Minggu, 11 November 2018

korelasi filsafat dengan PAUD


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar belakang
Mahasiswa sebagai pembelajar aktif harus banyak mempelajari bidang ilmu, diantaranya ilmu filsafat, di sekolah perguruan tinggi pendidikan, disediakan berbagai jurusan akademik untuk dipilih mahasiswa sesuai tujuan dan akhir yang ingin dicapai dari suatu pembelajaran. Di STKIP situs Banten sendiri disediakan jurusan PG-PAUD,yang mana jurusan PG-PAUD ini bertujuan untuk mencetak guru / pendidik yang kompeten  dalam bidangnya. Untuk mencapai tujuan tersebut tentunya mahasiswa harus mempelajari ilmu yang ada kaitannya dengan ke paudan yaitu suatu ilmu yang mempelajari cara mendidik atau mengajar anak  usia dini .
Mendidik atau mengajar anak usia dini perlu ilmu khusus tentang  anak usia dini, dan membutuhkan pemikiran khusus, karena anak usia dini merupakan sosok individu yang unik dan berbeda. Pada Anak usia dini perlu dilakukan penelitian mengenai proses kehidupannya mulai dia lahir bahkan seharusnya dilakukan penelitian dimulai semenjak masa konsepsi. Penelitian  apa yang harus dilakukan terhadap anak usia dini? Yaitu meneliti  tentang bagaimana mereka bisa tumbuh dan berkembang dengan baik dan optimal, Apasaja yang dibutuhkan oleh mereka? Apa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan mereka?, dan masih banyak lagi yang harus dilakukan penelitian terhadap anak usia dini yaitu anak usia 0-8 tahun yang memiliki karakteristik unik yang membuat para peneliti penassaran untuk selalu mencari tahu informasi apa yang terjadi pada dunianya.
Untuk itu mahasiswa perlu mempelajari bidang ilmu yaitu ilmu filsafat, dimana ilmu filsafat itu adalah suatu ilmu yang  berusaha untuk dapat menjelaskan masalah-masalah seperti: apa dan bagaimana suatu konsep dan pernyataan dapat disebut sebagai ilmiah, bagaimana konsep tersebut dilahirkan, bagaimana ilmu dapat menjelaskan, memperkirakan serta memanfaatkan alam melalui teknologi; cara menentukan validitas dari sebuah informasi; formulasi dan penggunaan metode ilmiah; macam-macam penalaran yang dapat digunakan untuk mendapatkan kesimpulan; serta implikasi metode dan model ilmiah terhadap masyarakat dan terhadap ilmu pengetahuan itu sendiri. Dan tentunya mahasiswa harus mengetahui terlebih dahulu apa itu filsafat, siapa tokoh atau pencetus filsafat sehingga filsafat bisa dikukuhkan sebagai suatu disiplin ilmu? Selain itu mahasiswa juga perlu mengetahui hubungan atau korelasi filsafat dengan PAUD, mengapa filsafat disebut-sebut atau dibicarakan di PAUD seberapa penting filsafat untuk pendidikan anak usia dini.

Dari uraian diatas dapat penulis rumuskan beberapa masalah diantaranya:
1.2 Rumusan masalah
a.       Apa itu filsafat?
b.      Siapa tokoh filsafat?
c.       Apa korelasi filsafat dengan PAUD?
1.3 Tujuan penulisan
a.       Mahasiswa dapat memahami pengertian filsafat
b.      Mahasiswa dapat mengetahui tokoh filsafat
c.       Mahasiswa dapat memahami hubungan antara filsafat dengan PAUD















BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Pengertian Filsafat
Kata filsafat berasal dari bahasa Inggris dan bahasa Yunani, dalam bahasa Inggris, yaitu philosophy, sedangkan dalam bahasa Yunani philein atau philos dan sofein atau sophi. Adapula yang mengatakan bahwa filsafat berasal dari bahasa arab, yaitu falsafah, yang artinya al-hikmah. Philos, artinya cinta, sedangkan Sophia, artinya kebijaksanaan. Dengan demikian, filsafat dapat diartikan  “cinta kebijaksanaan atau al-hikmah.” Orang yang mencintai atau mencari kebijaksanaan atau kebenaran disebut filsuf. Filsuf selalu belajar dan mencari kebenaran dan kebijaksanaan tanpa mengenal batas. Mencari kebenaran dengan pendekatan filosofis yang radikal dan kontemplatif, yaitu mencari kebenaran hingga keakar-akarnya yang dilakukan secara mendalam.
Beberapa definisi filsafat dapat dikemukakan sebagai berikut :
  1. Filsafat adalah proses pencari kebenaran dengan cara menelusuri hakikat dan sumber kebenaran secara sistematis, logis, kritis, rasional dan spekulatif. Alat yang digunakan mencari  kebenaran adalah akal yang merupakan sumber utama dalam berfikir. Dengan demikian, kebenaran filosofi adalah kebenaran berfikir yang rasional, logis, sistematis, kritis, radikal, dan universal[1].
  2. Filsafat adalah pengetahuan tentang cara berfikir terhadap segala sesuatu atau sarwa sekalian alam. Artinya, materi pembicaraan filsafat adalah segala hal yang menyangkut keseluruhan yang bersifat universal. Dengan demikian, pencarian kebenaran filosofis tidak pernah berujung dengan kepuasan dan tdak mengenal pemutlakan kebenaran. Bahkan, untuk suatu yang “sudah” dianggap benar pun, kebenarannya masih diragukan. Dikatakan tidak mengenal kata puas karena kebenaran akan mengikuti situasi dan kondisi dan alam pikiran manusia yang haus dengan pengetahuan[2].
  3. Filsafat adalah pengembaraan alam pikir manusia yang tidak mengenal kenyang dengan ilmu pengetahuan dan kebenaran yang hakiki[3].
  4. Filsafat adalah pencarian kebenaran dengan cara berfikir sistematis yang dilakukan secara teratur mengikuti sistem  yang berlaku sehingga tahapan-tahapannya mudah diikuti. Berfikir sistematis senantiasa mengikuti aturan logika yang benar normatif, artinya cara berfikir yang mengikuti premis-premis tertentu, misalnya menarik kesimpulan dari pemikiran umum kea rah pemikiran khusus atau sebaliknya dari pemikiran khusus menuju pemikiran umum. Keduanya lebih dikenal dengan logika deduktif dan induktif. Sistematika berfikir normatif disusun dengan struktur dan retorika yang sinergis sehingga berfilsafat bukan menambah kebingungan orang lain yang diajak berkomunikasi tetapi menjadikannya lebih komunikatif dan efektif[4].
  5. Pengertian formal dari filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang dijunjung tinggi. Suatu  sikap falsafi yang benar adalah sikap yang kritis dan mencari kebenaran tanpa batas. Sikap tersebut merupakan sikap terbuka dalam melihat persoalan dengan berbagai sudut pandang dan tanpa prasangka. Filsafat adalah mencari jawaban yang tidak pernah abadi. Berfilsafat tidak pernah selesai karena telah ditemukannya kebenaran, tetapi kebenaran pertama yang telah diperoleh merupakan langkah awal menuju kontemplasi filosofis yang lebih mendalam dan mengakar. Dengan demikian, “tidak ada: kebenaran akhir dari hasil perenungan  filosofis karena hakikat kebenaran bukan sebatas yang tampak. Tampaknya, sesuatu mengandung pertanyaan berikutnya[5].
  6. Filsafat adalah seni kritik dengan tidak membatasi diri pada destruksi pemikiran tentang kebenaran . Franz magnis suseno menegaskan bahwa kritis dalam filsafat adalah kritis dalam arti bahwa filsafat tidak pernah puas diri, tidak pernah membiarkan sesuatu dianggap sudah selesai. Filsafat akan terus membuka kembali perdebatan, dalam arti bahwa setiap kebenaran menjadi lebih benar dengan setiap putaran tesis-antitesis dan sintetisnya. Sifat kritis filsafat ditunjukkan dengan tiga pendekatan dalam filsafat, yaitu pendekatan ontologis, epistemologis, dan aksiologis. Ahli filsafat selalu berfikir kritis dengan melakukan pemeriksaan kedua terhadap segala sesuatu yang telah ditemukan secara filosofis. Kebenaran pertama merupakaan kebenaran awal menuju kebenaran kedua dan seterusnya. Dengan demikian, tidak ada kata “berhenti” untuk menggali kebenaran yang sesungguhnya ”paling benar”. Kebenaran yang paling benarpun akan dikaji kembali karena tidak aka kebenaran yang paling benar sepanjang kebenaran itu dihasilkan melalui rasionalisasi[6].
  7. Filsafat  pencarian kebenaran tanpa mengenal batas dengan menggunakan rasio secara sistematis dan radikal yang diawali keraguan atas segala sesuatu. Menjangkau segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada, yang bersifat kontemplatif, logis, kritis, dan spekulatif. Filsafat menjelajah keberadaan yang empiris, fisik, metafisik, natural, supranatural, materiil, immaterial, rasional dan suprarasional[7].
  8. Objek material filsafat adalah segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada, sedangkan objek forma filsafat adalah pencarian terhadap yang ada dan yang mungkin ada yang difikirkan secara kontemplatif pada problematika yang tidak dapat dijangkau oleh pendekatan empiris dan observatif yang biasa berada dalam sains[8].
Segala sesuatu yang ada adalah sesuatu yang keberadaanya pasti, artinya ada dengan sendirinya dan keberadaannya tidak disebabkan oleh keberadaan lain yang disebut wajib ada. Ada yang wajib ada, keberadaannya tidak disebabkan oleh kemungkinan lain. Adapun yang mungkin ada, keberadaannya bergantung pada berbagai kemungkinan, misalnya keberadaan manusia karena manusia diciptakan oleh sang pencipta yang mahaada. Adapun sang pencipta itu wajib ada.
Hal-hal yang material dan metafisika menjadi objek material filsafat. Filsafat menyatakan seluruh yang ada dan yang mungkin ada sebagai realita yang sebenarnya sebagaimana hakikat segala sesuatu berada pada sesuatu itu sendiri. Diluar substansi Sesutu bukanlah hakikat yang sebenarnya. Kebenaran hakiki tersebut benar-benar nyatadan tidak diganggu oleh keraguan jiwa dan pikiran manusia.[9]
Filsafat mempertanyakan setiap eksistensi sehingga melahirkan pendekatan epistemologis. Episteme artinya knowledge, yaitu pengetahuan, logos berarti theori. Dengan demikian, epistemologi berarti “teori pengetahuan” atau teori tentang metode, cara dan dasar dari ilmu pengetahuan, atau studi tentang hakikat tertinggi, kebenaran, dan batasan ilmu manusia. Epistemologi adalah cabang filsafat yang meneliti asal, struktur, metode-netode, dan kesahihan pengetahuan. Istilah “epistemologi” pertama kali dipakai oleh J.F. Ferrier, institutes of Metaphysics (1854 M) yang membedakan dua cabang filsafat. Epistemologi berbeda dengan logika. Logika merupakan sains formal (formal Science) yang berkenaan dengan prinsip-prinsip penalaran yang sahih, sedangkan epistemologi adalah sains filosofis  (philosophical science) tentang asal usul pengetahuan dan kebenaran. Puncak pengkajian epistemologi adalah kebenaran yang membawa kita ke pintu metafisika.
2.2 Tokoh Filsafat
Penulis akan sedikit memaparkan para tokoh filsafat atau para filsuf yang penulis ketahui berikut pendapatnya tentang ilmu filsafat, berdasarkan periode zaman, yaitu :
2.2.1        Zaman Purba
Zaman purba merupakan zaman batu yang dipandang para sejarawan sebagai zamanpengetahuan ilmiah. Manusia mulai membuat alat-alat dan senjata-senjata tertentu kira-kira 400.000 tahun yang lalu. Keberhasilan manusia membuat benda-benmda tersebut setelah mengalami pengalaman mencoba-coba. Sebagai hasilnya, manusia mampu menemukan pengetahuan ilmiah. Kira-kira 30.000 tahun yang lalu manmusia primitive telah mempelajari cara mengembangkan kehidupan mereka, kira-kira 15.000 tahun yang lalu , mereka menemukan pertemuan. Mereka pada mulanya hidup dari mengumpulkan biji-bijian dan buah-buahan. Sejak itu, manusia menemukan pengetahuan dengan menjadi penghasil makanan sehingga manusia memilioki kelebihan persediaan. Manusia juga mulai mampu mengatur waktu kerja dan istirahat sesuai dengan waktu siang dan malam. Perkembangan kehidupan manusia sederhana yang penting lainnya, yaitu manusia mulai berkelompok dan mengukur waktu serta perhitungan hari. Lalu manusia sampai mpada zaman logam (metal age).


2.2.2        Zaman Yunani
Zaman Yunani, dikaji sejak zaman yunani kuno (600 SM-200 M). Pada zaman Yunani kuno, terdapat tiga zaman yaitu, masa awal, masa keemasan, serta masa helenitas dan Romawi.
a.       Masa awal
Masa awal Yunani kuno ditandai oleh tercatatnya tiga filsuf yang berasal dari daerah miletos yaitu Thales, Anaximandros, dan Anaximenes. Selain ketiga nama tersebut beberapa nama dari daerah lain seperti herakleitos dari Ephesos, Pythagoras dari Italia,Parmenides dari Elea, dan Demokritos dari Abdera.
Pikiran-pikiran Thales ditulis oleh muridnya, yaitu Anaximandros dan Anaximenes. Perhatiannya pada alam dan kejadian alamiah, terutama dalam hubungannya pada perubahan-perubahan yang terjadi. Akan tetapi mereka yakin bahwa pada perubahan itu terdapat suatu asas yang menentukan, diantaranya asas yang berbeda. Thales menyebutnya asas air, Anaximandros menyebutnya dengan asas yang tidak terbatas (to apeiron), dan Anaximenes menyebutnya dengan asas udara. Herakleitos berpendapat bahwa assas itu adalah api. Menurutnya, api adalah lambang perubahan. Di dunia ini tidak ada yang tetap, definitive dan sempurna, tetapi berubah, seperti kayu, karena api dapat menjadi abu. Segala sesuatu berada dalam status “menjadi” mengalir.
Pemikiran Pythagoras berbeda dengan filsuf pada masanya, kecuali Anaximandros. Ia tidak menganggap perlu asas pertama yang dapat ditentukan dengan pengenalan indera karena segala hal dapat diterangkan atas dasar bilangan. Ia mengemukakan tanda nada yang sepadan dengan perbandingan antar bilangan. Oleh karena itu Pythagoras terkenal sebagai pengembang ilmu pasti dengan mengemukakan “Dalil Pythagoras”nya.
Adapun pamenides dari Alea pada masa awal filsafat Yunani kuno mengemukakan “metafisika”, yaitu bagian filsafat yang mempersoalkan “ada” (being) yang berkembang ,menjadi “yang ada sejauh ada” (being as being, being as such). Parmenides juga berpendapat “yang ada itu ada, dan yang tidak ada itu tidak ada”, mempunyai arti bahwa prulalitas itu tidak ada.
Filsuf berikutnya kembali pada kesaksian indera, antara lain Demokritos yang bersama Leucippus membangun dan mengajukan teori atomisme. Demokritos dan kawan-kawannya berpendapat bahwa segala sesuatu yang terdiri dari atas bagian-bagian kecil yang tidak dapat dibagi-bagi lagi (atom-atom, a tomas). Meskipun bentuk atom itu kecil dan tidak dapat dilihat oleh mata, ia selalu bergerak sehingga membentuk realitas yang tampak pada indera manusia.
b.      Masa Keemasan
Masa keemasan Yunani kuno ditandai oleh sejumlah nama mbesar yang sampai sekarang tidak pernah dilupakan oleh kalangan pemikir. Nama besar pertama adalah Perikles yang tinggal di Athena. Athena menjadi pusat penganut berbagai aliran filsafat yang ada masa itu. Pada masa tersebut terdapat pemikiran sofistik yang penganutnya disebut kaum sofis, yaitu kaum yang pandai berpidato yang tidak lagi menaruh perhatian utama pada alam, tetapi menjadikan manusia sebagai pusat perhatian  studinya. Tokohnya adalah Protagoras. Pemahamannya memperlihatkan sifat-sifat relativisme atau kebenaran yang bersifat relative, tidak ada kebenaran yang tetap atau definitif. Benar, baik, dan bagus selalu berhubungan dengan manusia, tidak mandiri sebagai kebenaran yang mutlak.
Pada masa keemasan tersebut pemikir-pemikir yang terkenal seperti, Thales, Anaximander, Anaximenes, Hipocrates, Pythagoras, Demokritus, Socrates, Plato, dan aristoteles. Dunia mengenal teori-teori mereka seoerti unsure-unsur kimia, teori bilangan, teori atom, teori pengobatan, teori matematika, teori geometri, dan pemikir yang bernama Aristoteles dengan teori anatomi, botani dan zoologi. Diantara pemikir Aristoteles yang radikal adalah pendapatnya yang menyatakan alam semesta tidak dikendalikan oleh serba kebetulan, magis, atau oleh keinginan tidak terpikirkan oleh kehendak dewa, tetapi oleh tingkah laku alam semesta yang tunduk pada hokum-hukum rasional.
c.       Masa Helenitas dan Romawi
Masa Helenitas dan Romawi adalah masa yang tidak dapat dilepaskan dari peranan Raja Alexander Agung. Dia mampu mendirikan negara besar yang tidak sekedar meliputi seluruh yunani tetapi daerah-daerah disebelah timurnya. Kebudayaan yunani menjadi kebudayaan suprarasional. Kebudayaan yunani ini disebut kebudayaan Helenitas. Dalam bidang kebudayaan , selain akademi lykeion dibuka juga sekolah-sekolah baru yang mengajarkan masalah etika, yaitu tata ara bertingkahlaku untuk menemukan kebahagiaan dalam kehidupan bersama. Ada sejumlah aliran pada masa ini, seperti aliran stoisisme, epikurisme, eklektisisme, dan neoplatonisme.
2.2.3        Zaman Patristik dan pertengahan (200 M-1600 M)
Zaman ini dibagi kedalam empat periode, yaitu : (1) Zaman Patristik; (2) Zaman awal Skolastik; (3) Zaman keemasan Skolastik; (4) Zaman akhir abad pertengahan. Istilah patristic berasal dari kata latin, yaitu pater, yang berarti “Bapak dalam lingkungan gereja”. Bapak yang mengacu pada pujangga keristen, artinya mencari jalan menuju teologi kristiani, melalui peletakan dasar intelektual untuk agama keristen. Pada awal berkembangnya magama keristen pada abad pertama terdapat pemikir filsuf yang menolak filsafat yunani dengan seluruh kebudayaan kafir. Jadi, adaq dua pendirian yang berlainan, yaitu yang berdasarkan agama keristen dan berdasarkan filsafat yunani. Pandangan pemikir agama terbagi tiga dalam menanggapi filsafat ini. Pandangan pertama berpendapat, setelah ada wahyu ilahi myang terwujud dalam yesus keristus, mempelajari filsafat yunani dan filsafat lainnya adalah sia-sia dan akan mengancam kemurnian iman keristen. Pandangan kedua mempelajari yunani karena pemikiran yunani dipandang sebagai persiapan menuju injil. Pandangan ketiga berusaha menengahi dengan menyintesiskan kedua pemikiran tersebut. Pandangan ketiga menyatakan, filsafat yunani merupakan langkah awal menuju agama (praeparatio evangelica) yang harus diterima dan dikembangkan.
2.2.4        Zaman awal Skolastik
Sutardjo wiramihardja mengatakan, zaman ini berhubungan denga terjadinya perpindahan penduduk, yaitu perpindahan bangsa hun dari asia masuk ke Eropa sehingga bangsa Jerman pindah melalui perbatasan kekaisaran Romawi yang secara politik sudah mengalami kemorosotan. Karena situasi yang ricuh, tidak banyak pemikiran filsafat yang patut ditampilkan pada masa ini. Hanya ada beberapa tokoh dan situasi penting yang harus diperhatikan dalam memahami filsafat pada masa ini. Yang pertama, ahli piker Boethius (480-524 M), dalam usianya yang ke 44 tahun ia dihukum mati dengan tuduhan berkomplot. Ia dianggap sebagai filsuf akhir Romawi dan filsuf pertama Skolastik. Jasanya adalah menerjemahkan logika Aristoteles kedalam bahasa latin dan menulis beberapa traktat logika aristoteles. Kedua kaisar Karel Agung, yang memerintah pada awal abad ke 9 yang telah berhasil mencapai stabilitas politik yang besar. Yang ketiga terdapat beberapa nama penting seperti Johanes Scotus, Eriugena, Anselmus, Abelardus. Eriugena (810-877) bekerja di sekolah lingkungan istana Karel Agung. Ia berjasa dalam menerjemahkan karya Pseudo Dionysios kedalam bahasa latin sehingga menjadi referensi bagi dunia pemikiran abad-abad selanjutnya.
2.2.5        Zaman Keemasan Skolastik
Zaman keemasan Skolastik terjadi pada abad ke -13. Sama dengan abad pertengahan, pada zaman keemasan skolastik filsafat dipelajari dalam hubungannya dengan teologi. Akan tetapi tidak berarti wacana filsafat hilang. Filsafat tetap dipelajari walaupun tidak secara terbuka dan mandiri. Pada abad ini dibangun sintesis filosofis yang penting. Sintesisnya berkaitan dengan tiga hal. Pertama didirikannya universitas-universitas pada tahun 1200, Kedua beberapa ordo baru dibentuk. Ketiha, ditemukan dan digunakannyan sejumlah karya filsafat yang sebelumnya tidak dikenal.
2.2.6        Zaman Akhir Abad Pertengahan
Pada akhir abad ke 14 terjadi sikap kritis atas berbagai usaha pemikiran yang menyintesiskan pemikiran filsafat dan teologi yang semakin menyimpang dari pendapat Aristoteles. Dua pusat pada abad ke 14 yang berjasa dalam mempersiapkan ilmu pengetahuan alam modern adalah Johanes Buridanin (1298-1359) Di Parisian Thomas Bradwardine (1300-1349) Di Oxford. Dalam filsafat, perkembangan tampil dalam bentuk “jalan modern” (via moderna) yang dipertentangkan dengan “jalan kuno” (via antique).
Via antiqua atau jalan kuno adalah mazhab-mazhab skolastik tradisional, terutama homisme dan dan scotisme, serta neoplatonisme, Aristotelisme moderat, dan Albertisme, sedangkan via moderna atau jalan modern didasari oleh pemikiran Gulielmus (1285-1349) dari Inggris yang menjadi anggota ordo fransiskan. Pendapat-pendapatnya sering bertentangan dengan pemikiran gereja, dalam hal ini paus di vatikan, sehingga terjadilah pertengakaran yang menyebabkan ia lebih memperhatikan masalah-masalah logika, meskipun masih menulis komentar atas sententie.
Gulielmus lebih terkenal denga nama Ockham, kota kelahirannya, cenderung pada empirisme. Ia menolak individuasi, tetapi lebih cenderung pada sifat individual. Bentuk pengenalan paling sempurna adalah bersifat indriawi yang lebih langsung. Oleh karena itu, pengenalan indriawi harus dianggap intuitip, dibedakan dengan pengenalan abstrak. Pengenalan intelektual yang abstrak mempunyai konsep umum sebagai objeknya. Ockham menekankan bahwa konsep merupakan suatu “tanda wajar” (signum naturale), sedangkan terma atau istilah yang menjelma konsep dalam bahasa bersifat konvensional sehingga dapat berlainan.
Dalam metafisika, Ockham menggunakan dua prinsip yang berpengaruh pada pemikiran filsafat pada waktu itu. Pertama, “Ockham’s Razor” bahwa keberadaan tidak dapat dilipatgandakan, apabila tidak perlu. Artinya, suatu realitas metafisika tidak dapat diterima jika dasarnya tidak kuat. Kedua, apa yang dapat dibedakan, dapat diisahkan, paling tidak, allahlah yang dapat memisahklannya. Berdasarkan dua prinsip tersebut, ia membersihkan metafisika dari perdebatan steril yang merajalela dalam mazhab skolastik. Melalui jalan modern ini, Ockham berhasil karena banyak orang sudah jenuh dengan perselisihan yang tidak memberi manfaat nyata.
Dalam mengenal Allah, Ockham bersikap lebih kritis terhadap pengenalan manusia kepada Allah. Menurutnya, dengan rasio saja, tidak mungkin manusia mengenal Allah. Pengenalan hanya dapat terjadi melalui iman dan kepercayaan. Kekuasaan Allah adalah absolut. Tata susunan moral yang dibuat manusia tidak bersifat absolut dan sama sekali bergantung pada kehendak Allah.
Filsafat abad pertengahan diawali oleh Boethius dan diakhiri oleh Nocholaus Cusanus (1401 – 1464). Nicolaus Cosanus membedakan tiga macam pengenalan, yaitu pancaindra, rasio, dan nintuisi. Pengenalan indriawi kurang sempurna, sedangkan rasio membentuk konsep berdasarka pengenalan idnriawi, yang aktivitasnya dikuasi prinsip nonkontradiksi (tidak mungkin sesuatu ada dan tidak ada). Dengan rasio, manusia tidak dapat mengeathui apapun (docta ignoratia). Akan tetapi dengan intuisi, manusia dapat mencapai segala sesuatu yang tidak terhingga. Allah merupakan objek intuisi manusia. Dalam diri Allah, seluruh hal yang berlawanan akan mencapai kesatuan. Pengetahuan yang luas menjadikan Nicolaus sebagai eksponen abad pertengahan.
Setelah masa yunani berlangsung, muncul dan bangkitlah masa renaisans. Sementara umat islam mengalami kemunduran, Eropa mulai menampakkan kecemerlangan. Mereka sadar akan ketertinggalan dan keterbelakangan ilmu pengetahuan mereka . Sejarah keilmuan lebih berkembang mulai abad ke-14 dan ke-15 melalui ekspedisi-ekspedisi besar,  seperti Vasco da Gama ke India Timur, dengan kapten kapalnya yaitu, Abdul Majid (arab), dan ekspedisi Christopher Colombus (1451-1506 M) ke India Barat. Penemuan mesin cetak pada abad ke-15 M oleh Johan Gutenberg (1400-1468 M) merupakan titik balik  yang paling penting (Hart, 1985: 68-76).
Tokoh-tokoh Renaisans, seperti Francis Bacon, Descates, Newton, Kepler, Nicolaus,Copernicus, Galileo, Lavoiser, Muller, Pasteur, Koch, Darwin, Linnaeus, Lamarck, Cuvier, dan Dalton mempercepat kemajuan pengetahuan ilmiah. Francis Bacon, seorang filsuf besar pertama yang menyadari bahawa ilmu pengetahuan dan filsafat dapat mengubah dunia. Ia menganjurkan agar dilakukan penyelidikan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Ia juga merupakan seorang peletak dasar metode induktif modern dan seorang pioneer percobaan sistematisasi logika dalam menyusun teori keilmuan..
2.2.7        Zaman modern (1600 - 1800 M)
Sebagian orang menganggap bahwa periode modern hanyalah perluasan periode Renaisans. Akan tetapi, pemikiran ilmiah membawa manusia kearah yang lebih maju. Manusia maju dengan langkah raksasa, dari zaman uang sampai listrik, lalu ke zaman atom, electron, radio, televisi, robot dan zaman ruang angkasa. Bertrand Russel menyatakan bahwa dalam sejarah, sebuah masa dapat dinyatakan sebagai masa “modern” dilihat dari adanya berbagai perubahan mental yang menunjukan perbedaan dibandingkan dengan masa pertengahan. Perbedaan tersebut tampak dalam dua hal yang sangat penting, yaitu yang pertama, berkurangnya cengkeraman kekuasaan gereja; kedua, bertambah kuatnya otoritas ilmu pengetahuan.
Pada zaman ini begitu pesat perkembangan ilmu pengetahuan dengan lahirnya pemikir pemikir hebat seperti Albert Estein (1879-1955 M) yang telah menemukan teori relativitas, yang dirumuskan pada tahun 1905M. Salah satu kesimpulan teori relativitas, yaitu benda dan energi yang berada, dalam arti yang berimbangan dan berhubungan antara keduanya dirumuskan sebagai E=mc². E menunjukkan energy, M menunjukkan benda sedangkan c menunjukkan cahaya. Sementara c = 180.000 km per detik. Jadi, c² ( c x c ), menjadi sebuah benda kecil dalam kondisi mampu diubah menjadi energy yang luar biasa. Hal ini dapat dibuktikan sehingga orang tercengang, ketika secara tiba-tiba bom atom pertama, wujud proyek Manhattan, Amerika Serikat, meledak menyapu Hirosima dan Nagasaki berkat bantuan Teori relativitasnya. Manusia modern bepergian dengan pesawat supersonic, radio, televise, telepon, robot, dan kini internet telah mempersempit jarak ribuan kilometer dunia. Dunia yang jauhnya ribuan kilometer, kini telah menjadi sebuah desa besar yang semua peristiwanya dapat disimak seperti kilattanpa menunggu waktu lama.
2.2.8        Zaman Baru
Zaman baru dimulai dengan aliran fenomenologi, Edmund Husserl, seorang filsuf dan matematikus intensionalitas, melahirkan filsafat fenomenologi berdasarkan pemikiran Brentano. Dalam pengertian sebagai suatu metode, Kant dan Husserl mengatakan bahwa yang dapat diamati hanyalah fenomena bukan neumenon atau sumber gejala itu sendiri. Dengan demikian, terhadap segala sesuatu yanag diamati terdapat hal-hal yang membuat pengamatannya tidak murni sehingga perlu nadanya reduksi. Jadi, pengamatan biasa akan menimbulkan bias. Meskipun merupakan hal biasa pada manusia umumnya, pengamatannya tidak memuaskan para filsuf dan mereka yang menginginkan kebenaran secara murni. Adapaun hal-hal yang perlu dilakukan adalah meroduksi fenomenologi yang disebut reduksi epochal  menjadikan yang bukan bagian saya menjadi bagian saya. Tiga hal yang perlu disishkan dari usaha menginginkan kebenaran yang murni yaitu :
a.       Membebaskan diri dari anasir atau unsure subjektif,
b.      Membebaskan diri dari kungkungan teori-teori dan hipotesis-hipotesis, serta
c.       Membebaskan diri dari doktrin-doktrin tradisional
Setelah melakukan reduksi pertama, reduksi yang kedua dilakukan yaitu reduksi eiditis, melalui reduksi ini fenomena yang dihadapi mampu mencapai inti atau esensi. Kedua reduksi tesebut adalah mutlak, selain kedua reduksi tersebut terdapat reduksi ketiga dan yang berikutnya dengan maksud mendapatkan pengamatan yang murni, tidak terkotori oleh unsure apapun, serta  dalam usaha mencari kebenaran yang tertinggi.Seorang kritikus fenomenologi menyindir reduksi-reduski tersebut dengan mengatakan, fenomenologi itu seperti upaya menajamkan pisau untuk mencapai taraf ketajaman yang prima. Pengasahan dilakukan terus menerus, berulang-ulang hingga tajam, dan ahirnya pisau tersebut habis. Selain sebagai metode untuk mencapai kebenaran, fenomenologi juga berkembang sebagai aliran atau ajaran filsafat.
Setelah fenomenologisme, muncul eksistensialisme, terutama merupakan hasil pemikiran Soren Kierkegaard yang dikenal banyak orang sebagai perlawanan atas materialsme atau idealisme. Soren berpendapat bahwa manusia mengerti berkehendak dan berkarsa bebas, serta memiliki faham kesusilaan dan berupaya membangun kebudayaan sendiri. Hal tersebut terjadi apabila ia berada di dunia sebagai objek. Eksistensialsme adalah aliran filsafat yang memandang segala hal berpangkal pada eksistensinya. Artinya, Eksistensialisme merupakan cara manusia berada, atau lebih tepatnya adalah cara manusia mengada di dunia.
2.2.9        Zaman pasca modernism
Pasca modernisme merupakan aliran filsafat yang lahir pada awal abad ke-20 atau pertengahan abad ke-20. Menurut Hergenhahn, pasca modernisme mengacu pada keyakinan yang prevalen, seperti semua hal, termasuk pendapat sepanjang abad pertengahan. Perilaku masnusia dapat diterangkan menurut dogma gereja. Pertanyaan otoritas gereja yng dimulai pada abad renaisans dan mengarah pada cara-cara pendalaman yang lebih objektif. Para tokoh seperti, Newton, Bacon, dan Descatres memperlihatkan keterangan tentang kekuatan bernalar yang tidak terbebani oleh kekuasaan dan bias. Pada masa ini, gagasan-gagasan pencerahan mulai ditantang oleh para filsuf, seperti Hume dank ant yang memperlihatkan keterbatasan rasionalitas manusia. Romantisme dan eksistensialisme dapat dipandang sebagai reaksi terhadap keyakinan pencerahan bahwa perilaku manusia dapat diterangkan dengan pengertian-pengertian hokum yang abstrak. Kierkegaard mengklaim bahwa kebenaran adalah subjektivitas. Pendapat Nietzsche mengenai “ Perfektivisme “ merupakan dua contoh nyata oposisi. Selanjutnya, konsep William James mengenai empirisme dan pragmatisme radikal memperlihatkan peremehan serupa untuk universialisme. Pada kenyataannya, James mengacu pada absolutisme  sebagai “penyakit besar pemikiran filosofis”.
Sejak tahun 1960-an, pasca modernisme, baik yang disebut konstruksinisme atau dekonstruksinisme, telah memperbaiki serangan terhadap gagasan-gagasan pencerahan. Pada intinya para penganut pasca modernism meyakini bahwa realitas diciptakan manusia dan kelompokorang dalam berbagai konteks pribadi, historis, dan cultural. Hal ini bersifat dan berkedudukan kontras dengan keyakinan modernis (pencerahan) bahwa kenyataan merupakan beberapa kebenaran yang abadi dan ditemukan melalui pemngalaman, nalar tidak bias, atau metode ilmiah.
Perkembangan filsafat mulai Yunani kuno hingga zaman modern dan pasca modernism, mengantarkan kita pada zaman kegemilangan pengetahuan bagi kehidupan manusia di dunia. Perkembangan tersebut sesungguhnya merupakan bagian dari terbentuknya filsafat pendidikan. Latar belakang setiap perkembangan mengisyaratkan bahwa pendidikan sangat penting untuk kehidupan manusia. Tanpa pendidikan, ilmu pengetahuan akan mengalami kejumudan. Berbagai penemuan ilmiah secara filosofis diawali oleh pertanyaan-pertanyaan manusia tentang kehidupan lahiriah dan batiniah, yaitu kenyataan yang realsitik dan metafisik.
Setiap keadaan yang nyata memberikan gambaran tentang eksistensi dari yang “tidak nyata”, meskipun sesungguhnya ketidaknyataan hanya ada disebabkan oleh keterbatasan alat indra manusia dalam  melihat sesuatu yang immaterial. Oleh karena itu manusia tidak pernah mau berhenti untuk mencari tahu mengenai seluruh yang materiil dan immaterial, yang kemudian melahirkan epistemology pendidikan, yaitu teori pengetahuan yang mencari seluk beluk, sumber, dan tujuan ilmu pengetahuan melalui perencanaan dan pelaksanaan pendidikan formal, nonformal, dan yang informal.
Demikian tokoh filsuf pada zamannya yang dapat penulis paparkan, masih banyak tokoh dan ahli fikir atau filsuf yang banyak melahirkan pemikiran tentang hidup dan kehidupan. Namun penulis hanya mampu sedikit memaparkannya pada makalah ini sebagai tambahan informasi dan ilmu pengetahuan.
2.3      Filsafat Ilmu Khusus Dalam PAUD
Filsafat ilmu adalah bagian dari filsafat yang menjawab beberapa pertanyaan mengenai hakikat ilmu. Bidang ini mempelajari dasar-dasar filsafat, asumsi dan implikasi dari ilmu, yang termasuk di dalamnya antara lain ilmu alam dan ilmu sosial. Di sini, filsafat ilmu sangat berkaitan erat dengan epistemologi dan ontologi. Filsafat ilmu berusaha untuk dapat menjelaskan masalah-masalah seperti: apa dan bagaimana suatu konsep dan pernyataan dapat disebut sebagai ilmiah, bagaimana konsep tersebut dilahirkan, bagaimana ilmu dapat menjelaskan, memperkirakan serta memanfaatkan alam melalui teknologi; cara menentukan validitas dari sebuah informasi; formulasi dan penggunaan metode ilmiah; macam-macam penalaran yang dapat digunakan untuk mendapatkan kesimpulan; serta implikasi metode dan model ilmiah terhadap masyarakat dan terhadap ilmu pengetahuan itu sendiri.
Dalam PAUD pun tentu adanya campur tangan Filsafat, karena didalam PAUD terdapat satu kehidupan dan yang Hidup, Yang Eksistensinya harus dicermati dan dilakukan penelitian, mencari tahu asal muasal, pertumbuhan dan perkembangannya. sejalan Perkembangan zaman, Filusuf tidak hanya memikirkan sesuatu benda kecil disulap menjadi sesuatu yang maha dahsyat seperti bom atom atau nuklir. Namun ada juga filsuf yang memikirkan bagaimana mahluk hidup ciptaan tuhan yang mulai lahir hingga usia 8 tahun  dapat berkembang dan menjalani hidup melalui perkembangan yang sistematis dan berurut. Maka para filsuf atau para pakar anak usia dini mengemukakan pendapatnya mengenai tumbuh kembang mereka.Sebelum masuk kajian Filsafat ilmu khusus dalam PAUD penulis akan sedikit memaparkan metodologi filsafat:
2.3.1        Metodologi Filsafat
a.       Metode Deduksi
Metode berfikir yang menarik kesimpulan dari prinsip-prinsip umum kemudian menerapkannya pada sesuatu yang bersifat khusus.
b.      Metode Induksi
Metode berfikir dalam menarik kesimpulan dari prinsip khusus, kemudian menerapkannya pada sesuatu yang bersifat khusus.
c.       Metode Dialektika
Metode berfikir yang menarik kesimpulan melalui tiga tahap atau jenjang, yaitu, tesis, antithesis, dan sintesis. Tiga metode filsafat tersebut dapat dibagi menjadi dua pendekatan, yaitu : (1) pendekatan logika; (2) pendekatan dialektika.
Ada juga yang mengatakan bahwa metode filsafat adalah : ontology, epistemology, dan aksiologi, selain itu ada juga metode lain yang diterapkan oleh filsuf antara lain, Plato, membahas filsafat dengan metode dialektik, yaitu metode dialogis. Aristoteles menerapkan metode silogisme atau logika. Dan masih banyak lagi metode yang diterapkan oleh para filsuf dalam membahas filsafat. Tak terkecuali dengan para filsuf atau para pakar anak usia dini mereka akan memaparkan bagaimana hakikat anak usia dini. Berikut penulis paparkan pendapat pakar atau ahli anak usia dini.
  1. Johann Heinrich Pestalozzi
adalah seorang ahli pendidikan Swiss yang hidup antara 1746-1827. Pestalozzi adalah seorang tokoh yang memiliki pengaruh cukup besar dalam dunia pendidikan. Pestalozzi berpandangan bahwa anak pada dasarnya memiliki pembawaan yang baik. Pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi pada anak berlangsung secara bertahap dan berkesinambungan. Lebih lanjut ia mengemukakan bahwa masing-masing tahap pertumbuhan dan perkembangan seorang individu haruslah tercapai dengan sukses sebelum berlanjut pada tahap berikutnya. Permasalahan yang muncul dalam suatu tahap perkembangan akan menjadi hambatan bagi individu tersebut dalam menyelesaikan tugas perkembangannya dan hal ini akan memberikan pengaruh yang cukup besar pada tahap berikutnya.
Pestalozzi memiliki keyakinan bahwa segala bentuk pendidikan adalah berdasarkan pengaruh panca indera, dan melalui pengalaman-pengalaman tersebut potensi-potensi yang dimiliki oleh seorang individu dapat dikembangkan. Pestalozzi percaya bahwa cara belajar yang terbaik untuk mengenal berbagai konsep adalah dengan melalui berbagai pengalaman antara lain dengan menghitung, mengukur, merasakan dan menyentuhnya .
Pandangannya tentang tujuan pendidikan ialah memimpin anak menjadi orang yang baik dengan jalan mengembangkan semua daya yang dimiliki oleh anak. Ia memandang bahwa segala usaha yang dilakukan oleh orang dewasa harus disesuaikan dengan perkembangan anak menurut kodratnya, sebab pendidikan pada hakekatnya adalah suatu usaha pemberian pertolongan agar anak dapat menolong dirinya sendiri di kemudian hari. Pandangan Pestalozzi tentang anak dapat disimpulkan bahwa anak harus aktif dalam menolong atau mendidik dirinya sendiri. Selain itu perkembangan anak berlangsung secara teratur, maju setahap demi setahap, implikasi atau pengaruhnya adalah bahwa pembelajaran pun harus maju teratur selangkah demi selangkah.
Selain itu Pestalozzi memandang bahwa keluarga merupakan cikal bakal pendidikan yang pertama, sehingga baginya seorang ibu memiliki tanggung jawab yang cukup besar dalam memberikan dasar-dasar pendidikan yang pertama bagi anak-anaknya. Dari pandangannya tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa lingkungan terutama lingkungan keluarga memiliki andil yang cukup besar dalam membentuk kepribadian seorang anak pada awal kehidupannya. Kasih sayang yang didapatkan anak dalam lingkungan keluarganya akan membantu mengembangkan potensinya. Dalam pandangan Pestalozzi kecintaan yang diberikan ibu kepada anaknya akan memberikan pengaruh terhadap keluarga, serta menimbulkan rasa terima kasih dalam diri anak. Pada akhirnya, rasa terima kasih tersebut akan menimbulkan kepercayaan anak terhadap Tuhan. Dari uraian di atas, nampak bahwa Pestalozzi menghendaki bentuk pendidikan yang harmonis yang seimbang antara jasmani, rohani, sosial dan agama.
  1. Maria Montessori
Maria Montessori hidup sekitar tahun 1870-1952. Ia adalah seorang dokter dan ahli tentang manusia yang berasal Italia. Pemikiran-pemikiran serta metode yang dikembangkannya masih populer di seluruh dunia. Pandangan Montessori tentang anak tidak terlepas dari pengaruh pemikiran ahli yang lain yaitu Rousseau dan Pestalozzi yang menekankan pada pentingnya kondisi lingkungan yang bebas dan penuh kasih agar potensi yang dimiliki anak dapat berkembang secara optimal. Montessori memandang perkembangan anak usia prasekolah/ TK sebagai suatu proses yang berkesinambungan. Ia memahami bahwa pendidikan merupakan aktivitas diri yang mengarah pada pembentukan disiplin pribadi, kemandirian dan pengarahan diri.
Menurut Montessori, persepsi anak tentang dunia merupakan dasar dari ilmu pengetahuan. Untuk itu ia merancang sejumlah materi yang memungkinkan indera seorang anak dikembangkan. Dengan menggunakan materi untuk mengoreksi diri, anak menjadi sadar terhadap berbagai macam rangsangan yang kemudian disusun dalam pikirannya. Montessori mengembangkan alat-alat belajar yang memungkinkan anak untuk mengeksplorasi lingkungan. Pendidikan Montessori juga mencakup pendidikan jasmani, berkebun dan belajar tentang alam.
Montessori beranggapan bahwa pendidikan merupakan suatu upaya untuk membantu perkembangan anak secara menyeluruh dan bukan sekedar mengajar. Spirit atau nilai-nilai dasar kemanusiaan itu berkembang melalui interaksi antara anak dengan lingkungannya. Montessori meyakini bahwa ketika dilahirkan, anak secara bawaan sudah memiliki pola perkembangan psikis atau jiwa. Pola ini tidak dapat teramati sejak lahir. Tetapi sejalan dengan proses perkembangan yang dilaluinya maka akan dapat teramati. Anak memiliki motif atau dorongan yang kuat ke arah pembentukan jiwanya sendiri (self construction) sehingga secara spontan akan berusaha untuk membentuk dirinya melalui pemahaman terhadap lingkungannya.
Montessori menyatakan bahwa dalam perkembangan anak terdapat masa peka, suatu masa yang ditandai dengan begitu tertariknya anak terhadap suatu objek atau karakteristik tertentu serta cenderung mengabaikan objek yang lainnya. Pada masa tersebut anak memiliki kebutuhan dalam jiwanya yang secara spontan meminta kepuasan.  Masa peka ini tidak bisa dipastikan kapan timbulnya pada diri seorang anak, karena bersifat spontan dan tanpa paksaan. Setiap anak memiliki masa peka yang berbeda. Satu hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa jika masa pekatersebut tidak dipergunakan secara optimal maka tidak akan ada lagi kesempatan bagi anak untuk mendapatkan masa pekanya kembali. Tetapi meskipun demikian, guru dapat memprediksi atau memperkirakan timbulnya masa peka pada seorang anak dengan melihat minat anak pada saat itu.
Berkaitan dengan hal tersebut maka tugas seorang guru adalah mengamati dengan teliti perkembangan setiap muridnya yang berhubungan dengan masa pekanya. Kemudian guru dapat memberikan stimulasi atau rangsangan yang dapat membantu berkembangnya masa peka anak sesuai dengan fungsinya.
Anak memiliki kemampuan untuk membangun sendiri pengetahuannya, dan hal tersebut dilakukan oleh anak mulai dari awal sekali. Gejala psikis atau kejiwaan yang memungkinkan anak membangun pengetahuannya sendiri dikenal dengan istilah jiwa penyerap (absorbent mind). Dengan gejala psikis/kejiwaan tersebut anak dapat melakukan penyerapan secara tidak sadar terhadap lingkungannya, kemudian menggabungkannya dalam kehidupan psikis/jiwanya. Seiring dengan perkembangannya, maka proses penyerapan tersebut akan berangsur disadari.
  1. Friendrich Wilheim August Froebel
Froebel yang bernama lengkap Friendrich Wilheim August Froebel, lahir di Jerman pada tahun 1782 dan wafat pada tahun 1852. Pandangannya tentang anak banyak dipengaruhi oleh Pestalozzi serta para filsuf Yunani. Froebel memandang anak sebagai individu yang pada kodratnya bersifat baik. Sifat yang buruk timbul karena kurangnya pendidikan atau pengertian yang dimiliki oleh anak tersebut.
Setiap tahap perkembangan yang dialami oleh anak harus dipandang sebagai suatu kesatuan yang utuh. Anak memiliki potensi, dan potensi itu akan hilang jika tidak dibina dan dikembangkan. Tahun-tahun pertama dalam kehidupan seorang anak amatlah berharga serta akan menentukan kehidupannya di masa yang akan datang. Oleh karenaitu masa anak merupakan masa emas (The Golden Age) bagi penyelenggaraan pendidikan. Masa anak merupakan fase/tahap yang sangat fundamental bagi perkembangan individu karena pada fase/tahap inilahterjadinya peluang yang cukup besar untuk pembentukan dan pengembangan pribadi seseorang.
Pendidikan keluarga sebagai pendidikan pertama bagi anak dalam kehidupannya, sangatlah penting, karena kehidupan yang dialami oleh anak pada masa kecilnya akan menentukan kehidupannya di masa depan. Froebel memandang pendidikan dapat membantu perkembangan anak secara wajar. Ia menggunakan taman sebagai simbol dari pendidikan anak. Apabila anak mendapatkan pengasuhan yang tepat, maka seperti halnya tanaman muda akan berkembang secara wajar mengikuti hukumnya sendiri. Pendidikan taman kanak-kanak harus mengikuti sifat dan karakteristik anak. Oleh sebab itu bermain dipandang sebagai metode yang tepat untuk membelajarkan anak, serta merupakan cara anak dalam meniru kehidupan orang dewasa di sekelilingnya secara wajar. Froebel memiliki keyakinan tentang pentingnya belajar melalui bermain.
  1. Jean Jacques Rousseau
Jean Jacques Rousseau yang hidup antara tahun 1712 sampai dengan tahun 1778, dilahirkan di Geneva, Swiss, tetapi sebagian besar waktunya dihabiskan di Perancis. Rousseau menyarankan konsep “kembali ke alam” dan pendekatan yang bersifat alamiah dalam pendidikan anak. Bagi Rousseau pendekatan alamiah berarti anak akan berkembang secara optimal, tanpa hambatan. Menurutnya pula bahwa pendidikan yang bersifat alamiah menghasilkan dan memacu berkembangnya kualitas semacam kebahagiaan, spontanitas dan rasa ingin tahu. Rousseau percaya bahwa walaupun kita telah melakukan kontrol terhadap pendidikan yang diperoleh dari pengalaman sosial dan melalui indera, tetapi kita tetap tidak dapat mengontrol pertumbuhan yang sifatnya alami.
Untuk mengetahui kebutuhan anak, guru harus mempelajari ilmu yang berkaitan dengan anak-anak. Tujuannnya adalah agar guru dapat memberikan pelajaran yang sesuai dengan minat anak. Jadi yang menjadi titik pangkal adalah anak. Tujuan pendidikan menurut gagasan Rousseau adalah membentuk anak menjadi manusia yang bebas. Rousseau memiliki keyakinan bahwa seorang ibu dapat menjamin pendidikan anaknya secara alamiah. Ia berprinsip bahwa dalam mendidik anak, orang tua perlu memberi kebebasan pada anak agar mereka dapat berkembang secara alamiah 
  1. Jean Piaget
Jean Piaget bersama dengan Lev Vigotsky adalah dua orang ahli psikologi yang pertama kali mencetuskan teori kontruktivisme . Pada dasarnya paham konstruktivis ini mempunyai asumsi bahwa anak adalah pembangun pengetahuan yang aktif. Anak mengkonstruksi/membangun pengetahuannya berdasarkan pengalamannya. Pengetahuan tersebut diperoleh anak dengan cara membangunnya sendiri secara aktif melalui interaksi yang dilakukannya dengan lingkungan. Menurut paham ini anak bukanlah individu yang bersifat pasif, yang hanya menerima pengetahuannya dari orang lain. Anak adalah makhluk belajar yang aktif yang dapat mengkreasi/mencipta dan membangun pengetahuannya sendiri.
Para ahli konstruktif meyakini bahwa pembelajaran terjadi saat anak memahami dunia di sekeliling mereka. Pembelajaran menjadi proses interaktif yang melibatkan teman sebaya anak, orang dewasa dan lingkungan. Anak membangun pemahaman mereka sendiri terhadap dunia. Mereka memahami apa yang terjadi di sekeliling mereka dengan mensintesa pengalaman-pengalaman baru dengan apa yang telah mereka pahami sebelumnya.
Contoh berikut ini akan membantu Anda untuk memahami pandangan ini. Seorang anak TK yang keluarganya memiliki seekor anjing berjalan-jalan dengan mengendarai mobil bersama keluarganya. Mereka melintasi seekor sapi di suatu lapangan. Anak itu menunjuk dan mengatakan “anjing”. Orang tuanya memberitahukan anak tersebut bahwa binatang tersebut bukanlah seekor anjing melainkan sapi dan bahwa sapi berbeda dengan anjing.
Informasi yang baru tersebut akan dicerna dengan apa yang telah diketahui dan penyesuaian mental akan terbentuk. Meskipun anak harus membangun sendiri pemahaman, pengetahuan, dan pembelajaran mereka, peran orang dewasa sebagai fasilitator dan mediator sangatlah penting.
Berdasarkan asumsi tadi nampak bahwa pendekatan ini menekankan pada pentingnya keterlibatan anak dalam proses pembelajaran. Untuk itu maka guru harus mampu menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan, akrab, dan hangat melalui kegiatan bermain maupun berinteraksi dengan lingkungan sehingga dapat merangsang partisipasi aktif dari anak.
Piaget dan Vigotsky sama-sama menekankan pada pentingnya aktivitas bermain sebagai sarana untuk pendidikan anak, terutama yang berkaitan dengan pengembangan kapasitas berfikir. Lebih jauh mereka berpendapat bahwa aktivitas bermain juga dapat menjadi akar bagi perkembangan perilaku moral. Hal itu terjadi ketika dihadapkan pada suatu situasi yang menuntut mereka untuk berempati serta memenuhi aturan dan perannya dalam kehidupan bermasyarakat.
Interaksi yang dilakukan anak dengan lingkungan sekitarnya, baik itu orang dewasa maupun anak-anak yang lainnya dapat memberikan bekal yang cukup berharga bagi anak, karena dapat membantu mengembangkan kemampuan berbahasa, berkomunikasi serta bersosialisasi, dan yang tidak kalah pentingnya adalah melalui interaksi tersebut anak akan belajar memahami perasaan orang, menghargai pendapat mereka, sehingga secara tidak langsung anak juga berlatih mengekspresikan/menunjukkan emosinya.

  1. Ki Hadjar Dewantara
Nama aslinya adalah Suwardi Suryaningrat lahir pada tanggal 2 Mei 1899. Ki Hadjar memandang anak sebagai kodrat alam yang memiliki pembawaan masing-masing serta kemerdekaan untuk berbuat serta mengatur dirinya sendiri. Akan tetapi kemerdekaan itu juga sangat relatif karena dibatasi oleh hak-hak yang patut dimiliki oleh orang lain.
Anak memiliki hak untuk menentukan apa yang baik bagi dirinya, sehingga anak patut diberi kesempatan untuk berjalan sendiri, dan tidak terus menerus dicampuri atau dipaksa. Pamong hanya boleh memberikan bantuan apabila anak menghadapi hambatan yang cukup berat dan tidak dapat diselesaikan. Hal tersebut merupakan cerminan dari semboyan “tut wuri handayani”.
Ki Hadjar juga berpandangan bahwa pengajaran harus memberi pengetahuan yang berfaedah lahir dan batin, serta dapat memerdekakan diri. Kemerdekaan itu hendaknya diterapkan pada cara berfikir anak yaitu agar anak tidak selalu diperintahkan atau dicekoki dengan buah pikiran orang lain saja tetapi mereka harus dibiasakan untuk mencari serta menemukan sendiri berbagai nilai pengetahuan dan keterampilan dengan menggunakan pikiran dan kemampuannya sendiri.
Uraian di atas memperlihatkan bahwa Ki Hadjar memandang anak sebagai individu yang memiliki potensi untuk berkembang, sehingga pemberian kesempatan yang luas bagi anak untuk mencari dan menemukan pengetahuan, secara tidak langsung akan memberikan peluang agar potensi yang dimiliki anak dapat berkembang secara optimal. Ki Hadjar Dewantara menjelaskan bahwa anak lahir dengan kodrat atau pembawaannya masing-masing. Kekuatan kodrati yang ada pada anak ini tiada lain adalah segala kekuatan dalam kehidupan batin dan lahir anak yang ada karena kekuasaan kodrat (karena faktor pembawaan atau keturunan yang ditakdirkan secara ajali).
Kodrat anak bisa baik dan bisa pula sebaliknya. Kodrat itulah yang akan memberikan dasar bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Dengan pemahaman seperti di atas, Dewantara memandang bahwa pendidikan itu sifatnya hanya menuntun bertumbuhkembangnya kekuatan-kekuatan kodrati yang dimiliki anak. Pendidikan sama sekali tidak mengubah dasar pembawaan anak, kecuali memberikan tuntunan agar kodrat-kodrat bawaan anak itu bertumbuhkembang ke arah yang lebih baik.
Pendidikan berfungsi menuntun anak yang berpembawaan tidak baik menjadi lebih berkualitas lagi disamping untuk mencegahnya dari segala macam pengaruh jahat. Dengan demikian, tujuan pendidikan itu adalah untuk menuntun segala kodrat yang ada pada anak agar ia sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaaan yang setinggi-tingginya dalam hidupnya.”
Demikian beberapa pendapat para ahli yang telah mengungkapkan pendapatnya mengenai hakekat anak. Semoga kita selaku mahasiswa dan pendidik anak usia dini setelah membaca pendapat para ahli dapat memahami bagaimana sebaiknya memperlakukan anak usia dini, sebesar apa perhatian yang harus kita curahkan kepada mereka. Dan bagaimana cara membelajarkan mereka, agar mereka dapat tumbuh kembang sesuai usinya, dan mereka dapat menikmati dunia mereka yaitu DUNIA ANAK.




















BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
-          Dari makalah yang kami sajikan dapat kami simpulkan bahwa, pengertian Filsafat adalah proses pencari kebenaran dengan cara menelusuri hakikat dan sumber kebenaran secara sistematis, logis, kritis, rasional dan spekulatif. Dengan menggunakan akal yang merupakan sumber utama dalam berfikir.
-          Filsafat lahir atau hidup sejak zaman purba 400.000 tahun yang lalu hingga zaman pasca modern
-          Para filsuf terkenal diantaranya : yaitu Thales, Anaximandros, dan Anaximenes. herakleitos dari Ephesos, Pythagoras dari Italia, Parmenides dari Elea, dan Demokritos dari Abdera (Pada masa awal yunani kuno). ahli piker Boethius (480-524 M), kaisar Karel Agung, yang memerintah pada awal abad ke 9 yang telah berhasil mencapai stabilitas politik yang besar. Yang ketiga terdapat beberapa nama penting seperti Johanes Scotus, Eriugena, Anselmus, Abelardus (pada masa keemasan yunani kuno)
-          Tokoh-tokoh Renaisans, seperti Francis Bacon, Descates, Newton, Kepler, Nicolaus,Copernicus, Galileo, Lavoiser, Muller, Pasteur, Koch, Darwin, Linnaeus, Lamarck, Cuvier, dan Dalton mempercepat kemajuan pengetahuan ilmiah. Francis Bacon, seorangn filsuf besar pertama yang menyadari bahawa ilmu pengetahuan dan filsafat dapat mengubah dunia. Dan ada lagi Edmund Husserl, James William, Ockham, Albert Estein (1879-1955 M). dan yang lainnya.
-          Filsafat ilmu khusus dalam PAUD, PAUD merupakan wadah dimana makhluk ciptaan tuhan dengan berbagai karakter yang unik dan berbeda berada didalamnya,  yang juga tidak luput dari perhatian filsuf atau para pemikir untuk membahasnya. Diantara para pemikir atau ahli anak yang mengemukakan pendapatnya itu adalah  Johann Heinrich Pestalozzi , Maria Montessori, Friendrich Wilheim August Froebel, Jean Jacques Rousseau, Jean Piaget, dank i hadjar Dewantara.
3.2  Kesan
-          Pembuatan makalah ini begitu sangat berarti, semoga kami dapat mengimplementasikannya pada kehidupan kami terutama dalam mengasuh dan mendidik anak di lembaga PAUD.





[1] Drs. Anas Salahudin, Filsafat Pendidikan, Bandung Pustaka Setia, 2018, hlm. 11

[2] Drs. Anas Salahuddin, Filsafat Pendidikan, Bandung: Pustaka Setia, 2018, hlm. 12

[3] Ibid.

[4] Ibid.

[5] Ibid.

[6] Ibid. hlm.13
[7] Ibid
[8] Ibid

[9] Juhaya S Pradja, Aliran-aliran Filsafat dan Etika, Bandung: Yayasan Piara, 2000, hlm. 1.

Tidak ada komentar:

TAKSONOMI BERPIKIR

KATA PENGANTAR Alhamdulillah segala puji bagi Allah Pencipta dan Pemelihara Alam Semesta yang telah menerangi hambanya yang takwa de...