BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Mahasiswa sebagai pembelajar aktif harus banyak
mempelajari bidang ilmu, diantaranya ilmu filsafat, di sekolah perguruan tinggi
pendidikan, disediakan berbagai jurusan akademik untuk dipilih mahasiswa sesuai
tujuan dan akhir yang ingin dicapai dari suatu pembelajaran. Di STKIP situs
Banten sendiri disediakan jurusan PG-PAUD,yang mana jurusan PG-PAUD ini
bertujuan untuk mencetak guru / pendidik yang kompeten dalam bidangnya. Untuk mencapai tujuan
tersebut tentunya mahasiswa harus mempelajari ilmu yang ada kaitannya dengan ke
paudan yaitu suatu ilmu yang mempelajari cara mendidik atau mengajar anak usia dini .
Mendidik atau mengajar anak usia dini perlu ilmu
khusus tentang anak usia dini, dan
membutuhkan pemikiran khusus, karena anak usia dini merupakan sosok individu
yang unik dan berbeda. Pada Anak usia dini perlu dilakukan penelitian mengenai
proses kehidupannya mulai dia lahir bahkan seharusnya dilakukan penelitian
dimulai semenjak masa konsepsi. Penelitian apa yang harus dilakukan terhadap anak usia
dini? Yaitu meneliti tentang bagaimana
mereka bisa tumbuh dan berkembang dengan baik dan optimal, Apasaja yang
dibutuhkan oleh mereka? Apa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan mereka?, dan masih banyak lagi yang harus dilakukan penelitian
terhadap anak usia dini yaitu anak usia 0-8 tahun yang memiliki karakteristik
unik yang membuat para peneliti penassaran untuk selalu mencari tahu informasi
apa yang terjadi pada dunianya.
Untuk itu mahasiswa perlu mempelajari bidang ilmu
yaitu ilmu filsafat, dimana ilmu filsafat itu adalah suatu ilmu yang berusaha untuk dapat menjelaskan
masalah-masalah seperti: apa dan bagaimana suatu konsep dan pernyataan dapat
disebut sebagai ilmiah, bagaimana konsep tersebut dilahirkan, bagaimana ilmu
dapat menjelaskan, memperkirakan serta memanfaatkan alam melalui teknologi;
cara menentukan validitas dari sebuah informasi; formulasi dan penggunaan
metode ilmiah; macam-macam penalaran yang dapat digunakan untuk mendapatkan
kesimpulan; serta implikasi metode dan model ilmiah terhadap masyarakat dan
terhadap ilmu pengetahuan itu sendiri. Dan tentunya mahasiswa harus mengetahui
terlebih dahulu apa itu filsafat, siapa tokoh atau pencetus filsafat sehingga filsafat
bisa dikukuhkan sebagai suatu disiplin ilmu? Selain itu mahasiswa juga perlu
mengetahui hubungan atau korelasi filsafat dengan PAUD, mengapa filsafat
disebut-sebut atau dibicarakan di PAUD seberapa penting filsafat untuk
pendidikan anak usia dini.
Dari
uraian diatas dapat penulis rumuskan beberapa masalah diantaranya:
1.2
Rumusan masalah
a.
Apa
itu filsafat?
b.
Siapa
tokoh filsafat?
c.
Apa
korelasi filsafat dengan PAUD?
1.3
Tujuan penulisan
a.
Mahasiswa
dapat memahami pengertian filsafat
b.
Mahasiswa
dapat mengetahui tokoh filsafat
c.
Mahasiswa
dapat memahami hubungan antara filsafat dengan PAUD
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Filsafat
Kata filsafat berasal dari bahasa Inggris dan bahasa
Yunani, dalam bahasa Inggris, yaitu philosophy,
sedangkan dalam bahasa Yunani philein
atau philos dan sofein atau sophi. Adapula yang mengatakan bahwa filsafat
berasal dari bahasa arab, yaitu falsafah,
yang artinya al-hikmah. Philos, artinya cinta, sedangkan Sophia, artinya kebijaksanaan. Dengan demikian, filsafat dapat
diartikan “cinta kebijaksanaan atau al-hikmah.” Orang yang mencintai atau
mencari kebijaksanaan atau kebenaran disebut filsuf. Filsuf selalu belajar dan mencari kebenaran dan
kebijaksanaan tanpa mengenal batas. Mencari kebenaran dengan pendekatan
filosofis yang radikal dan kontemplatif, yaitu mencari kebenaran hingga
keakar-akarnya yang dilakukan secara mendalam.
Beberapa
definisi filsafat dapat dikemukakan sebagai berikut :
- Filsafat adalah proses pencari kebenaran dengan cara menelusuri hakikat dan sumber kebenaran secara sistematis, logis, kritis, rasional dan spekulatif. Alat yang digunakan mencari kebenaran adalah akal yang merupakan sumber utama dalam berfikir. Dengan demikian, kebenaran filosofi adalah kebenaran berfikir yang rasional, logis, sistematis, kritis, radikal, dan universal[1].
- Filsafat adalah pengetahuan tentang cara berfikir terhadap segala sesuatu atau sarwa sekalian alam. Artinya, materi pembicaraan filsafat adalah segala hal yang menyangkut keseluruhan yang bersifat universal. Dengan demikian, pencarian kebenaran filosofis tidak pernah berujung dengan kepuasan dan tdak mengenal pemutlakan kebenaran. Bahkan, untuk suatu yang “sudah” dianggap benar pun, kebenarannya masih diragukan. Dikatakan tidak mengenal kata puas karena kebenaran akan mengikuti situasi dan kondisi dan alam pikiran manusia yang haus dengan pengetahuan[2].
- Filsafat adalah pengembaraan alam pikir manusia yang tidak mengenal kenyang dengan ilmu pengetahuan dan kebenaran yang hakiki[3].
- Filsafat adalah pencarian kebenaran dengan cara berfikir sistematis yang dilakukan secara teratur mengikuti sistem yang berlaku sehingga tahapan-tahapannya mudah diikuti. Berfikir sistematis senantiasa mengikuti aturan logika yang benar normatif, artinya cara berfikir yang mengikuti premis-premis tertentu, misalnya menarik kesimpulan dari pemikiran umum kea rah pemikiran khusus atau sebaliknya dari pemikiran khusus menuju pemikiran umum. Keduanya lebih dikenal dengan logika deduktif dan induktif. Sistematika berfikir normatif disusun dengan struktur dan retorika yang sinergis sehingga berfilsafat bukan menambah kebingungan orang lain yang diajak berkomunikasi tetapi menjadikannya lebih komunikatif dan efektif[4].
- Pengertian formal dari filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang dijunjung tinggi. Suatu sikap falsafi yang benar adalah sikap yang kritis dan mencari kebenaran tanpa batas. Sikap tersebut merupakan sikap terbuka dalam melihat persoalan dengan berbagai sudut pandang dan tanpa prasangka. Filsafat adalah mencari jawaban yang tidak pernah abadi. Berfilsafat tidak pernah selesai karena telah ditemukannya kebenaran, tetapi kebenaran pertama yang telah diperoleh merupakan langkah awal menuju kontemplasi filosofis yang lebih mendalam dan mengakar. Dengan demikian, “tidak ada: kebenaran akhir dari hasil perenungan filosofis karena hakikat kebenaran bukan sebatas yang tampak. Tampaknya, sesuatu mengandung pertanyaan berikutnya[5].
- Filsafat adalah seni kritik dengan tidak membatasi diri pada destruksi pemikiran tentang kebenaran . Franz magnis suseno menegaskan bahwa kritis dalam filsafat adalah kritis dalam arti bahwa filsafat tidak pernah puas diri, tidak pernah membiarkan sesuatu dianggap sudah selesai. Filsafat akan terus membuka kembali perdebatan, dalam arti bahwa setiap kebenaran menjadi lebih benar dengan setiap putaran tesis-antitesis dan sintetisnya. Sifat kritis filsafat ditunjukkan dengan tiga pendekatan dalam filsafat, yaitu pendekatan ontologis, epistemologis, dan aksiologis. Ahli filsafat selalu berfikir kritis dengan melakukan pemeriksaan kedua terhadap segala sesuatu yang telah ditemukan secara filosofis. Kebenaran pertama merupakaan kebenaran awal menuju kebenaran kedua dan seterusnya. Dengan demikian, tidak ada kata “berhenti” untuk menggali kebenaran yang sesungguhnya ”paling benar”. Kebenaran yang paling benarpun akan dikaji kembali karena tidak aka kebenaran yang paling benar sepanjang kebenaran itu dihasilkan melalui rasionalisasi[6].
- Filsafat pencarian kebenaran tanpa mengenal batas dengan menggunakan rasio secara sistematis dan radikal yang diawali keraguan atas segala sesuatu. Menjangkau segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada, yang bersifat kontemplatif, logis, kritis, dan spekulatif. Filsafat menjelajah keberadaan yang empiris, fisik, metafisik, natural, supranatural, materiil, immaterial, rasional dan suprarasional[7].
- Objek material filsafat adalah segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada, sedangkan objek forma filsafat adalah pencarian terhadap yang ada dan yang mungkin ada yang difikirkan secara kontemplatif pada problematika yang tidak dapat dijangkau oleh pendekatan empiris dan observatif yang biasa berada dalam sains[8].
Segala sesuatu yang ada adalah sesuatu yang
keberadaanya pasti, artinya ada dengan sendirinya dan keberadaannya tidak
disebabkan oleh keberadaan lain yang disebut wajib ada. Ada yang wajib ada, keberadaannya tidak disebabkan oleh
kemungkinan lain. Adapun yang mungkin ada, keberadaannya bergantung pada
berbagai kemungkinan, misalnya keberadaan manusia karena manusia diciptakan
oleh sang pencipta yang mahaada. Adapun sang pencipta itu wajib ada.
Hal-hal yang material dan metafisika menjadi objek
material filsafat. Filsafat menyatakan seluruh yang ada dan yang mungkin ada
sebagai realita yang sebenarnya sebagaimana hakikat segala sesuatu berada pada
sesuatu itu sendiri. Diluar substansi Sesutu bukanlah hakikat yang sebenarnya.
Kebenaran hakiki tersebut benar-benar nyatadan tidak diganggu oleh keraguan
jiwa dan pikiran manusia.[9]
Filsafat mempertanyakan setiap eksistensi sehingga
melahirkan pendekatan epistemologis. Episteme artinya knowledge, yaitu
pengetahuan, logos berarti theori. Dengan demikian, epistemologi berarti “teori
pengetahuan” atau teori tentang metode, cara dan dasar dari ilmu pengetahuan,
atau studi tentang hakikat tertinggi, kebenaran, dan batasan ilmu manusia.
Epistemologi adalah cabang filsafat yang meneliti asal, struktur,
metode-netode, dan kesahihan pengetahuan. Istilah “epistemologi” pertama kali
dipakai oleh J.F. Ferrier, institutes of Metaphysics (1854 M) yang membedakan
dua cabang filsafat. Epistemologi berbeda dengan logika. Logika merupakan sains
formal (formal Science) yang berkenaan dengan prinsip-prinsip penalaran yang
sahih, sedangkan epistemologi adalah sains filosofis (philosophical science) tentang asal usul
pengetahuan dan kebenaran. Puncak pengkajian epistemologi adalah kebenaran yang
membawa kita ke pintu metafisika.
2.2
Tokoh Filsafat
Penulis akan sedikit memaparkan para tokoh filsafat
atau para filsuf yang penulis ketahui berikut pendapatnya tentang ilmu filsafat,
berdasarkan periode zaman, yaitu :
2.2.1
Zaman
Purba
Zaman purba merupakan zaman batu yang dipandang para
sejarawan sebagai zamanpengetahuan ilmiah. Manusia mulai membuat alat-alat dan
senjata-senjata tertentu kira-kira 400.000 tahun yang lalu. Keberhasilan
manusia membuat benda-benmda tersebut setelah mengalami pengalaman
mencoba-coba. Sebagai hasilnya, manusia mampu menemukan pengetahuan ilmiah.
Kira-kira 30.000 tahun yang lalu manmusia primitive telah mempelajari cara
mengembangkan kehidupan mereka, kira-kira 15.000 tahun yang lalu , mereka
menemukan pertemuan. Mereka pada mulanya hidup dari mengumpulkan biji-bijian
dan buah-buahan. Sejak itu, manusia menemukan pengetahuan dengan menjadi
penghasil makanan sehingga manusia memilioki kelebihan persediaan. Manusia juga
mulai mampu mengatur waktu kerja dan istirahat sesuai dengan waktu siang dan
malam. Perkembangan kehidupan manusia sederhana yang penting lainnya, yaitu
manusia mulai berkelompok dan mengukur waktu serta perhitungan hari. Lalu
manusia sampai mpada zaman logam (metal age).
2.2.2
Zaman
Yunani
Zaman Yunani, dikaji sejak zaman yunani kuno (600
SM-200 M). Pada zaman Yunani kuno, terdapat tiga zaman yaitu, masa awal, masa
keemasan, serta masa helenitas dan Romawi.
a. Masa awal
Masa awal Yunani kuno ditandai oleh tercatatnya tiga
filsuf yang berasal dari daerah miletos yaitu Thales, Anaximandros, dan
Anaximenes. Selain ketiga nama tersebut beberapa nama dari daerah lain seperti
herakleitos dari Ephesos, Pythagoras dari Italia,Parmenides dari Elea, dan
Demokritos dari Abdera.
Pikiran-pikiran Thales ditulis oleh muridnya, yaitu
Anaximandros dan Anaximenes. Perhatiannya pada alam dan kejadian alamiah,
terutama dalam hubungannya pada perubahan-perubahan yang terjadi. Akan tetapi
mereka yakin bahwa pada perubahan itu terdapat suatu asas yang menentukan,
diantaranya asas yang berbeda. Thales menyebutnya asas air, Anaximandros
menyebutnya dengan asas yang tidak terbatas (to apeiron), dan Anaximenes
menyebutnya dengan asas udara. Herakleitos berpendapat bahwa assas itu adalah api.
Menurutnya, api adalah lambang perubahan. Di dunia ini tidak ada yang tetap,
definitive dan sempurna, tetapi berubah, seperti kayu, karena api dapat menjadi
abu. Segala sesuatu berada dalam status “menjadi” mengalir.
Pemikiran Pythagoras berbeda dengan filsuf pada
masanya, kecuali Anaximandros. Ia tidak menganggap perlu asas pertama yang
dapat ditentukan dengan pengenalan indera karena segala hal dapat diterangkan
atas dasar bilangan. Ia mengemukakan tanda nada yang sepadan dengan
perbandingan antar bilangan. Oleh karena itu Pythagoras terkenal sebagai
pengembang ilmu pasti dengan mengemukakan “Dalil Pythagoras”nya.
Adapun pamenides dari Alea pada masa awal filsafat
Yunani kuno mengemukakan “metafisika”, yaitu bagian filsafat yang mempersoalkan
“ada” (being) yang berkembang ,menjadi “yang ada sejauh ada” (being as being,
being as such). Parmenides juga berpendapat “yang ada itu ada, dan yang tidak
ada itu tidak ada”, mempunyai arti bahwa prulalitas itu tidak ada.
Filsuf berikutnya kembali pada kesaksian indera,
antara lain Demokritos yang bersama Leucippus membangun dan mengajukan teori
atomisme. Demokritos dan kawan-kawannya berpendapat bahwa segala sesuatu yang
terdiri dari atas bagian-bagian kecil yang tidak dapat dibagi-bagi lagi
(atom-atom, a tomas). Meskipun bentuk atom itu kecil dan tidak dapat dilihat
oleh mata, ia selalu bergerak sehingga membentuk realitas yang tampak pada
indera manusia.
b. Masa Keemasan
Masa keemasan Yunani kuno ditandai oleh sejumlah
nama mbesar yang sampai sekarang tidak pernah dilupakan oleh kalangan pemikir.
Nama besar pertama adalah Perikles yang tinggal di Athena. Athena menjadi pusat
penganut berbagai aliran filsafat yang ada masa itu. Pada masa tersebut
terdapat pemikiran sofistik yang penganutnya disebut kaum sofis, yaitu kaum
yang pandai berpidato yang tidak lagi menaruh perhatian utama pada alam, tetapi
menjadikan manusia sebagai pusat perhatian
studinya. Tokohnya adalah Protagoras. Pemahamannya memperlihatkan
sifat-sifat relativisme atau kebenaran yang bersifat relative, tidak ada kebenaran
yang tetap atau definitif. Benar, baik, dan bagus selalu berhubungan dengan
manusia, tidak mandiri sebagai kebenaran yang mutlak.
Pada masa keemasan tersebut pemikir-pemikir yang
terkenal seperti, Thales, Anaximander, Anaximenes, Hipocrates, Pythagoras,
Demokritus, Socrates, Plato, dan aristoteles. Dunia mengenal teori-teori mereka
seoerti unsure-unsur kimia, teori bilangan, teori atom, teori pengobatan, teori
matematika, teori geometri, dan pemikir yang bernama Aristoteles dengan teori
anatomi, botani dan zoologi. Diantara pemikir Aristoteles yang radikal adalah
pendapatnya yang menyatakan alam semesta tidak dikendalikan oleh serba
kebetulan, magis, atau oleh keinginan tidak terpikirkan oleh kehendak dewa,
tetapi oleh tingkah laku alam semesta yang tunduk pada hokum-hukum rasional.
c. Masa Helenitas dan Romawi
Masa Helenitas dan Romawi adalah masa yang tidak
dapat dilepaskan dari peranan Raja Alexander Agung. Dia mampu mendirikan negara
besar yang tidak sekedar meliputi seluruh yunani tetapi daerah-daerah disebelah
timurnya. Kebudayaan yunani menjadi kebudayaan suprarasional. Kebudayaan yunani
ini disebut kebudayaan Helenitas. Dalam bidang kebudayaan , selain akademi
lykeion dibuka juga sekolah-sekolah baru yang mengajarkan masalah etika, yaitu
tata ara bertingkahlaku untuk menemukan kebahagiaan dalam kehidupan bersama.
Ada sejumlah aliran pada masa ini, seperti aliran stoisisme, epikurisme,
eklektisisme, dan neoplatonisme.
2.2.3
Zaman
Patristik dan pertengahan (200 M-1600 M)
Zaman ini dibagi kedalam empat periode, yaitu : (1)
Zaman Patristik; (2) Zaman awal Skolastik; (3) Zaman keemasan Skolastik; (4)
Zaman akhir abad pertengahan. Istilah patristic berasal dari kata latin, yaitu
pater, yang berarti “Bapak dalam lingkungan gereja”. Bapak yang mengacu pada
pujangga keristen, artinya mencari jalan menuju teologi kristiani, melalui
peletakan dasar intelektual untuk agama keristen. Pada awal berkembangnya
magama keristen pada abad pertama terdapat pemikir filsuf yang menolak filsafat
yunani dengan seluruh kebudayaan kafir. Jadi, adaq dua pendirian yang
berlainan, yaitu yang berdasarkan agama keristen dan berdasarkan filsafat
yunani. Pandangan pemikir agama terbagi tiga dalam menanggapi filsafat ini.
Pandangan pertama berpendapat, setelah ada wahyu ilahi myang terwujud dalam
yesus keristus, mempelajari filsafat yunani dan filsafat lainnya adalah sia-sia
dan akan mengancam kemurnian iman keristen. Pandangan kedua mempelajari yunani
karena pemikiran yunani dipandang sebagai persiapan menuju injil. Pandangan ketiga
berusaha menengahi dengan menyintesiskan kedua pemikiran tersebut. Pandangan
ketiga menyatakan, filsafat yunani merupakan langkah awal menuju agama
(praeparatio evangelica) yang harus diterima dan dikembangkan.
2.2.4
Zaman
awal Skolastik
Sutardjo wiramihardja mengatakan, zaman ini
berhubungan denga terjadinya perpindahan penduduk, yaitu perpindahan bangsa hun
dari asia masuk ke Eropa sehingga bangsa Jerman pindah melalui perbatasan
kekaisaran Romawi yang secara politik sudah mengalami kemorosotan. Karena situasi
yang ricuh, tidak banyak pemikiran filsafat yang patut ditampilkan pada masa
ini. Hanya ada beberapa tokoh dan situasi penting yang harus diperhatikan dalam
memahami filsafat pada masa ini. Yang pertama, ahli piker Boethius (480-524 M),
dalam usianya yang ke 44 tahun ia dihukum mati dengan tuduhan berkomplot. Ia
dianggap sebagai filsuf akhir Romawi dan filsuf pertama Skolastik. Jasanya
adalah menerjemahkan logika Aristoteles kedalam bahasa latin dan menulis
beberapa traktat logika aristoteles. Kedua kaisar Karel Agung, yang memerintah
pada awal abad ke 9 yang telah berhasil mencapai stabilitas politik yang besar.
Yang ketiga terdapat beberapa nama penting seperti Johanes Scotus, Eriugena,
Anselmus, Abelardus. Eriugena (810-877) bekerja di sekolah lingkungan istana
Karel Agung. Ia berjasa dalam menerjemahkan karya Pseudo Dionysios kedalam
bahasa latin sehingga menjadi referensi bagi dunia pemikiran abad-abad
selanjutnya.
2.2.5
Zaman
Keemasan Skolastik
Zaman keemasan Skolastik terjadi pada abad ke -13.
Sama dengan abad pertengahan, pada zaman keemasan skolastik filsafat dipelajari
dalam hubungannya dengan teologi. Akan tetapi tidak berarti wacana filsafat
hilang. Filsafat tetap dipelajari walaupun tidak secara terbuka dan mandiri.
Pada abad ini dibangun sintesis filosofis yang penting. Sintesisnya berkaitan
dengan tiga hal. Pertama didirikannya universitas-universitas pada tahun 1200,
Kedua beberapa ordo baru dibentuk. Ketiha, ditemukan dan digunakannyan sejumlah
karya filsafat yang sebelumnya tidak dikenal.
2.2.6
Zaman
Akhir Abad Pertengahan
Pada akhir abad ke 14 terjadi sikap kritis atas
berbagai usaha pemikiran yang menyintesiskan pemikiran filsafat dan teologi
yang semakin menyimpang dari pendapat Aristoteles. Dua pusat pada abad ke 14
yang berjasa dalam mempersiapkan ilmu pengetahuan alam modern adalah Johanes
Buridanin (1298-1359) Di Parisian Thomas Bradwardine (1300-1349) Di Oxford.
Dalam filsafat, perkembangan tampil dalam bentuk “jalan modern” (via moderna)
yang dipertentangkan dengan “jalan kuno” (via antique).
Via antiqua
atau jalan kuno adalah mazhab-mazhab skolastik tradisional, terutama homisme
dan dan scotisme, serta neoplatonisme, Aristotelisme moderat, dan Albertisme,
sedangkan via moderna atau jalan
modern didasari oleh pemikiran Gulielmus (1285-1349) dari Inggris yang menjadi
anggota ordo fransiskan. Pendapat-pendapatnya sering bertentangan dengan
pemikiran gereja, dalam hal ini paus di vatikan, sehingga terjadilah
pertengakaran yang menyebabkan ia lebih memperhatikan masalah-masalah logika,
meskipun masih menulis komentar atas sententie.
Gulielmus lebih terkenal denga nama Ockham, kota
kelahirannya, cenderung pada empirisme. Ia menolak individuasi, tetapi lebih
cenderung pada sifat individual. Bentuk pengenalan paling sempurna adalah
bersifat indriawi yang lebih langsung. Oleh karena itu, pengenalan indriawi
harus dianggap intuitip, dibedakan dengan pengenalan abstrak. Pengenalan
intelektual yang abstrak mempunyai konsep umum sebagai objeknya. Ockham
menekankan bahwa konsep merupakan suatu “tanda wajar” (signum naturale),
sedangkan terma atau istilah yang menjelma konsep dalam bahasa bersifat
konvensional sehingga dapat berlainan.
Dalam metafisika, Ockham menggunakan dua prinsip
yang berpengaruh pada pemikiran filsafat pada waktu itu. Pertama, “Ockham’s Razor”
bahwa keberadaan tidak dapat dilipatgandakan, apabila tidak perlu. Artinya,
suatu realitas metafisika tidak dapat diterima jika dasarnya tidak kuat. Kedua,
apa yang dapat dibedakan, dapat diisahkan, paling tidak, allahlah yang dapat
memisahklannya. Berdasarkan dua prinsip tersebut, ia membersihkan metafisika
dari perdebatan steril yang merajalela dalam mazhab skolastik. Melalui jalan
modern ini, Ockham berhasil karena banyak orang sudah jenuh dengan perselisihan
yang tidak memberi manfaat nyata.
Dalam mengenal Allah, Ockham bersikap lebih kritis
terhadap pengenalan manusia kepada Allah. Menurutnya, dengan rasio saja, tidak
mungkin manusia mengenal Allah. Pengenalan hanya dapat terjadi melalui iman dan
kepercayaan. Kekuasaan Allah adalah absolut. Tata susunan moral yang dibuat
manusia tidak bersifat absolut dan sama sekali bergantung pada kehendak Allah.
Filsafat abad pertengahan diawali oleh Boethius dan
diakhiri oleh Nocholaus Cusanus (1401 – 1464). Nicolaus Cosanus membedakan tiga
macam pengenalan, yaitu pancaindra, rasio, dan nintuisi. Pengenalan indriawi
kurang sempurna, sedangkan rasio membentuk konsep berdasarka pengenalan
idnriawi, yang aktivitasnya dikuasi prinsip nonkontradiksi (tidak mungkin
sesuatu ada dan tidak ada). Dengan rasio, manusia tidak dapat mengeathui apapun
(docta ignoratia). Akan tetapi dengan intuisi, manusia dapat mencapai segala
sesuatu yang tidak terhingga. Allah merupakan objek intuisi manusia. Dalam diri
Allah, seluruh hal yang berlawanan akan mencapai kesatuan. Pengetahuan yang
luas menjadikan Nicolaus sebagai eksponen abad pertengahan.
Setelah masa yunani berlangsung, muncul dan
bangkitlah masa renaisans. Sementara umat islam mengalami kemunduran, Eropa
mulai menampakkan kecemerlangan. Mereka sadar akan ketertinggalan dan keterbelakangan
ilmu pengetahuan mereka . Sejarah keilmuan lebih berkembang mulai abad ke-14
dan ke-15 melalui ekspedisi-ekspedisi besar,
seperti Vasco da Gama ke India Timur, dengan kapten kapalnya yaitu,
Abdul Majid (arab), dan ekspedisi Christopher Colombus (1451-1506 M) ke India
Barat. Penemuan mesin cetak pada abad ke-15 M oleh Johan Gutenberg (1400-1468
M) merupakan titik balik yang paling
penting (Hart, 1985: 68-76).
Tokoh-tokoh Renaisans, seperti Francis Bacon, Descates,
Newton, Kepler, Nicolaus,Copernicus, Galileo, Lavoiser, Muller, Pasteur, Koch,
Darwin, Linnaeus, Lamarck, Cuvier, dan Dalton mempercepat kemajuan pengetahuan
ilmiah. Francis Bacon, seorang filsuf besar pertama yang menyadari bahawa ilmu
pengetahuan dan filsafat dapat mengubah dunia. Ia menganjurkan agar dilakukan
penyelidikan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Ia juga merupakan seorang
peletak dasar metode induktif modern dan seorang pioneer percobaan
sistematisasi logika dalam menyusun teori keilmuan..
2.2.7
Zaman
modern (1600 - 1800 M)
Sebagian orang menganggap bahwa periode modern
hanyalah perluasan periode Renaisans. Akan tetapi, pemikiran ilmiah membawa
manusia kearah yang lebih maju. Manusia maju dengan langkah raksasa, dari zaman
uang sampai listrik, lalu ke zaman atom, electron, radio, televisi, robot dan
zaman ruang angkasa. Bertrand Russel menyatakan bahwa dalam sejarah, sebuah
masa dapat dinyatakan sebagai masa “modern” dilihat dari adanya berbagai
perubahan mental yang menunjukan perbedaan dibandingkan dengan masa
pertengahan. Perbedaan tersebut tampak dalam dua hal yang sangat penting, yaitu
yang pertama, berkurangnya cengkeraman kekuasaan gereja; kedua, bertambah
kuatnya otoritas ilmu pengetahuan.
Pada zaman ini begitu pesat perkembangan ilmu
pengetahuan dengan lahirnya pemikir pemikir hebat seperti Albert Estein
(1879-1955 M) yang telah menemukan teori relativitas, yang dirumuskan pada
tahun 1905M. Salah satu kesimpulan teori relativitas, yaitu benda dan energi
yang berada, dalam arti yang berimbangan dan berhubungan antara keduanya
dirumuskan sebagai E=mc². E menunjukkan energy, M menunjukkan benda sedangkan c
menunjukkan cahaya. Sementara c = 180.000 km per detik. Jadi, c² ( c x c ),
menjadi sebuah benda kecil dalam kondisi mampu diubah menjadi energy yang luar
biasa. Hal ini dapat dibuktikan sehingga orang tercengang, ketika secara
tiba-tiba bom atom pertama, wujud proyek Manhattan, Amerika Serikat, meledak
menyapu Hirosima dan Nagasaki berkat bantuan Teori relativitasnya. Manusia
modern bepergian dengan pesawat supersonic, radio, televise, telepon, robot,
dan kini internet telah mempersempit jarak ribuan kilometer dunia. Dunia yang
jauhnya ribuan kilometer, kini telah menjadi sebuah desa besar yang semua
peristiwanya dapat disimak seperti kilattanpa menunggu waktu lama.
2.2.8
Zaman
Baru
Zaman baru dimulai dengan aliran fenomenologi,
Edmund Husserl, seorang filsuf dan matematikus intensionalitas, melahirkan
filsafat fenomenologi berdasarkan pemikiran Brentano. Dalam pengertian sebagai
suatu metode, Kant dan Husserl mengatakan bahwa yang dapat diamati hanyalah
fenomena bukan neumenon atau sumber gejala itu sendiri. Dengan demikian,
terhadap segala sesuatu yanag diamati terdapat hal-hal yang membuat
pengamatannya tidak murni sehingga perlu nadanya reduksi. Jadi, pengamatan
biasa akan menimbulkan bias. Meskipun merupakan hal biasa pada manusia umumnya,
pengamatannya tidak memuaskan para filsuf dan mereka yang menginginkan
kebenaran secara murni. Adapaun hal-hal yang perlu dilakukan adalah meroduksi
fenomenologi yang disebut reduksi epochal
menjadikan yang bukan bagian saya
menjadi bagian saya. Tiga hal yang perlu disishkan dari usaha menginginkan
kebenaran yang murni yaitu :
a. Membebaskan diri dari anasir atau unsure
subjektif,
b. Membebaskan diri dari kungkungan
teori-teori dan hipotesis-hipotesis, serta
c. Membebaskan diri dari doktrin-doktrin
tradisional
Setelah melakukan reduksi pertama, reduksi yang
kedua dilakukan yaitu reduksi eiditis, melalui reduksi ini fenomena yang
dihadapi mampu mencapai inti atau esensi. Kedua reduksi tesebut adalah mutlak,
selain kedua reduksi tersebut terdapat reduksi ketiga dan yang berikutnya
dengan maksud mendapatkan pengamatan yang murni, tidak terkotori oleh unsure
apapun, serta dalam usaha mencari
kebenaran yang tertinggi.Seorang kritikus fenomenologi menyindir
reduksi-reduski tersebut dengan mengatakan, fenomenologi itu seperti upaya
menajamkan pisau untuk mencapai taraf ketajaman yang prima. Pengasahan
dilakukan terus menerus, berulang-ulang hingga tajam, dan ahirnya pisau
tersebut habis. Selain sebagai metode untuk mencapai kebenaran, fenomenologi
juga berkembang sebagai aliran atau ajaran filsafat.
Setelah fenomenologisme, muncul eksistensialisme,
terutama merupakan hasil pemikiran Soren Kierkegaard yang dikenal banyak orang
sebagai perlawanan atas materialsme atau idealisme. Soren berpendapat bahwa
manusia mengerti berkehendak dan berkarsa bebas, serta memiliki faham
kesusilaan dan berupaya membangun kebudayaan sendiri. Hal tersebut terjadi
apabila ia berada di dunia sebagai objek. Eksistensialsme adalah aliran
filsafat yang memandang segala hal berpangkal pada eksistensinya. Artinya,
Eksistensialisme merupakan cara manusia berada, atau lebih tepatnya adalah cara
manusia mengada di dunia.
2.2.9
Zaman
pasca modernism
Pasca modernisme merupakan aliran filsafat yang
lahir pada awal abad ke-20 atau pertengahan abad ke-20. Menurut Hergenhahn,
pasca modernisme mengacu pada keyakinan yang prevalen, seperti semua hal,
termasuk pendapat sepanjang abad pertengahan. Perilaku masnusia dapat
diterangkan menurut dogma gereja. Pertanyaan otoritas gereja yng dimulai pada
abad renaisans dan mengarah pada cara-cara pendalaman yang lebih objektif. Para
tokoh seperti, Newton, Bacon, dan Descatres memperlihatkan keterangan tentang
kekuatan bernalar yang tidak terbebani oleh kekuasaan dan bias. Pada masa ini,
gagasan-gagasan pencerahan mulai ditantang oleh para filsuf, seperti Hume dank
ant yang memperlihatkan keterbatasan rasionalitas manusia. Romantisme dan
eksistensialisme dapat dipandang sebagai reaksi terhadap keyakinan pencerahan
bahwa perilaku manusia dapat diterangkan dengan pengertian-pengertian hokum
yang abstrak. Kierkegaard mengklaim bahwa kebenaran adalah subjektivitas.
Pendapat Nietzsche mengenai “ Perfektivisme “ merupakan dua contoh nyata
oposisi. Selanjutnya, konsep William James mengenai empirisme dan pragmatisme
radikal memperlihatkan peremehan serupa untuk universialisme. Pada
kenyataannya, James mengacu pada absolutisme
sebagai “penyakit besar pemikiran filosofis”.
Sejak tahun 1960-an, pasca modernisme, baik yang disebut
konstruksinisme atau dekonstruksinisme, telah memperbaiki serangan terhadap
gagasan-gagasan pencerahan. Pada intinya para penganut pasca modernism meyakini
bahwa realitas diciptakan manusia dan kelompokorang dalam berbagai konteks
pribadi, historis, dan cultural. Hal ini bersifat dan berkedudukan kontras
dengan keyakinan modernis (pencerahan) bahwa kenyataan merupakan beberapa
kebenaran yang abadi dan ditemukan melalui pemngalaman, nalar tidak bias, atau
metode ilmiah.
Perkembangan filsafat mulai Yunani kuno hingga zaman
modern dan pasca modernism, mengantarkan kita pada zaman kegemilangan
pengetahuan bagi kehidupan manusia di dunia. Perkembangan tersebut sesungguhnya
merupakan bagian dari terbentuknya filsafat pendidikan. Latar belakang setiap
perkembangan mengisyaratkan bahwa pendidikan sangat penting untuk kehidupan
manusia. Tanpa pendidikan, ilmu pengetahuan akan mengalami kejumudan. Berbagai
penemuan ilmiah secara filosofis diawali oleh pertanyaan-pertanyaan manusia
tentang kehidupan lahiriah dan batiniah, yaitu kenyataan yang realsitik dan
metafisik.
Setiap keadaan yang nyata memberikan gambaran
tentang eksistensi dari yang “tidak nyata”, meskipun sesungguhnya ketidaknyataan
hanya ada disebabkan oleh keterbatasan alat indra manusia dalam melihat sesuatu yang immaterial. Oleh karena
itu manusia tidak pernah mau berhenti untuk mencari tahu mengenai seluruh yang
materiil dan immaterial, yang kemudian melahirkan epistemology pendidikan,
yaitu teori pengetahuan yang mencari seluk beluk, sumber, dan tujuan ilmu
pengetahuan melalui perencanaan dan pelaksanaan pendidikan formal, nonformal,
dan yang informal.
Demikian tokoh filsuf pada zamannya yang dapat
penulis paparkan, masih banyak tokoh dan ahli fikir atau filsuf yang banyak
melahirkan pemikiran tentang hidup dan kehidupan. Namun penulis hanya mampu
sedikit memaparkannya pada makalah ini sebagai tambahan informasi dan ilmu
pengetahuan.
2.3 Filsafat Ilmu Khusus Dalam PAUD
Filsafat ilmu adalah bagian dari filsafat yang
menjawab beberapa pertanyaan mengenai hakikat ilmu. Bidang ini mempelajari
dasar-dasar filsafat, asumsi dan implikasi dari ilmu, yang termasuk di dalamnya
antara lain ilmu alam dan ilmu sosial. Di sini, filsafat ilmu sangat berkaitan
erat dengan epistemologi dan ontologi. Filsafat ilmu berusaha untuk dapat
menjelaskan masalah-masalah seperti: apa dan bagaimana suatu konsep dan
pernyataan dapat disebut sebagai ilmiah, bagaimana konsep tersebut dilahirkan,
bagaimana ilmu dapat menjelaskan, memperkirakan serta memanfaatkan alam melalui
teknologi; cara menentukan validitas dari sebuah informasi; formulasi dan
penggunaan metode ilmiah; macam-macam penalaran yang dapat digunakan untuk
mendapatkan kesimpulan; serta implikasi metode dan model ilmiah terhadap
masyarakat dan terhadap ilmu pengetahuan itu sendiri.
Dalam PAUD pun tentu adanya campur tangan Filsafat,
karena didalam PAUD terdapat satu kehidupan dan yang Hidup, Yang Eksistensinya
harus dicermati dan dilakukan penelitian, mencari tahu asal muasal, pertumbuhan
dan perkembangannya. sejalan Perkembangan zaman, Filusuf tidak hanya memikirkan
sesuatu benda kecil disulap menjadi sesuatu yang maha dahsyat seperti bom atom
atau nuklir. Namun ada juga filsuf yang memikirkan bagaimana mahluk hidup
ciptaan tuhan yang mulai lahir hingga usia 8 tahun dapat berkembang dan menjalani hidup melalui
perkembangan yang sistematis dan berurut. Maka para filsuf atau para pakar anak
usia dini mengemukakan pendapatnya mengenai tumbuh kembang mereka.Sebelum masuk
kajian Filsafat ilmu khusus dalam PAUD penulis akan sedikit memaparkan
metodologi filsafat:
2.3.1
Metodologi
Filsafat
a. Metode Deduksi
Metode berfikir yang menarik kesimpulan dari
prinsip-prinsip umum kemudian menerapkannya pada sesuatu yang bersifat khusus.
b. Metode Induksi
Metode berfikir dalam menarik kesimpulan dari prinsip
khusus, kemudian menerapkannya pada sesuatu yang bersifat khusus.
c. Metode Dialektika
Metode berfikir yang menarik kesimpulan melalui tiga
tahap atau jenjang, yaitu, tesis, antithesis, dan sintesis. Tiga metode
filsafat tersebut dapat dibagi menjadi dua pendekatan, yaitu : (1) pendekatan
logika; (2) pendekatan dialektika.
Ada juga yang mengatakan bahwa metode filsafat
adalah : ontology, epistemology, dan aksiologi, selain itu ada juga metode lain
yang diterapkan oleh filsuf antara lain, Plato, membahas filsafat dengan metode
dialektik, yaitu metode dialogis. Aristoteles menerapkan metode silogisme atau
logika. Dan masih banyak lagi metode yang diterapkan oleh para filsuf dalam
membahas filsafat. Tak terkecuali dengan para filsuf atau para pakar anak usia
dini mereka akan memaparkan bagaimana hakikat anak usia dini. Berikut penulis
paparkan pendapat pakar atau ahli anak usia dini.
- Johann Heinrich Pestalozzi
adalah seorang ahli pendidikan Swiss yang
hidup antara 1746-1827. Pestalozzi adalah seorang tokoh yang memiliki pengaruh
cukup besar dalam dunia pendidikan. Pestalozzi berpandangan bahwa anak pada
dasarnya memiliki pembawaan yang baik. Pertumbuhan dan perkembangan yang
terjadi pada anak berlangsung secara bertahap dan berkesinambungan. Lebih
lanjut ia mengemukakan bahwa masing-masing tahap pertumbuhan dan perkembangan
seorang individu haruslah tercapai dengan sukses sebelum berlanjut pada tahap
berikutnya. Permasalahan yang muncul dalam suatu tahap perkembangan akan
menjadi hambatan bagi individu tersebut dalam menyelesaikan tugas
perkembangannya dan hal ini akan memberikan pengaruh yang cukup besar pada
tahap berikutnya.
Pestalozzi memiliki
keyakinan bahwa segala bentuk pendidikan adalah berdasarkan pengaruh panca
indera, dan melalui pengalaman-pengalaman tersebut potensi-potensi yang
dimiliki oleh seorang individu dapat dikembangkan. Pestalozzi percaya bahwa
cara belajar yang terbaik untuk mengenal berbagai konsep adalah dengan melalui
berbagai pengalaman antara lain dengan menghitung, mengukur, merasakan dan
menyentuhnya .
Pandangannya tentang tujuan pendidikan ialah
memimpin anak menjadi orang yang baik dengan jalan mengembangkan semua daya
yang dimiliki oleh anak. Ia memandang bahwa segala usaha yang dilakukan oleh
orang dewasa harus disesuaikan dengan perkembangan anak menurut kodratnya,
sebab pendidikan pada hakekatnya adalah suatu usaha pemberian pertolongan agar
anak dapat menolong dirinya sendiri di kemudian hari. Pandangan Pestalozzi
tentang anak dapat disimpulkan bahwa anak harus aktif dalam menolong atau
mendidik dirinya sendiri. Selain itu perkembangan anak berlangsung secara
teratur, maju setahap demi setahap, implikasi atau pengaruhnya adalah bahwa
pembelajaran pun harus maju teratur selangkah demi selangkah.
Selain itu Pestalozzi memandang bahwa keluarga
merupakan cikal bakal pendidikan yang pertama, sehingga baginya seorang ibu
memiliki tanggung jawab yang cukup besar dalam memberikan dasar-dasar
pendidikan yang pertama bagi anak-anaknya. Dari pandangannya tersebut dapat
ditarik kesimpulan bahwa lingkungan terutama lingkungan keluarga memiliki andil
yang cukup besar dalam membentuk kepribadian seorang anak pada awal
kehidupannya. Kasih sayang yang didapatkan anak dalam lingkungan keluarganya
akan membantu mengembangkan potensinya. Dalam pandangan Pestalozzi kecintaan
yang diberikan ibu kepada anaknya akan memberikan pengaruh terhadap keluarga,
serta menimbulkan rasa terima kasih dalam diri anak. Pada akhirnya, rasa terima
kasih tersebut akan menimbulkan kepercayaan anak terhadap Tuhan. Dari uraian di
atas, nampak bahwa Pestalozzi menghendaki bentuk pendidikan yang harmonis yang
seimbang antara jasmani, rohani, sosial dan agama.
- Maria Montessori
Maria Montessori hidup sekitar tahun
1870-1952. Ia adalah seorang dokter dan ahli tentang manusia yang berasal
Italia. Pemikiran-pemikiran serta metode yang dikembangkannya masih populer di
seluruh dunia. Pandangan Montessori tentang anak tidak terlepas dari pengaruh
pemikiran ahli yang lain yaitu Rousseau dan Pestalozzi yang menekankan pada
pentingnya kondisi lingkungan yang bebas dan penuh kasih agar potensi yang
dimiliki anak dapat berkembang secara optimal. Montessori memandang
perkembangan anak usia prasekolah/ TK sebagai suatu proses yang
berkesinambungan. Ia memahami bahwa pendidikan merupakan aktivitas diri yang
mengarah pada pembentukan disiplin pribadi, kemandirian dan pengarahan diri.
Menurut Montessori, persepsi anak tentang
dunia merupakan dasar dari ilmu pengetahuan. Untuk itu ia merancang sejumlah
materi yang memungkinkan indera seorang anak dikembangkan. Dengan menggunakan
materi untuk mengoreksi diri, anak menjadi sadar terhadap berbagai macam
rangsangan yang kemudian disusun dalam pikirannya. Montessori mengembangkan
alat-alat belajar yang memungkinkan anak untuk mengeksplorasi lingkungan.
Pendidikan Montessori juga mencakup pendidikan jasmani, berkebun dan belajar
tentang alam.
Montessori beranggapan bahwa pendidikan
merupakan suatu upaya untuk membantu perkembangan anak secara menyeluruh dan
bukan sekedar mengajar. Spirit atau nilai-nilai dasar kemanusiaan itu
berkembang melalui interaksi antara anak dengan lingkungannya. Montessori
meyakini bahwa ketika dilahirkan, anak secara bawaan sudah memiliki pola
perkembangan psikis atau jiwa. Pola ini tidak dapat teramati sejak lahir.
Tetapi sejalan dengan proses perkembangan yang dilaluinya maka akan dapat
teramati. Anak memiliki motif atau dorongan yang kuat ke arah pembentukan
jiwanya sendiri (self construction) sehingga secara spontan akan berusaha untuk
membentuk dirinya melalui pemahaman terhadap lingkungannya.
Montessori menyatakan bahwa dalam perkembangan
anak terdapat masa peka, suatu masa yang ditandai dengan begitu tertariknya
anak terhadap suatu objek atau karakteristik tertentu serta cenderung
mengabaikan objek yang lainnya. Pada masa tersebut anak memiliki kebutuhan
dalam jiwanya yang secara spontan meminta kepuasan. Masa peka ini tidak
bisa dipastikan kapan timbulnya pada diri seorang anak, karena bersifat spontan
dan tanpa paksaan. Setiap anak memiliki masa peka yang berbeda. Satu hal yang
perlu diperhatikan adalah bahwa jika masa pekatersebut tidak dipergunakan
secara optimal maka tidak akan ada lagi kesempatan bagi anak
untuk mendapatkan masa pekanya kembali. Tetapi meskipun demikian, guru dapat
memprediksi atau memperkirakan timbulnya masa peka pada seorang anak dengan
melihat minat anak pada saat itu.
Berkaitan dengan hal tersebut maka tugas
seorang guru adalah mengamati dengan teliti perkembangan setiap muridnya yang
berhubungan dengan masa pekanya. Kemudian guru dapat memberikan stimulasi atau
rangsangan yang dapat membantu berkembangnya masa peka anak sesuai dengan
fungsinya.
Anak memiliki kemampuan untuk membangun
sendiri pengetahuannya, dan hal tersebut dilakukan oleh anak mulai dari awal
sekali. Gejala psikis atau kejiwaan yang memungkinkan anak membangun
pengetahuannya sendiri dikenal dengan istilah jiwa penyerap (absorbent mind).
Dengan gejala psikis/kejiwaan tersebut anak dapat melakukan penyerapan secara
tidak sadar terhadap lingkungannya, kemudian menggabungkannya dalam kehidupan
psikis/jiwanya. Seiring dengan perkembangannya, maka proses penyerapan tersebut
akan berangsur disadari.
- Friendrich Wilheim August Froebel
Froebel yang bernama lengkap Friendrich
Wilheim August Froebel, lahir di Jerman pada tahun 1782 dan wafat pada tahun
1852. Pandangannya tentang anak banyak dipengaruhi oleh Pestalozzi serta para
filsuf Yunani. Froebel memandang anak sebagai individu yang pada kodratnya
bersifat baik. Sifat yang buruk timbul karena kurangnya pendidikan atau
pengertian yang dimiliki oleh anak tersebut.
Setiap tahap perkembangan yang dialami oleh
anak harus dipandang sebagai suatu kesatuan yang utuh. Anak memiliki potensi,
dan potensi itu akan hilang jika tidak dibina dan dikembangkan. Tahun-tahun
pertama dalam kehidupan seorang anak amatlah berharga serta akan menentukan
kehidupannya di masa yang akan datang. Oleh karenaitu masa anak merupakan masa
emas (The Golden Age) bagi penyelenggaraan pendidikan. Masa anak merupakan
fase/tahap yang sangat fundamental bagi perkembangan individu karena pada
fase/tahap inilahterjadinya peluang yang cukup besar untuk pembentukan dan pengembangan pribadi seseorang.
Pendidikan keluarga sebagai pendidikan pertama
bagi anak dalam kehidupannya, sangatlah penting, karena kehidupan yang dialami
oleh anak pada masa kecilnya akan menentukan kehidupannya di masa depan.
Froebel memandang pendidikan dapat membantu perkembangan anak secara wajar. Ia
menggunakan taman sebagai simbol dari pendidikan anak. Apabila anak mendapatkan
pengasuhan yang tepat, maka seperti halnya tanaman muda akan berkembang secara
wajar mengikuti hukumnya sendiri. Pendidikan taman kanak-kanak harus mengikuti
sifat dan karakteristik anak. Oleh sebab itu bermain dipandang sebagai metode
yang tepat untuk membelajarkan anak, serta merupakan cara anak dalam meniru
kehidupan orang dewasa di sekelilingnya secara wajar. Froebel memiliki
keyakinan tentang pentingnya belajar melalui bermain.
- Jean Jacques Rousseau
Jean Jacques Rousseau yang hidup antara tahun
1712 sampai dengan tahun 1778, dilahirkan di Geneva, Swiss, tetapi sebagian
besar waktunya dihabiskan di Perancis. Rousseau menyarankan konsep “kembali ke
alam” dan pendekatan yang bersifat alamiah dalam pendidikan anak. Bagi Rousseau
pendekatan alamiah berarti anak akan berkembang secara optimal, tanpa hambatan.
Menurutnya pula bahwa pendidikan yang bersifat alamiah menghasilkan dan memacu
berkembangnya kualitas semacam kebahagiaan, spontanitas dan rasa ingin tahu.
Rousseau percaya bahwa walaupun kita telah melakukan kontrol terhadap pendidikan
yang diperoleh dari pengalaman sosial dan melalui indera, tetapi kita tetap
tidak dapat mengontrol pertumbuhan yang sifatnya alami.
Untuk mengetahui kebutuhan anak, guru harus
mempelajari ilmu yang berkaitan dengan anak-anak. Tujuannnya adalah agar guru
dapat memberikan pelajaran yang sesuai dengan minat anak. Jadi yang menjadi
titik pangkal adalah anak. Tujuan pendidikan menurut gagasan Rousseau adalah
membentuk anak menjadi manusia yang bebas. Rousseau memiliki keyakinan bahwa
seorang ibu dapat menjamin pendidikan anaknya secara alamiah. Ia
berprinsip bahwa dalam mendidik anak, orang tua perlu memberi kebebasan pada
anak agar mereka dapat berkembang secara alamiah
- Jean Piaget
Jean Piaget bersama dengan Lev Vigotsky adalah
dua orang ahli psikologi yang pertama kali mencetuskan teori kontruktivisme .
Pada dasarnya paham konstruktivis ini mempunyai asumsi bahwa anak adalah
pembangun pengetahuan yang aktif. Anak mengkonstruksi/membangun pengetahuannya
berdasarkan pengalamannya. Pengetahuan tersebut diperoleh anak dengan cara
membangunnya sendiri secara aktif melalui interaksi yang dilakukannya dengan
lingkungan. Menurut paham ini anak bukanlah individu yang bersifat pasif, yang
hanya menerima pengetahuannya dari orang lain. Anak adalah makhluk belajar yang
aktif yang dapat mengkreasi/mencipta dan membangun pengetahuannya sendiri.
Para ahli konstruktif meyakini bahwa
pembelajaran terjadi saat anak memahami dunia di sekeliling mereka.
Pembelajaran menjadi proses interaktif yang melibatkan teman sebaya anak, orang
dewasa dan lingkungan. Anak membangun pemahaman mereka sendiri terhadap dunia.
Mereka memahami apa yang terjadi di sekeliling mereka dengan mensintesa
pengalaman-pengalaman baru dengan apa yang telah mereka pahami sebelumnya.
Contoh berikut ini akan membantu Anda untuk
memahami pandangan ini. Seorang anak TK yang keluarganya memiliki seekor anjing
berjalan-jalan dengan mengendarai mobil bersama keluarganya. Mereka melintasi
seekor sapi di suatu lapangan. Anak itu menunjuk dan mengatakan “anjing”. Orang
tuanya memberitahukan anak tersebut bahwa binatang tersebut
bukanlah seekor anjing melainkan sapi dan bahwa sapi berbeda dengan anjing.
Informasi yang baru tersebut akan dicerna
dengan apa yang telah diketahui dan penyesuaian mental akan terbentuk. Meskipun
anak harus membangun sendiri pemahaman, pengetahuan, dan pembelajaran mereka,
peran orang dewasa sebagai fasilitator dan mediator sangatlah penting.
Berdasarkan asumsi tadi nampak bahwa
pendekatan ini menekankan pada pentingnya keterlibatan anak dalam proses
pembelajaran. Untuk itu maka guru harus mampu menciptakan lingkungan belajar
yang menyenangkan, akrab, dan hangat melalui kegiatan bermain maupun
berinteraksi dengan lingkungan sehingga dapat merangsang partisipasi aktif dari
anak.
Piaget dan Vigotsky sama-sama menekankan pada
pentingnya aktivitas bermain sebagai sarana untuk pendidikan anak, terutama
yang berkaitan dengan pengembangan kapasitas berfikir. Lebih jauh mereka
berpendapat bahwa aktivitas bermain juga dapat menjadi akar bagi perkembangan
perilaku moral. Hal itu terjadi ketika dihadapkan pada suatu situasi yang
menuntut mereka untuk berempati serta memenuhi aturan dan perannya dalam
kehidupan bermasyarakat.
Interaksi yang dilakukan anak dengan
lingkungan sekitarnya, baik itu orang dewasa maupun anak-anak yang lainnya
dapat memberikan bekal yang cukup berharga bagi anak, karena dapat membantu
mengembangkan kemampuan berbahasa, berkomunikasi serta bersosialisasi, dan yang
tidak kalah pentingnya adalah melalui interaksi tersebut anak akan belajar
memahami perasaan orang, menghargai pendapat mereka, sehingga secara tidak
langsung anak juga berlatih mengekspresikan/menunjukkan emosinya.
- Ki Hadjar Dewantara
Nama aslinya adalah Suwardi Suryaningrat lahir
pada tanggal 2 Mei 1899. Ki Hadjar memandang anak sebagai kodrat alam yang
memiliki pembawaan masing-masing serta kemerdekaan untuk berbuat serta mengatur
dirinya sendiri. Akan tetapi kemerdekaan itu juga sangat relatif karena
dibatasi oleh hak-hak yang patut dimiliki oleh orang lain.
Anak memiliki hak untuk menentukan apa yang
baik bagi dirinya, sehingga anak patut diberi kesempatan untuk berjalan
sendiri, dan tidak terus menerus dicampuri atau dipaksa. Pamong hanya boleh
memberikan bantuan apabila anak menghadapi hambatan yang cukup berat dan tidak
dapat diselesaikan. Hal tersebut merupakan cerminan dari semboyan “tut wuri
handayani”.
Ki Hadjar juga
berpandangan bahwa pengajaran harus memberi pengetahuan yang berfaedah lahir
dan batin, serta dapat memerdekakan diri. Kemerdekaan itu hendaknya diterapkan
pada cara berfikir anak yaitu agar anak tidak selalu diperintahkan atau
dicekoki dengan buah pikiran orang lain saja tetapi mereka harus dibiasakan
untuk mencari serta menemukan sendiri berbagai nilai pengetahuan dan
keterampilan dengan menggunakan pikiran dan kemampuannya sendiri.
Uraian di atas memperlihatkan bahwa Ki Hadjar
memandang anak sebagai individu yang memiliki potensi untuk berkembang,
sehingga pemberian kesempatan yang luas bagi anak untuk mencari dan menemukan
pengetahuan, secara tidak langsung akan memberikan peluang agar potensi yang
dimiliki anak dapat berkembang secara optimal. Ki Hadjar Dewantara menjelaskan
bahwa anak lahir dengan kodrat atau pembawaannya masing-masing. Kekuatan
kodrati yang ada pada anak ini tiada lain adalah segala kekuatan dalam
kehidupan batin dan lahir anak yang ada karena kekuasaan kodrat (karena faktor
pembawaan atau keturunan yang ditakdirkan secara ajali).
Kodrat anak bisa baik dan bisa pula
sebaliknya. Kodrat itulah yang akan memberikan dasar bagi pertumbuhan dan
perkembangan anak. Dengan pemahaman seperti di atas, Dewantara memandang bahwa
pendidikan itu sifatnya hanya menuntun bertumbuhkembangnya kekuatan-kekuatan
kodrati yang dimiliki anak. Pendidikan sama sekali tidak mengubah dasar
pembawaan anak, kecuali memberikan tuntunan agar kodrat-kodrat bawaan anak itu
bertumbuhkembang ke arah yang lebih baik.
Pendidikan berfungsi menuntun anak yang
berpembawaan tidak baik menjadi lebih berkualitas lagi disamping untuk
mencegahnya dari segala macam pengaruh jahat. Dengan demikian, tujuan
pendidikan itu adalah untuk menuntun segala kodrat yang ada pada anak agar ia
sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaaan yang
setinggi-tingginya dalam hidupnya.”
Demikian beberapa pendapat para ahli yang
telah mengungkapkan pendapatnya mengenai hakekat anak. Semoga kita selaku
mahasiswa dan pendidik anak usia dini setelah membaca pendapat para ahli dapat
memahami bagaimana sebaiknya memperlakukan anak usia dini, sebesar apa
perhatian yang harus kita curahkan kepada mereka. Dan bagaimana cara
membelajarkan mereka, agar mereka dapat tumbuh kembang sesuai usinya, dan
mereka dapat menikmati dunia mereka yaitu DUNIA ANAK.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
-
Dari
makalah yang kami sajikan dapat kami simpulkan bahwa, pengertian Filsafat
adalah proses pencari kebenaran dengan cara menelusuri hakikat dan sumber
kebenaran secara sistematis, logis, kritis, rasional dan spekulatif. Dengan
menggunakan akal yang merupakan sumber utama dalam berfikir.
-
Filsafat
lahir atau hidup sejak zaman purba 400.000 tahun yang lalu hingga zaman pasca
modern
-
Para
filsuf terkenal diantaranya : yaitu Thales, Anaximandros, dan Anaximenes.
herakleitos dari Ephesos, Pythagoras dari Italia, Parmenides dari Elea, dan Demokritos
dari Abdera (Pada masa awal yunani kuno). ahli piker Boethius (480-524 M), kaisar
Karel Agung, yang memerintah pada awal abad ke 9 yang telah berhasil mencapai
stabilitas politik yang besar. Yang ketiga terdapat beberapa nama penting
seperti Johanes Scotus, Eriugena, Anselmus, Abelardus (pada masa keemasan
yunani kuno)
-
Tokoh-tokoh
Renaisans, seperti Francis Bacon, Descates, Newton, Kepler,
Nicolaus,Copernicus, Galileo, Lavoiser, Muller, Pasteur, Koch, Darwin,
Linnaeus, Lamarck, Cuvier, dan Dalton mempercepat kemajuan pengetahuan ilmiah.
Francis Bacon, seorangn filsuf besar pertama yang menyadari bahawa ilmu
pengetahuan dan filsafat dapat mengubah dunia. Dan ada lagi Edmund Husserl,
James William, Ockham, Albert Estein (1879-1955 M). dan yang lainnya.
-
Filsafat
ilmu khusus dalam PAUD, PAUD merupakan wadah dimana makhluk ciptaan tuhan
dengan berbagai karakter yang unik dan berbeda berada didalamnya, yang juga tidak luput dari perhatian filsuf
atau para pemikir untuk membahasnya. Diantara para pemikir atau ahli anak yang
mengemukakan pendapatnya itu adalah Johann Heinrich
Pestalozzi , Maria Montessori, Friendrich Wilheim August Froebel, Jean Jacques
Rousseau, Jean Piaget, dank i hadjar Dewantara.
3.2 Kesan
-
Pembuatan makalah ini
begitu sangat berarti, semoga kami dapat mengimplementasikannya pada kehidupan
kami terutama dalam mengasuh dan mendidik anak di lembaga PAUD.
[1] Drs.
Anas Salahudin, Filsafat Pendidikan, Bandung Pustaka Setia, 2018, hlm. 11
[2] Drs.
Anas Salahuddin, Filsafat Pendidikan, Bandung: Pustaka Setia, 2018, hlm. 12
[3] Ibid.
[4] Ibid.
[5] Ibid.
[6] Ibid. hlm.13
[7] Ibid
[8] Ibid
[9]
Juhaya S Pradja, Aliran-aliran Filsafat dan Etika, Bandung: Yayasan Piara,
2000, hlm. 1.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar