KATA
PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT Rabb seluruh alam, yang telah menciptakan
manusia dengan sempurna. Memberikan nikmat terbesar iman dan islam yang
tertancap mantap dilubuk hati kita. Sholawat dan salam semoga senantiasa
dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, beserta keluarganya, sahabatnya,
tabi’innya, dan seluruh umatnya yang istiqomah mengikuti tuntunan dan teladan
sampai akhir zaman. Atas berkat rahmat Allah SWT, sehingga kami dapat
menyelesaikan Makalah ini dengan judul “PENTINGNYA PENGEMBANGAN SOSIAL EMOSIONAL PADA ANAK”. Kami menyadari
bahwa dalam penyusunan ini, masih banyak terdapat kekeliruan, seperti pepatah
yang mengatakan tak ada gading yang tak retak, kami akan sangat berlapang dada
dan besar hati menerima saran dan kritik yang bersifat membangun, bermanfaat
bagi kelanjutan pembuatan makalah yang selanjutnya.
Serang
, 2018
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR………………………………………………………………..
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………
A.
Latar Belakang ………………………………………………………….........…
B.
Rumusan masalah………..……………………………………………………….
C.
Tujuan
Makalah..…………………………………………………………….....
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………….…
1.Definisi Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Dini……………………
2. Ciri-Ciri Perkembangan Anak
Usia Dini…………..……….………………...
3. Faktor Yang Mempengaruhi Anak Usia Dini………………….……………..
4. Aspek Perkembangan Anak Usia
Dini………………………………………..
5. Permasalahan Kesulitan Anak
Usia Dini…………….………………………
BAB III PENUTUP…………………………………………………………. ……..
a. Kesimpulan ……………………………………………………………………..
b. Saran…………………………………………………………………. …………
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………….
|
1
1
1
1
2
2
3
4
5
6
7
7
7
8
|
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak dilahirkan dengan potensi mampu berkembang secara baik, tetapi
mereka tidak mungkin sepenuhnya melakukan secara sendiri. Anak-anak dalam
pengembangan dirinya, termasuk pada aspek sosial emosional membutuhkan bantuan
dan program yang sesuai dengan kebutuhannya. Tindakan-tindakan untuk
mencerdaskan dimensi perkembangannya perlu ditangani secara serius. Dengan
demikian, diharapkan anak menjadi generasi yang mampu mengisi kehidupannya
secara cerdas dan sesuai harapan masyarakat.
Namun tentunya tiap anak tidak sama persis pencapaiannya, ada yang
benar-benar cepat berkembang ada pula yang membutuhkan waktu agak lama.Tidak semua anak usia dini mengalami
perkembangan secara normal,banyak kendala/permasalahan di dalam perkembangannya
yang di sebabkan oleh beberapa faktor.
B. Rumusan Masalah
1.
Pentingnya
perkembangan sosial emosional anak
2.
Pengembangan
kemampuan sosial emosional ank
3.
Peran Pematangan dan Belajar pada
perkembangan
C. Tujuan
Masalah
1. Memahami
pentingnya perkembangan sosial emosional anak
2. Memahami
perkembangan kemampuan sosial emosional anak
3. Memahami
peran pematangan dan belajar pada perkembangan
1. Pentingnya Perkembangan Sosial
Emosional Anak Usia Dini
|
pentingnya
sosial emosional anak usia dini ` all manik group
|
|
|
|
Anak dilahirkan dengan potensi mampu berkembang secara baik, tetapi
mereka tidak mungkin sepenuhnya melakukan secara sendiri. Anak-anak dalam
pengembangan dirinya, termasuk pada aspek sosial emosional membutuhkan bantuan
dan program yang sesuai dengan kebutuhannya. Tindakan-tindakan untuk
mencerdaskan dimensi perkembangannya perlu ditangani secara serius. Dengan
demikian, diharapkan anak menjadi generasi yang mampu mengisi kehidupannya
secara cerdas dan sesuai harapan masyarakat.
a. Pengertian
Perkembangan Sosial Emosional
Menurut Harlock, perkembangan
sosial merupakan perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntutan
sosial. Sosialisasi adalah kemampuan bertingkah laku sesuai dengan norma dan
nilai. Sementara emosi adalah suatu keadaan atau situasi yang utuh dapat berupa
pikiran ataupun perasaan yang nampak pada perubahan biologis yang muncul dari
perilaku seseorang. Bahasa emosi mengarah pada sebuah perasaan atau pikiran.
Jadi seseorang dikatakan berkembang emosinya apabila ia sudah mampu menunjukkan
tindakan yang sesuai dengan aturan yang telah dibuat.
b.
Mengapa
Sosial Emosional Perlu Dikembangkan
1.
Kompleksitas
Kehidupan yang Dihadapi Anak
Perkembangan zaman termasuk
perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni tidak
seluruhnya membawa kehidupan ini menjadi lebih teratur, tenteram, damai, dan
bahagia. Kondisi tersebut justru menjadikan kehidupan ini semakin kompleks,
bahkan menyebabkan dunia ini semakin sulit untuk didiami, dikendalikan, dan
dinikmati.Berdasarkan hasil-hasil penelitian terhadap perilaku dan sikap sosial
emosional anak, keadaan kehidupan saat ini sangat besar pengaruhnya terhadap
perilaku anak. Keadaan lingkungan kehidupan saat ini banyak berakibat buruk
terhadap perkembangan dan kehidupan sosial emosional anak. Ternyata kehidupan
yang teramat sibuk, mengakibatkan timbulnya tekanan-tekanan pada sosial
emosional anak sehingga berdampak pada anak-anak zaman sekarang, yaitu menjadi
lebih mudah kesal dan marah terutama dalam menanggapi segala sesuatu mengenai
dirinya.
Beberapa contoh perilaku emosi
dan sosial yang menyertai generasi sekarang dapat digambarkan sebagai berikut:
a. Perilaku
Kesepian dan Pemurung
Banyak dialami oleh anak dan
generasi sekarang, diantaranya disebabkan semakin meningkatnya kesibukan orang
tua mereka. Kedua orang tua yang sibuk bekerja diluar rumah, mengakibatkan
secara sosial maupun emosi menjadi kurang perhatian dan terlantar. Kedua orang
tua yang seringkali konflik dalam keluarga dan terjadi di hadapan anak-anak
juga akan mempengaruhi keadaan sosial dan emosi anak. Hal ini akan
mengakibatkan anak-anak menarik diri dari kehidupan sosial maupun emosi dengan
keluarganya atau orang tua mereka. Dampaknya, mereka menjadi penyendiri dan
pemurung.
b.
Perilaku Beringas dan Kasar
Berbagai tekanan kerap kali
menghampiri para pelajar, mulai dari kekurangan uang jajan, berebut kendaraan
umum pada saat akan berangkat sekolah, terbatasnya berbagai sarana ekspresi dan
aktualisasi diri di sekolah maupun di masyarakat dan lain-lain.
Tuntutan-tuntutan yang berkembang akibat tayangan televisi, sajian radio,
komunikasi telepon, penggunaan internet, dan lain-lain cukup memberikan andil
dalam menekan emosi dan proses sosialisasi yang menggiring anak pada perilaku
beringas dan kasar.
c.
Perilaku Rendahnya Sopan Santun
Tampaknya sudah sulit kita
mendengar kata maaf, ucapan terima kasih, ucapan salam, dan perilaku kesopanan
lainnya lahir dari mulut-mulut anak-anak pada jaman sekarang, bahkan generasi
yang lebih dewasa. Lihatlah bagaimana sikap para siswa kepada gurunya, lihatlah
perilaku anak pada orang tuanya, sungguh banyak contoh yang terkait dengan
penyimpangan perilaku ini.
d.
Perilaku Cemas dan Gugup
Adanya tekanan emosi membuat
anak menjadi sering cemas, bahkan kemampuan berkomunikasi dalam lingkungan
sosialnya menjadi terganggu, misalnya saja karena stress anak menjadi gagap
pada saat diminta bercerita atau menyampaikan sesuatu yang telah dipelajari.
e. Perilaku
Impulsif
Berbagai tekanan pada emosi dan
sosial anak mengakibatkan anak kurang mau dan mampu menahan diri untuk berbuat
dan bertindak. Anak-anak pada saat ini sering kali melakukan perbuatan dan
tindakan menurut kehendak hatinya saja. Bahkan sering kali pada tempo yang
cepat mereka dapat merusak sesuatu tanpa berpikir akibat dan dampak-dampaknya.
Sehingga seringkali menjerumuskan dirinya pada keadaan yang merusak.
Ilustrasi diatas merupakan gambaran yang sangat memprihatinkan dari
dampak kehidupan saat ini yang dinamika dan kompleksitasnya kian hari kian
meningkat. Kondisi diatas menyiratkan betapa pentingnya aspek emosi dan sosial
diperkenalkan ke anak-anak sebagai generasi penerus bangsa secara benar sesuai
dengan karakteristik dan peran perkembangannya masing-masing.
Pembekalan dan pemberian rangsangan-rangsangan yang tepat pada emosi
dan sosial anak sejak dini, yaitu sejak usia prasekolah akan memberikan
kekuatan kepada mereka untuk mengenali, mengolah, mengontrol emosi secara lebih
mantap sehingga diharapkan mereka akan lebih mampu untuk mengatasi berbagai
masalah yang timbul selama proses perkembangan emosinya.
2.
Anak adalah Praktisi dan Investasi Masa
Depan
Alasan dan faktor lain yang
perlu disadari tentang pentingnya pengembangan sosial emosional anak sejak dini
atau sejak mereka berada pada level prasekolah adalah anak merupakan praktisi
masa depan. Keberhasilan membina anak sejak dini, merupakan kesuksesan bagi
masa depan anak. Sebaliknya, kegagalan dalam memberikan pembinaan, pendidikan,
pengasuhan, dan perlakuan merupakan bencana bagi kehidupan anak di kemudian
hari.
Makna lain dari anak sebagai
praktisi masa depan bahwa dalam diri anak perlu diberikan dan dikembangkan
nilai-nilai mendasar yang dapat digunakan secara fungsional dalam kehidupannya
kelak.
Diantara aspek mendasar adalah
pengembangan aspek sosial emosional yang memadai. Sejak dini anak harus sudah
dikenalkan pada kemampuan mengenali, mengolah dan mengontrol emosi serta
perilaku sosialnya agar dapat merespons dengan baik setiap kondisi emosi dan
sosial yang merangsang di hadapannya. Dengan demikian, anak mempunyai kesiapan
dan kemampuan untuk beradaptasi serta mengatasi masalah dan tantangan yang
timbul selama proses perkembangannya. Artinya, keterampilan-keterampilan sosial
emosional yang telah mereka peroleh ketika masih kanak-kanak akan dapat
mengantarkannya menjadi praktisi sejati di masa yang akan datang, yaitu menjadi
sosok yang siap menghadapi dunia modern dan kompleks secara optimis dan lebih
meyakinkan.
3.
Fase Strategis Pendidikan dan
Pengembangan Anak
Berbagai penelitian telah
menunjukkan bahwa lebih dari 50% perkembangan individu terjadi pada masa usia
dini. Di usia ini kecerdasan individu mengalami rangkaian perubahan yang luar
biasa, dan sisanya hanya modifikasi dan pengayaan saja. Segala stimulasi dapat
merangsang dimensi perkembangannya, bahkan hasil penelitian menunjukkan dapat
meningkatkan semua aspek kecerdasan termasuk kecerdasan sosial emosional.
Penelitian lainnya, terutama
yang terkait dengan perkembangan kepribadian anak dilakukan oleh Dr. Maria
Montessori yang menyimpulkan bahwa usia sejak lahir hingga 6 tahun adalah tahun
formatif, yaitu usia terpenting dalam pembentukan kepribadian individu.
Kepribadian tersebut melembaga ditentukan oleh cara-cara pemecahan konflik
antara sumber-sumber kesenangan awal dengan tuntutan realitas pada usia
kanak-kanak.
Oleh karena itu, jangan
menelantarkan anak pada masa peka tersebut. Bila kita menyia-nyiakan dan
menelantarkan anak balita, mungkin anak tersebut akan membawa cap atau bekas
yang sulit bahkan tidak bisa dihapus. Untuk itu fasilitasilah pertumbuhan dan
belajarnya secara optimal.
4.
Upaya Mengimbangi Pandangan Tentang Keunggulan
IQ Dibandingkan EI
Kecerdasan akademis sedikit
kaitannya dengan kehidupan emosi karena secara umum kecerdasan akademis atau IQ
(Intelligence Quotient) relatif
dipengaruhi oleh factor bawaan, sedangkan kecerdasan emosi atau EI (Emotional Intelligence) dapat tumbuh dan
berkembang seumur hidup dengan proses belajar. Terdapat pemikiran bahwa IQ
menyumbang dalam kehidupan pribadi mereka paling banyak 20% bagi sukses dalam
hidup, sedangkan 80% ditentukan factor lain, yaitu kecerdasan emosi.
Akan tetapi, bila kedua
keterampilan tersebut diatas, yakni IQ dan EI tercapai secara efektif, berarti
kita sebagai orang tua dan para guru telah melahirkan generasi-generasi yang
hebat.
5.
Tuntutan Agar Anak Segera Memiliki
Keterampilan Mengelola Emosi Sosialnya
Pada awal masa kanak-kanak emosi
anak sangat kuat. Masa tersebut merupakan saat ketidakseimbangan
ledakan-ledakan emosi. Hal itu biasanya tampak mencolok pada anak usia 2,5
sampai 3,5 tahun yang dikenal dengan usia degil (dimana emosi terpusat pada
kiri) dan usia 5,5 sampai 6,5 tahun.
Pada usia tersebut, anak
cenderung mengekspresikan emosi sebagai upaya mencari rasa aman, baik
ditampilkan melalui tangisan, atau melalui amarah. Keduanya merupakan cara anak
utuk mencari perhatian orang lain di sekitarnya. Hal tersebut sebetulnya wajar,
tetapi jika tidak segera diantisipasi sejak dini maka dikhawatirkan akan
terbawa oleh anak hingga dewasadan mengganggu kepribadiannya.
Melihat gejala-gejala tersebut,
para orang tua atau guru prasekolah sudah seharusnya dapat memberikan
pembekalan yang memadai tentang pengelolaan emosi pada setiap anak agar dapat
memenuhi tuntutan penyesuaian diri dari lingkungannya, baik dari lingkungan
keluarga, sekolah maupun teman bermain. Jika kebutuhan untuk memenuhi tuntutan
tersebut tidak segera diupayakan maka dampak negatif tersebut di atas akan
mempengaruhi perkembangan emosi dan sosial anak lebih serius, yang dapat
dilihat dari ekspresi kesehariannya, misalnya:
a.
Mengidap
rasa cemas yang berkepanjangan
b.
Memiliki
kecenderungan depresi
c.
Bersikap
bermusuhan terhadap anak atau orang lain
d.
Terkena
gangguan tidur, gelisah, mengigau, mimpi buruk, dan sebagainya
e.
Mengalami
gangguan makan
f.
Bersikap
agresif terhadap teman atau anak lain
Tentu semua pihak tidak berharap dampak negative tersebut menimpa
anak-anak usia dini. Dengan pengembangan sosial emosional yang memadai
diharapkan kesenjangan itu dapat diantisipasi secara efektif.
2. Pengembangan kemampuan Sosial Emosional anak
Aktivitas bermain bagi seseorang anak memiliki peranan yang cukup besar
dalam mengembangkan kecakapan sosialnya sebelum anak mulai berteman. Menurut
Singer (2004) mengemukakan bahwa dalam bermain dapat digunakan anak untuk
menjelajahi dunianya, mengembangkan kopetensi dalam usaha mengatasi dunianya,
mengembangkan kreatifitasnya dan dengan bermain anak memiliki kemampuan untuk
memahami konsep secara alamiah tanpa unsur paksaan.
Sikap yang bisa di kembangkan dalam bermain antara lain :
a. Sikap sosial
Bermain mendorong
anak untuk meninggalkan pola berfikir egosentrisnya. Dalam situasi bermain anak
bisa mempertimbangkan sudut pandang teman bermainya sehingga egosentrisnya bisa
sedikit demi sedikit berkurang. Dalam permainan, anak belajar bekerjasama untuk
tujuan bersama. Mereka belajar untuk menunda kepuasan sendiri selama beberapa
menit, misalnya saat menunggu giliran bermain. Iapun terdorong untuk belajar
berbagi, bersaing dengan jujur, menang atau kalah dengan sportif,
mempertahankan haknya dan peduli terhadap hak-hak orang lain. Lebih lanjut ia
pun akan belajar makna kerja tim dan semangat tim.
b. Belajar berkomunikasi
Untuk dapat
bermain dengan baik bersama orang lain, anak harus bisa mengerti dan dimengerti
oleh teman-temanya. Hal ini mendorong anak untuk belajar bagaimana
berkomunikasi dengan baik, bagaimana membentuk hubungan sosial, bagaimana
menghadapi dan memcahkan masalah-masalah yang timbul dalam hubungan tersebut.
c.
Belajar
mengorganisasi
Saat
bermain bersama orang lain, anak juga berkesempatan belajar berorganisasi.
Bagaimana ia harus melakukan pembagian peran diantara mereka yang turut serta
dalam permainan tersebut, misalnya siapa yang menjadi guru dan siapa yang
menjadi muridnya.
d.
Lebih
menghargai perbedaan/perbedaan orang lain
Bermain
memungkinkan bagi anak untuk mengembangkan kemampuan empatinya. Saat bermain
dalam sebuah peran, misalnya anak tidak hanya memerankan identitas tokoh,
tetapi juga pikiran-pikiran dan perasaan-perasaan tokoh tersebut. Permainan (bermain
peran) membantu anak membangun pemahaman yang lebih baik atas orang lain, lebih
toleran, serta mampu berlapang dada terhadap perbedaan-perbedaan yang dijumpai.
e.
Menghargai
harmoni dan kompromi
Saat
dunianya semakin luas dan kesempatan berinteraksi semakin sering dan bervariasi
maka akan tumbuh kesadaranya akan makna peran sosial, persahabatan, perlunya
menjalin hubungan serta perlunya strategi dan diplomasi dalam berhubungan
dengan orang lain. Anak tidak akan begitu saja merebut mainan teman, misalnya
ia tahu konsekuensi ditinggalkan atau dimusuhi.
3. Peran Pematangan dan Belajar pada
perkembangan
Berbicara
mengenai perkembangan mungkin tidak akan pernah ada habisnya, karena setiap
yang hidup pasti mengalami perkembangan. Perkembangan sebagai rentetan
perubahan jasmani dan rohani manusia menuju ke arah yang lebih maju dan
sempurna. Perkembangan selalu bergerak secara berangsur-angsur tetapi pasti,
melalui suatu bentuk/tahap ke bentuk/tahap berikutnya, yang kian hari kian
bertambah maju, mulai dari masa pembuahan dan berakhir dengan kematian.
Dari
beberapa tahap-tahap perkembangan akan menghasilkan suatu “kematangan” baik itu
kematangan jasmani maupun kematangan mental. Istilah “kematangan”, yang dalam
bahasa inggris disebut dengan maturation, yang merupakan suatu
potensi yang dibawa individu sejak lahir, timbul dan bersatu dengan
pembawaannya, serta turut mengatur tingkah laku individu. Kematangan juga dapat
berarti matangnya suatu fungsi atau potensi mental psikologis akibat proses
perkembangan karena pengalaman dan latihan. Misalnya: Balita bisa berjalan
apabila pertumbuhan fisiknya telah siap dan perkembangan mentalnya juga telah
siap. Maka akan terjadi kematangan untuk berjalan.
Sedangkan
“Belajar” menurut Elizabeth B. Horluck yaitu: “Learning is development that comes from
exercise and effot; through learning children acquire competence in using their
hereditary resources”. Jadi belajar ialah perubahan yang terjadi
melalui latihan atau usaha dengan belajar itulah anak memiliki berbagai
kemampuan, pengetahuan dan sebagainya. Atau dengan kata lain, semua aspek
perkembangan yang diperoleh si anak itu terjadi karena belajar, tanpa belajar
anak tidak mungkin tahu apa-apa dan tidak akan bisa apa-apa.
Adapun
kaitanya dengan proses perkembangan mental psikologis kematangan untuk fisik
berfungsi sebagai perquisite atau keuntungan untuk perkembangan, misalnya
perkembangan bicara/ bahasa tidak mungkin terjadi dengan baik tanpa adanya/
didukung oleh pematangan alat bicara. Jadi dalam kaitanya dengan belajar,
pematangan itu berfungsi sebagai pemberi atau bahan dasar untuk belajar. Dan
posisi belajar dalam proses perkembangan itu sangat menentukan. Dalam hal ini
belajar akan berfungsi sebagai penentu atau sebab terjadibnya perkembangan.
Tanpa melalui belajar mental psikologis anak tidak mungkin akan dapat
dikembangakan. Atau dengan kata lain tanpa belajar maka manusia tidak akan
dapat bertingkah laku seperti manusia. Dan perkembangan pribadi manusia itu
merupakan hasil perpaduan unsur kematangan dan belajar.
Dalam
beberapa toeri-teori yang mempengaruhi perkembangan juga dijelaskan,dalam Teori
Konvergensi yang dikemukakan oleh Stern, perkembangan seseorang merupakan hasil
proses kematangan dan belajar. Teori Naturalisme perkembangan seseorang
terutama ditentukan oleh faktor alam, bakat pembawaan, keturunan, termasuk
didalamnya kematangan seseorang. Sementara itu, Teori Empirisme berpendapat
bahwa perkembangan seseorang terutama ditentukan oleh faktor lingkungan tempat
anak itu berada dan tumbuh – kembang, termasuk didalamnya lingkungan keluarga,
sekolah, dan belajar anak. Contoh: perkembangan bakat atau kemampuan seorang
anak yang berbakat di bidang musik tidak akan optimal apabila tidak mendapat
kesempatan belajar musik. Jadi, potensi anak yang sudah ada atau dibawa sejak
lahir akan berkembang optimal apabila lingkungan mendukungnya. Dukungan itu
diantaranya dengan penyediaan sarana prasarana serta kesempatan untuk belajar
dan mengembangkan potensi dirinya.
Sebagaimana
telah diuraikan diatas bahwa kematangan itu sangat penting dalam proses
perkembangan. Tanpa adanya unsur kematangan tersebut perkembangan sulit untuk
di wujudkan. Dan adanya kematangan juga diperoleh dari belajar, karena dengan
belajar seseorang akan lebih matang dalam bidang yang digelutinya. Kematangan
dan belajar merupakan satu kesatuan yang saling mempengaruhi satu sama lainnya
dalam proses perkembangan manusia. Seperti salah satu isi dari prinsip-prinsip
perkembangan, yang menyatakan bahwa perkembangan merupakan hasil proses
kematangan dan belajar.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Anak dilahirkan dengan potensi mampu berkembang secara baik, tetapi
mereka tidak mungkin sepenuhnya melakukan secara sendiri. Anak-anak dalam
pengembangan dirinya, termasuk pada aspek sosial emosional membutuhkan bantuan
dan program yang sesuai dengan kebutuhannya. Tindakan-tindakan untuk
mencerdaskan dimensi perkembangannya perlu ditangani secara serius. Dengan
demikian, diharapkan anak menjadi generasi yang mampu mengisi kehidupannya
secara cerdas dan sesuai harapan masyarakat.
Menurut Harlock, perkembangan
sosial merupakan perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntutan
sosial. Sosialisasi adalah kemampuan bertingkah laku sesuai dengan norma dan
nilai. Sementara emosi adalah suatu keadaan atau situasi yang utuh dapat berupa
pikiran ataupun perasaan yang nampak pada perubahan biologis yang muncul dari
perilaku seseorang. Bahasa emosi mengarah pada sebuah perasaan atau pikiran.
Jadi seseorang dikatakan berkembang emosinya apabila ia sudah mampu menunjukkan
tindakan yang sesuai dengan aturan yang telah dibuat.
Aktivitas bermain bagi seseorang anak memiliki peranan yang cukup besar
dalam mengembangkan kecakapan sosialnya sebelum anak mulai berteman. Menurut
Singer (2004) mengemukakan bahwa dalam bermain dapat digunakan anak untuk
menjelajahi dunianya, mengembangkan kopetensi dalam usaha mengatasi dunianya,
mengembangkan kreatifitasnya dan dengan bermain anak memiliki kemampuan untuk
memahami konsep secara alamiah tanpa unsur paksaan.
Dari beberapa
tahap-tahap perkembangan akan menghasilkan suatu “kematangan” baik itu
kematangan jasmani maupun kematangan mental. Istilah “kematangan”, yang dalam
bahasa inggris disebut dengan maturation, yang merupakan suatu
potensi yang dibawa individu sejak lahir, timbul dan bersatu dengan
pembawaannya, serta turut mengatur tingkah laku individu. Kematangan juga dapat
berarti matangnya suatu fungsi atau potensi mental psikologis akibat proses
perkembangan karena pengalaman dan latihan. Misalnya: Balita bisa berjalan
apabila pertumbuhan fisiknya telah siap dan perkembangan mentalnya juga telah
siap. Maka akan terjadi kematangan untuk berjalan
DAFTAR PUSTAKA
Desmita, 2014. Psikologi Perkembangan Peserta Didik.
Bandung: Remaja Rosdakarya
Muhibbinsyah, 2013. Psikologi Pendidikan. Bandung:
Remaja Rosda Karya
Santrock, J. W. 2012. Life-Span Development Perkembangan Masa Hidup
Edisi Ketigabelas Jilid I, Jakarta: Erlangga