. Emosi juga berfungsi untuk
mencapai pemuasan atau perlindungan diri atau bahkan kesejahteraan pribadi pada
saat berhadapan dengan lingkungan atau objek tertentu.
Pada saat anak masuk Kelompok Bermain atau juga PAUD, mereka mulai
keluar dari lingkungan keluarga dan memasuki dunia baru. Peristiwa ini
merupakan perubahan situasi dari suasana emosional yang aman, ke kehidupan baru
yang tidak dialami anak pada saat mereka berada di lingkungan keluarga. Dalam dunia
baru yang dimasuki anak, ia harus pandai menempatkan diri diantara teman
sebaya, guru dan orang dewasa di sekitarnya.
Tidak setiap anak berhasil melewati tugas perkembangan sosioemosional
pada usia dini, sehingga berbagai kendala dapat saja terjadi. Sebagai pendidik
sepatutnyalah untuk memahami perkembangan sosioemosional anak sebagai bekal
dalam memberikan bimbingan terhadap anak agar mereka dapat mengembangkan
kemampuan sosial dan emosinya dengan baik.
Untuk maksud tersebut di atas, dalam makalah ini akan dibahas tentang :
Pengertian perkembangan emosi dan perkembangan sosial anak; karakteristik
perkembangan sosioemosional anak Usia 3-6 tahun (usia prasekolah) ;
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan sosioemosional anak;
metode pengembangan sosioemosional anak; dan evaluasi perkembangan
sosioemosional anak di Taman Kanak-kanak.
B.Rumusan Masalah
1.Pengertian
Evaluasi.
2. Teknik
Evaluasi di PAUD.
3.
Krakteristik Perkembangan Sosial Emosional Pada anak.
C.Tujuan Masalah
1.Memahami Pengertian
Evaluasi.
2. Memahami
Teknik Evaluasi di PAUD.
3.Memahami
Krakteristik Perkembangan Sosial Emosional Pada anak.
BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian
Evaluasi
Evaluasi berasal dari kata “evaluation” (bahasa
Inggris) kemudian diserap kedalam bahasa Indonesia menjadi “evaluasi” dengan
tujuan mempertahankan kata aslinya dengan sedikit penyesuaian lafal Indonesia.
Dalam Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English disebut bahwa
evaluasi adalah to find out, decide the amount or value yang berarti suatu
upaya untuk menentukan nilai atau jumlah.
Kata-kata yang terkandung di dalam definisi
tersebut juga menunjukan bahwa kegiatan evaluasi harus dilakukan secara
berhati-hati, bertanggung jawab, menggunakan strategi dan dapat dipertanggungjawabkan.
Jadi evaluasi itu menunjukkan pada sesuatu tindakan atau sesuatu proses untuk
menentukan nilai dari sesuatu. Pengetian tersebut selaras dengan dengan
pengertian evaluasi menurut Ahmad Janan Asifudin, menurutnya evaluasi adalah
kegiatan menilai keadaan dan kejadian dalam aktivitas pendidikan.
Dari pengertian diatas, evaluasi pengembangan
sosial dan emosi anak usia dini dapat diartikan sebagai suatu proses mencapai
ketercapaian standar tingkat perkembangan sosial dan emosi pada anak usia dini.
Dalam evaluasi, hasil dari kegiatan penilaian tersebut digunakan sebagai bahan
pertimbangan bagi pendidikan PAUD untuk menentukan apakah perkembangan sosial
dan emosi anak usia dini sudah optimal atau belum. Berdasarkan pengertian
tersebut, karakteristik evaluasi pengembangan sosial dan emosi anak usia dini
antara lain:
Evaluasi pengembangan sosial dan emosi anak usia
dini merupakan suatu proses. Ini berarti sebagai suatu proses, pelaksanaan
evaluasi pengembangan sosial anak usia dini terdiri dari beberapa kegiatan yang
harus dilakukan. Evaluasi berhubungan dengan pemberian nilai atau arti. Ini
berarti, evaluasi dapa menunjukan kualitas perkembangan sosial dan emosional
anak usia dini yang dinilai.
B.Teknik Evaluasi di PAUD
Ada dua jenis tekhnik yang dapat digunakan oleh
pendidik PAUD dalam melaksanakan evaluasi pengembangan sosial dan emosi anak
usia dini, yaitu:
1. Observasi
Observasi merupakan suatu tekhnik yang digunakan
oleh pendidik PAUD untuk mengevaluasi perkembangan sosial dan emosi anak usia
dini dengan cara mengamati perilaku anak usia dini. Perilaku yang diamati bisa
merupakan perilaku yang ditampilkan oleh anak ketika melakukan suatu kegiatan
ataupun bisa juga perilaku yang ditampilkan oleh anak sebagai hasil dari suatu
kegiatan yang telah dilakukan.
2. Catatan Anekdot
Pada dasarnya catatan anekdot merupakan bagian
dari teknik observasi. Namun, catatan anekdot ini lebih memfokuskan pada
kegiatan catatan mengenai sikap taupun perilaku anak usia dini yang terjadi secara
insidental atau tiba-tiba. Jadi, dilakukan catatan anekdot merupakan catatan
yang dibuat oleh observer mengenai berbagai perilaku luarbiasa ataupun perilaku
khusus yang ditampilkan oleh responden pada situasi-situasi tertentu. Catatan
anekdot dibuat oleh pendidik PAUD mendekripsikan sesuatu yang terjadi secara
faktual (sesuai apa yang dilihat dan didengar) dengan cara objektif (tanpa
dibuat-buat) yang mengungkapkan kapan dan dimana peristiwa tersebut terjadi,
serta apa yang dilakukan dan diperbuat oleh anak usia dini.
C. Karakteristik Perkembangan Sosial Emosional Pada Anak
Menurut Hurlock (1978) perkembangan emosi ini
mencolok pada usia 2,5 – 3,5 tahun,dan
5,5 – 6,5 tahun
a. Ciri Utama Reaksi
Emosi pada Anak
Adapun karakteristik reaksi emosi anak adalah berikut ini.
1. Reaksi Emosi Anak Sangat Kuat
Anak akan memperlihatkan reaksi emosi yang sama
kuatnya dalam menghadapi setiap peristiwa, baik yang sederhana sifatnya maupun
yang berat. Bagi anak semua peristiwa
adalah menarik dan menakjubkan. Tidak ada peristiwa yang di anggap sederhana
oleh anak. Dalam hal kekuatan, makin bertambahnya usia anak, dan semakin
bertambah matangnya emosi anak maka anak akan semakin terampil dalam memilah
dan memilih kadar keterlibatan emsionalnya.
2. Reaksi Emosi Sering Kali muncul pada setiap
Peristiwa dengan Cara yang Diinginkan.
Anak tiba-tiba menangis atau merjuk dengan
sebab yang tidak jelas. Anak melakukan hal tersebut , dikarenakan ia memang
menginginkannya, sekalipun tidak ada pencetusnya misalnya anak tiba-tiba
menangis karena merasa bosan. Untuk anak yang lebih muda usianya, hal ini masih
bisa ditoleransi. Namun, bagi anak usia 4-5 tahun, hal ini tidak dapat diterima
oleh lingkungannya. Semakin emosi anak berkembang menuju kematangannya, mereka
akan belajar mengontrol diri dan memperhatikan reaksi emosi dengan cara yang
dapat diterima lingkungan.
3. Reaksi Emosi Anak Mudah Berubah dari Satu
Kondisi ke Kondisi Lainnya.
Bagi seorang anak sangat mungkin saat ini ia
menangis dengan kres. Namun, ketika ibunya mengalihkan perhatiannya pada
benda-bendayang disukainya, ia dapat langsung berhenti menangis dan melupakan
kejadian yang baru saja mmembuatnya marah dan kecewa. Reaksi emosi anak mudah
teralihkan dan mudah berganti daru satu kondisi ke kondisi yang lain.
4. Reaksi Emosi Bersifat Individual
Reaksi emosi bersifat individual, artinya
sekalipun peristiwa pencetus emosi adalah sama, namun reaksi setiap orang akan
berbeda dalam menyikapinya. Hal ini disebabkan oleh adanya pengalaman yang
diperoleh dari lingkungan setiap individu berbeda sehingga menyebabkan reaksi
emosi yang diperlihatkan pun dapat berbeda-beda pula.
5. Keadaan Emosi Anak dapat Dikenali Melalui
Gejala Tingkah Laku yang Ditampilkan
Pada dasarnya semua anak lebih mudah mengekspresikan
emosinya melalui sikap dan perilaku, dibandingkan mengungkapkan secara verbal.
Hal ini juga tampak pada anak yang mengalami hambatan dalam mengekpresikan
kehidupan emosinya secara terbuka. Mereka biasanya sering memperlihatkan gejala
tingkah laku, antara lain melamun, tingkah laku gelisah, seperti mengisap jari,
menggigit kuku, kesulitan bicara (shuttering).
b. Bentuk Reaksi
Emosi pada Anak
Pada umumnya, bentuk reaksi emosi yang dimiliki
anak sama dengan orang dewasa. Perbedaannya hanya terletak pada penyebeb
tercetusnya reaksi emosi dan cara mengekspresikannya. Ada beberapa
bentuk-bentuk emosi umum terjadi pada awal masa kanak-kanak sebagaimana yang dikemukakan oleh Hurlock (1993: 117)
adalah berikut ini:
1. Amarah
Marah sering kali muncul sebagai reaksi
terhadap frustasi, sakit hati, dan merasa
terancam. Pada umumnya frustasi atau keinginan yang tidak terpenuhi
merupakan hal yang paling sering menimbulkan kemarahan pada tiap tingkat usia.
Dibanding rasa takut, rasa marah lebih sering muncul pada masa kanak-kanak.
Secara umum hal-hal yang menimbulkan rasa
marah, apabila anak terhambat melakukan sesuatu. Hambatan bisa berasal dari
dirinya sendiri, misalnya ketidakmampuan anak melakukan sesuatu. Hambatan itu
dapat pula berasal dari orang lain, misalnya larangan, berbagai macam batasan
terhadap gerak yang diinginkan atau direncanakan anak, serta kejengkelan yang
menumpuk.
Bayi-bayi biasanya marah karena secara fisik ia
merasa tidak nyaman, dihambat untuk bergerak, dimandikan atau dipakaikan baju.
Kadang-kadang ketidakmampuan anak untuk menyatakan sesuatu secara verbal pada
saat awal anak belajar bicara dan kurang mendapat perhatian juga bisa membuat
ia marah. Menurut Hurlock (1991) reaksi marah umumnya bisa dibedakan menjadi
dua kategori besar, yaitu berikut ini.
a. Marah yang implusif biasanya diseut juga agresi. Marah jenis ini
tujukan langsung pada orang lain binatang atau objek, bisa dalam bentuk reaksi
fisik, bisa pula verbal, bisa ringan, bisa berat atau intens. Amukan atau
temper tentrum adalah hal yang biasa dijumpai pada anak-anak. Biasanya
anak-anak juga tidak ragu-ragu untuk menyakiti orang atau anak lain dengan
cara, seperti memukul, menggigit, meludah, menendang, mendorong. Di usia
sekitar empat tahun kemarahan itu masih ditambah lagi dengan kata-kata yang
kasar atau ejekan-ejekan.
b. Marah yang terhambat adalahmarah yang tidak
dicetuskan karena dikendalikan atau ditahan. Biasanya anak menarik diri,
melarikan diri dari anak atau orang
lain, yang menyebabkan ia marah. Biasanya sikap lesu, masa bodoh atau tidak
berani. Oleh karenanya, anak yang marah dengan cara ini sering merasa sia-sia
atau tak berguna. Inilah cara mereka untuk menerima frustasi dan mereka
menanggap menahan marah adalah lebih baik daripada mengekspresikan karena mereka
terbebas dari risiko penolakan sosial.
2. Takut
Reaksi takut pada bayi dan anak-anak berupa
rasa tak berdaya. Hal ini tampak pada ekspresi wajah yang khas, tangisan yang
merupakan permintaan tolong, mereka menyembunyikan muka dan sejauh mungkin
menghindari objek atau orang yang ditakuti atau bersembunyi di belakang orang
atau kursi. Semakin meningkatnya usia, reaksi rasa takut berubah karena adanya
tekanan sosial. Reaksi menangis tidak ada lagi walau ekspresi wajah yang khas
masih tetap ada, dan biasanya mereka menghindar dari objek yang ditakuti.
Setiap periode mempunyai ciri ekspresi rasa
takut. Reaksi takut sering diperlihatan dengam gejala fisik, yaitu mata
membelalak, menangis, sembunyi atau memegang orang, diam tidak bergerak.
Pada periode awal anak, rasa takut timbul
disaat dirinya merasa terancam oleh benda-benda yang ditemuinya (misalnya pisau
dan mobil). Stranger anxiety di sini anak belum mengenal/mampu memahami bahwa
bukan dirinya yang terancam oleh benda tersebut. Reaksi yang ditampilkan adalah
anak yang melakukan gerak motorik, misalnya berlari, bersembunyi, memegang
orang yang dikenalnya.
Pada periode akhir anak-anak, rasa takut timbul
akibat fantasi yang dibentuk oleh anak itu sendiri yang menyebabkan harga
dirinya terancam oleh lingkungannya (misalnya takut gagal, berbeda dengan orang
lain, status, dan sebagainya). Keadaan
ini disebabkan anak telah mengalami perkembangan kemampuan berpikir sehingga
mampu membentuk fantasi dan menilai dirinya sendiri.
Berkenaan dengan rasa takut ini Hurlock (1991)
menhemukakan adanya reaksi emosi yang berdekatan dengan reaksi takut, yaitu: shyness atau rasa malu, embarrassment atau merasa kesulitan,
khawatir, dan anxienty atau cemas. Adapun penjelasannya sebagai
beikut.
a. Shyness atau malu adalah reaksi takut yang ditandai dengan “rasa segan”
berjumpa dengan orang yang dianggap asing. Sejak enam bulan anak mulai
mengalami kematangan secara intelektual, keadaan ini menyebabkan merka mulai
mampu membedakan anatara orang yang dikenalnya dan tidak dikenalnya, namun pada
usia ini mereka belum matang untuk memahami dirinya. Reaksi yang ditampilkan
adalah memalingkan muka atau merangkak biasanya bersembunyi dan mengintip. Pada
periode awal anak dan akhir anak, reaksi ini timbul bila mereka memiliki perasaan
tidak mengenal perlakuan orang lain kepadanya.
b. Embarrassment (merasa sulit, tidak mampu atau malu melakukan sesuatu)
merupakan reaksi takut terhadap penilaian orang lain pada dirinya. Timbulnya
reaksi ini karena anak sudah mampu memahami harapan dan penilaian yang dapat
diperoleh dari lingkungan sosial. Reaksi ini berhubungan dengan kesadaran akan
dirinya yang terancam.
c. Khawatir timbul disebabkan oleh rasa takut yang dibentuk oleh pikiran
anak sendiri, biasanya mengenai hal-hal khusus, misalnya takut dihukum
orangtua, takut tidak populer, dan lain sebagainya.
d. Anxiety atau cemas, merupakan perasaan takut sesuatu yang tidak jelas
dan dirasakan oleh anak sendiri karena sifatnya subjektif. Perasaan cemas dapat
membuat anak terhambat perkembangannya karena dapat mengakibatkan ia tidak
berani berbuat sesuatu, tidak mau bertemu orang lain, tidak mau ke sekolah, dan
lain sebagainya. Perasaan cemas ini kadang ditandai dengan perubahan
fisiologis, seperti berkeringat, muka pucat, dan tubuh tegang.
3. Cemburu
Cemburu adalah reaksi normal terhadap hilangnya
kasih sayang, baik kehilangan secara nyata terjadi maupun yang hanya sekedar dugaan. Perasaan
cemburu muncul karena anak takut kehilangan atau merasa tersaingi dalam memperoleh
perhatian dan kasih sayang dari orang yang dicintainya. Cemburu adalah bentuk
lain dari marah yang menumbulkan rasa kesal atau benci terhadap orang yang
disayang maupun terhadap saingannya. Rasa cemburu biasanya bercampur dengan
marah dan takut. Reaksi cemburu dapat langsung ataupun ditekan. Menurut Hurlock
(1991) reaksi ini meliputi meliputi pengunduran diri ke arah bentuk perilaku
yang infantile, seperti mengompol, mengisap jari, makan-maknan yang
aneh-aneh, kenakalan yang umum, perilaku merusak, menunjukkan kasih sayang atau
sikap membantu yang tidak diminta, melampiaskan perasaan kepada binatang atau
mainan.
Tiga penyebab utama yang menimbulkan
kecumburuan pada masa kanak-kanak, yaitu sebagai berikut.
a. Cemburu yang terjadi di masa
kanak-kanak biasanya berasal dari kondisi rumah. Misalnya, kehadiran adaik baru
yang menyita lebih banyak waktu sang ibu sehinggga si kakak merasa kurang
mendapat perhatian. Dalam situasi ini biasanya si kakak menjadi kesal, sakit
hati serta benci pada ibu dan si adik.
b. Situasi sosial si sekolah
juga bisa menjadi penyebab timbulnya rasa cemburu pada anak. Rasa cemburu yang
berasal dari rumah sering dibawa pula ke sekolah. Dalam hali ini anak biasanya
bersikap posesif (ingin memiliki sendiri perhatian) terhadap guru atau teman
tertentu.
4. Gembira
Setiap orang pada
berbagai usia mengenal perasaan yang menyenangkan. Pada umumnya perasaan
gembira dan senang diekspresikan dengan tersenyum, atau tertawa. Dengan
perasaan menyenangkan seseorang dapat merasakan cinta, dan kepercayaan diri.
Pada dasarnya semua anak menempuh tahapan
sosialisasi. Kurangnya kesempatan anak untuk bergaul secara baik dengan orang
lain dapat menghambat perkembangan sosialnya.
c. Karakteristik dan Tingkah Laku Sosial
Dalam perkembangan sosial anak
terdapat beberapa ciri dalam setiap periodenya. Ciri- cirri tersebut adalah
sebagai berikut :
1. Periode Bayi
1-2 Bulan
|
Belum mampu membedakan objek dan
benda
|
3 bulan
|
1.
Otak mata
sudah kuat dan mampu melihat pada orang atau objek dan mengikuti gerakan
2.
Telinga
sudah mampu membedakan suara. Mulai mampu membedakan objek dan orang, siap
belajar untuk menjadi manusia sosiaL.
3.
Senyum
sosial (social smiles) apabila orang yang dikenalnya datang dan menangis
apabila ditinggal.
|
4 bulan
|
Memperlihatkan tingkah laku, memperhatikan
apabila ada orang yang bicara, membuat penyesuaian dengan tertawa padanya.
|
4-6 bulan
|
Tersenyum dengan bayi lain.
|
5-6 bulan
|
Bereaksi berbeda terhadap suara yang ramah dan
tidak.
|
7 bulan
|
Kadang- kadang agresif, menjambak, menyakar, dan
sebagainnya.
|
6-8 bulan
|
Memegang, melihat, merebut benda dari bayi lain.
|
7-9 bulan
|
Mengikuti suara- suara, tingkah laku yang
sederhana.
|
9-13 bulan
|
Meniru suara, mengeksplorasi bayi lain,menjambak
dan sebagainya. Bisa bermain dengan peermainan tanpa komunikasi.
|
12 bulan/1 tahun
|
Mengenal larangan.
|
13-18 bulan
|
Mulai minat terhadap bayi lain.
|
15 bulan
|
Memperlihatkan minatyang tinggi terhadap orang
dewasa dan selalu ingin dekat serta mutasi dengan mereka.
|
24 bulan (2 tahun)
|
Dapat membantu melakukan aktivitas sederhana.
Menggunakan permainan sebagai alat untuk hubungan sosial. Di sini mereka
bermain bersama, tetapi tidak ada interaksi – salutary a paralel play.
|
2.
Periode
Prasekolah
Adapun cirri sosialisasi periode prasekolah
adalah sebagaiberikut :
a.
Membuat
kontak sosial dengan orang diluar rumahnya.
b. Dikenal dengan istilah pregang age. Dikatakan
pregang Karena anak prasekolah berkelompok belum mengikuti arti sosialisasi
yang sebenarnya. Mereka mulai belajar menyesuaikan diri dengan harapan
lingkungan sosial.
c. Hubungan dengan orang dewasa
Melanjutkan hubungan dan selalu ingin dekat
dengan orang dewasa baik dengan orang tua maupun guru. Mereka selalu berusaha
untuk berkomunikasi dan menarik perhatian orang dewasa.
d. Hubungan dengan orang dewasa.
e. 3-4 tahun mulai bermain bersama (cooperative
play). Mereka tampak mulai mengobrol selama bermain. Memilih teman untuk
bermain,mengurangi tingkah laku bermusuhan.
3. Periode usia sekolah
Minat terhadap kelompok makin
besar, mulai mengurangi keikutsertaannya pada aktivitas keluarga. Mereka
membentuk kelompok (gang) sehingga periode ini disebut periode gang age.
Peranan teman sebaya pada tahap ini sangat penting dan berpengaruh terhadap
perkembangan sosial anak. Diantara pengaruh yang ditimbulkannya pada
keterampilan sosialisasi anak diantaranya berikut ini.
a. Membantu anak untuk belajar bersama dengan
orang lain dan bertingkah laku yang dapat diterima oleh kelompok.
b. Membantu anak mengembangkan nilai- nilai sosial
lain di luar nilai orang tua.
c. Membantu mengembangkan kepribadian yang mandiri
dengan mendapatkan kepuasan smosional dari rasa berkawan.
Snowman dalam Patmonodewo
91995:29) mengemukakan beberapa karakteristik perilaku sosial pada anak usia
prasekolah, diantaranya sebagai berikut:
a. Pada umumnya anak pada usia dini
memiliki satu atau dua sahabat. Akan
tetapi sahabat ini cepat berganti.
Mereka pada umumnya dapat dengan cepat menyesuaikan diri secara sosial. Sahabat
yang dipilih biasanya dari jenis kelamin yang sama. Kemudian berkembang menjadi
bersahabat dengan anak dengan jenis kelamin berbeda.
b. Kelompok bermainnya cenderung kelompok kecil, tidak terlalu
terorganisasisecara baku sehingga kelompok tersebut cepat berganti- ganti.
c. Anak yang lebih kecil sering kali mengamati anak yang lebihj besar.
d. Pola bermain anak prasekolah lebih bervariasi fungsinya sesuai dengan
kelas sosial dan gender. Anak dari kelas menengah lebih banyak bermain
asosiatif, kooperatif, dan konstruktif, sedangkan anak perempuan lebih banyak
bermain soliter, konstruktif, paralel, dan dramatic. Anak laki- laki, lebih
banyak bermain fungsional solitaire dan asosiatif dramatis.
e. Perselisihan sering terjadi. Akan tetapi, sebentar kemudian mereka
berbaikan kembali. Anak laki-laki banyak melakukan tindakan agresif dan
menantang.
f. Setelah masuk TK, pada umumnya kesadaran mereka
terhadap peran jenis kelamin telah berkembang. Anak laki- laki lebih senang
bermain di luar, bermain kasar dan bertingngkah laku agresif, sedangkan anak
perempuan lebih suka bermain yang bersifat kesenian, bermain boneka atau
menari.
Sementara itu Hurlock
(1978)mengemukakan beberapa pola perilaku dalam situasi sosial pada awal masa
kanak- kanak, yaitu sebagai berikut :
1.
Kerja sama
Anak belajar bermain atau
bekerjasama hingga usia mereka empat tahun. Semakin banyak kesempatan yang
mereka miliki untuk melatih keterampilan ini, semakin cepat mereka belajar dan
menerapkannya secara nyata dalam kehidupannya.
2.
Persaingan
Persaingan ini dapat
mengakibatkan perilaku baik atau burukpada anak. Jika anak melakukannya karena
merasa terdorong untuk melakukan sesuatu sebaik mungkin, maka hal ini dapat
berakibat baik pada prestasi dan pengolahan motivasinya, namun jika persaingan
dianggap sebagai pertengkaran dan kesombongan maka hal ini dapat mengakibatkan
timbulnya sosialisasi yang buruk.
3.
Kemurahan
hati
Kemurahan hati merupakan
perilaku kesediaan untuk berbagi dengan anak lain. Jika hal ini meningkat pada
perilaku mementingkan diri sendiri akan berkurang. Perilaku kemurahan hati
sangat disukai oleh lingkungan sehingga menghasilkan penerimaan sosial yang
baik.
4.
Hasrat Akan
Penerimaan Sosial
Jika anak memiliki hasrat
yang kuat akan penerimaan sosial, hal ini akan mendorong anak untuk melakukan
penyesuaian sosial secara baik.
5.
Simpati
Seorang anak belum mampu
melakukan simpati sehingga mereka pernah mengalami situasi yang mirip dengan
duka cita. Mereka mengekspresikan simpati dengan berusaha menolong atau
menghibur seseorang yang sedang bersedih.
6.
Empati
Merupakan kemampuan
meletakkan diri sendiri dalam posisi orang lain serta menghayati pengalaman
orang tersebut. Hal ini hanya akan berkembang jika anak telah dapat memahami
ekspresi wajah orang lain atau maksud pembicaraan orang lain.
7.
Ketergantungan
Kebutuhan anak akan bantuan,
perhatian, dan dukungan orang lain membuat anak memperhatikan cara- cara
berperilaku yang dapat diterima lingkungannya. Namun, berbeda dengan anak yang
bebas, ia cenderung mengabaikan ini.
8.
Sikap ramah
Seorang anak memperlihatkan
sikap ramah dengan cara melakukan sesuiatu bersama orang lain, membantu teman,
dan menunjukan kaish saying.
9.
Meniru
Anak- anak melakukan peniruan
terhadap orang- orang yang diterima baik oleh lingkungannya. Dengan meniru
anak- anak mendapatkan respons penerimaan kelompok terhadap diri mereka.
10. Perilaku kelekatan
Berdasarkan pengalamannya
pada masa bayi, tatkala anak merasakan kelekatan yang hangat dan penuh cinta
kasih bersama ibunya, anak mengembangkan sikap ini untuk membina persahabatan
dengan anak lain.
d. Tahapan Penerimaan
Sosial
Salah satu perkembangan
sosial yang dialami anak adalah proses penerimaan sosial. Pengalaman ini akan
membekali anak dalam melakukan penyesuaian diri di lingkungan sosialnya. Fungsi
teman sangat penting dalam mengembangkan keterampilan ini. Menurut Hetherington
(1987) fungsi teman ini diantaranya adalah membantu anak belajar mematuhi
aturan- aturan melalui bermain, menjadi sumber informasi, teman berfungsi
sebagai pendorong perilaku positif atau negative bagi anak.
Berkebnaan dengan penerimaan
sosial ini, Hurlock (1991) mengemukakan beberapa tahapan (stage) dalam
penerimaaan oleh kelompok teman sebaya, adalah sebagai berikut :
1.
A Reward –
Cost Stage
Pada saat ini ditandai dengan
adanya harapan yang sama, aktivitas yang sama dan kedekatan. Biasanya pada anak
kelas 2 dan 3, tetapi belum mendalam.
2.
A Normative
Stage
Pada stage ini ditandai oleh
dimilikinya nilai yang sama, sikap terhadap aturan, dan sanksi yang diberikan.
Biasanya terjadi pada anak kelas 4 dan 5.
3.
An Emphatic
Stage
Pada stage ini dimilikinya
pengertian, pembagian minat, self disclosure adanya kedekatan yang mulai
mendalam. Biasanya di atas kelas 6.
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Evaluasi berasal dari kata
“evaluation” (bahasa Inggris) kemudian diserap kedalam bahasa Indonesia menjadi
“evaluasi” dengan tujuan mempertahankan kata aslinya dengan sedikit penyesuaian
lafal Indonesia. Dalam Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English
disebut bahwa evaluasi adalah to find out, decide the amount or value yang
berarti suatu upaya untuk menentukan nilai atau jumlah.
Ada dua
jenis tekhnik yang dapat digunakan oleh pendidik PAUD dalam melaksanakan
evaluasi pengembangan sosial dan emosi anak usia dini, yaitu:
1. Observasi
2. Catatan Anekdot
Karakteristik
Perkembangan Sosial Emosional Pada Anak
1. Reaksi Emosi Anak Sangat Kuat
2. Reaksi Emosi Sering Kali muncul pada setiap
Peristiwa dengan Cara yang Diinginkan.
3. Reaksi Emosi Anak Mudah Berubah dari Satu
Kondisi ke Kondisi Lainnya.
4. Reaksi Emosi Bersifat Individual
5. Keadaan Emosi Anak dapat Dikenali Melalui
Gejala Tingkah Laku yang Ditampilkan
Ada
beberapa bentuk-bentuk emosi umum terjadi pada awal masa kanak-kanak
sebagaimana yang dikemukakan oleh
Hurlock (1993: 117) adalah berikut ini:
1.
Amarah
. 2. Takut
. 3. Cemburu
DAFTAR PUSTAKA
Kartono, Kartini.
(1986). Psikologi Anak. Bandung :
Alumni.
hurlock, Elizabeth. B.
(1978). Child Development, Sixth Edition.New York : Mc. Graw Hill, Inc.
Maxim, George. W. (1985).
The Very Young Guiding Children from Infancy through the Early Years, Second
Edition.California : Wodsworth Publishing Company.
Munandar,
Utami, (1995). Dasar-dasar Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat, Jakarta :
Dirjen Dikti Depdikbud.
Rachmawati, Yeni, &
Kurniati, Euis. (2003). Strategi Pengembangan Kreativitas Anak Taman
Kanak-kanak. Jakarta. Dikti.
Roopnaire, J. L &
Johnson, J.E. (1993). Approaches to Early Childhood, Education, 2nd Edition
. New York : Merril.
Santrock, J.W, &
Yussen, S.R. (1992). Child Development, 5 th Ed. Dubuque, IA,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar