Jumat, 27 Maret 2020

TAKSONOMI BERPIKIR


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji bagi Allah Pencipta dan Pemelihara Alam Semesta yang telah menerangi hambanya yang takwa dengan cahaya yang mendekatkan kepada-Nya. Sehingga saya dapat menyelesaikan tugas pembuatan Makalah Taksonomi Berpikir dalam Pembelajaran.
Solawat serta salam tetap tersanjungkan kepada junjungan kita nabi besar Muhammad Saw yang mana beliaulah yang telah membawa umatnya dari zaman jahiliyah menuju zaman Islamiah. Saya sadar bahwa keberhasilan saya dalam menyusun makalah ini tidak terlepas dari doa orang tua dan teman – teman semua. Akhir dari penutupan pengantar, saya berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya pada diri saya pribadi dan umumnya bagi para pembaca. Amiiin…
.

Serang, Maret 2020
                                                                                              Penyusun









DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………..     i
DAFTAR ISI……………………………………………………      ii

BAB I PENDAHULUAN……………………………………….    1
A.    Latar Belakang ……..…………………………………………   1         
B.     Rumusan Masalah………..….……………….……………….    3
C.     Tujuan Masalah ………..…….………………………………     3

BAB II PEMBAHASAN………………………………………..    6
A.    Pengertian Taksonomi………………..……...………………      6
B.     Keterampilan Berpikir………………………………………       8
C.     Modalitas belajar………………………………….….………    9

BAB III PENUTUP………………………………………………   19
A.    Kesimpulan ..…………………………………………………    19

DAFTAR PUSTAKA











BAB I
PENDAHULUAN

A.       LATAR BELAKANG
Pendidikan merupakan suatu proses generasi muda untuk dapat menjalankan kehidupan dan memenuhi tujuan hidupnya secara lebih efektif dan efisien. Pendidikan lebih daripada pengajaran, karena pengajaran sebagai suatu proses transfer ilmu belaka, sedang pendidikan merupakan transformasi nilai dan pembentukan kepribadian dengan segala aspek yang dicakupnya. Perbedaan pendidikan dan pengajaran terletak pada penekanan pendidikan terhadap pembentukan kesadaran dan kepribadian anak didik di samping transfer ilmu dan keahlian.
Dalam pendidikan, taksonomi dibuat untuk mengklasifikasikan tujuan pendidikan. Dalam hal ini, tujuan pendidikan dibagi menjadi beberapa domain, yaitu: kognitif, afektif, dan psikomotor. Dari setiap ranah tersebut dibagi kembali menjadi beberapa kategori dan subkategori yang berurutan secara hirarkis (bertingkat), mulai dari tingkah laku yang sederhana sampai tingkah laku yang paling kompleks. Tingkah laku dalam setiap tingkat diasumsikan menyertakan juga tingkah laku dari tingkat yang lebih rendah.
Selain itu pendidik dituntut harus mampu menggunakan berbagai model pembelajaran agar peserta didik dapat melakukan kegiatan belajar. Hal ini dilatar belakangi bahwa peserta didik bukan hanya sebagai objek tetapi juga merupakan subjek dalam pembelajaran. Peserta didik harus disiapkan sejak awal untuk mampu bersosialisasi dengan lingkungannya sehingga berbagai jenis model pembelajaran dapat digunakan oleh pendidik. Model-model pembelajaran sosial merupakan pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan di kelas dengan melibatkan peserta didik secara penuh (student center) sehingga peserta didik memperoleh pengalaman dalam menuju kedewasaan, melatih kemandirian, serta dapat belajar dari lingkungan kehidupannya.
B.        Rumusan Masalah
Setelah membaca makalah ini, pembaca diharapkan untuk dapat :
1.      Apa itu taksonomi
2.      Apa yang dimaksud dengan ketrampilan berpikir
3.      Apa yang dimaksud dengan modalitas belajar
C.       Tujuan Masalah
Setelah mempelajari makalah ini, diharapkan untuk dapat :
1.      Memahami apa itu taksonomi
2.      Memahami ketrampilan berpikir
3.      Memahami modalitas belajar








BAB II
PEMBAHASAN
A.      Pengertian Taksonomi
Kata taksonomi diambil dari bahasa Yunani yaitu “tassein” yang berarti untuk mengklasifikasi dan “nomos” yang berarti aturan. Taksonomi dapat diartikan sebagai klasifikasi berhirarki dari sesuatu, atau prinsip yang mendasari klasifikasi. Di mana taksonomi yang lebih tinggi bersifat lebih umum dan taksonomi yang lebih rendah bersifat lebih spesifik. Semua hal yang bergerak, benda diam, tempat, dan kejadian, sampai pada kemampuan berfikir dapat diklasifikasikan menurut beberapa skema taksonomi.
Dalam pendidikan, taksonomi dibuat untuk mengklasifikasikan tujuan pendidikan. Dalam hal ini, tujuan pendidikan dibagi menjadi beberapa domain, yaitu: kognitif, afektif, dan psikomotor. Dari setiap ranah tersebut dibagi kembali menjadi beberapa kategori dan subkategori yang berurutan secara hirarkis (bertingkat), mulai dari tingkah laku yang sederhana sampai tingkah laku yang paling kompleks. Tingkah laku dalam setiap tingkat diasumsikan menyertakan juga tingkah laku dari tingkat yang lebih rendah. penjelaskan ketiga domain tersebut adalah:
a.         Cognitive Domain (Ranah Kognitif)
Cognitive Domain adalah yang berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir. Ranah kognitif meliputi fungsi memproses informasi, pengetahuan dan keahlian mentalitas. Ranah kognitif menggolongkan dan mengurutkan keahlian berpikir yang menggambarkan tujuan yang diharapkan. Proses berpikir mengekspresikan tahap-tahap kemampuan yang harus siswa kuasai sehingga dapat menunjukan kemampuan mengolah pikirannya sehingga mampu mengaplikasikan teori ke dalam perbuatan. Mengubah teori ke dalam keterampilan terbaiknya sehingga dapat menghasilkan sesuatu yang baru sebagai produk inovasi pikirannya. Bloom membagi domain kognisi ke dalam 6 tingkatan. Domain ini terdiri dari dua bagian: Bagian pertama berupa Pengetahuan (kategori 1) dan bagian kedua berupa Kemampuan dan Keterampilan Intelektual (kategori 2-6).
a.         Pengetahuan ( Knowledge ).
b.        Pemahaman ( Comprehension ).
c.         Aplikasi ( Application ).
d.        Analisis ( Analysis ).
e.         Sintesis ( Synthesis ).
f.          Evaluasi ( Evaluation )
b.          Affective Domain (Ranah Afektif)
Affective Domain berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri. Pembagian domain ini disusun Bloom bersama dengan David Krathwol.
a.         Penerimaan ( Receiving/Attending ).
b.        Tanggapan ( Responding ).
c.         Penghargaan ( Valuing ).
d.        Pengorganisasian ( Organization )
e.         Karakterisasi Berdasarkan Nilai-nilai (Value Complex)
c.         Psychomotor Domain (Ranah Psikomotor).
Psychomotor Domain berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek keterampilan motorik seperti tulisan tangan, mengetik, berenang, dan mengoperasikan mesin,dan lain-lain. Rincian dalam domain ini tidak dibuat oleh Bloom, tapi oleh ahli lain berdasarkan domain yang dibuat Bloom.
a.         Persepsi (Perception)
b.        Kesiapan (Set).
c.         Merespon (Guided Response).
d.        Mekanisme ( Mechanism ).
e.         Respon Tampak yang Kompleks ( Complex Overt Response ).
f.          Penyesuaian ( Adaptation ).
g.        Penciptaan ( Origination ).
B.       Keterampilan Berpikir
Ketrampilan berpikir mengacu pada serentetan proses-proses kegiatan merakit, menggunakan, dan memperbaiki model-model simbolik internal (Gilhooly, 1982). Model-model tersebut di antaranya adalah :
 \ Wujud ciptaan yang mewakili suatu kenyataan.
 \ Kenyataan hasil membayangkan sesuatu peristiwa tertentu.
\ Model abstrak yang dilukiskan dalam pikiran dan perasaan. Keterampilan berfikir diarahkan untuk memecahkan masalah, dapat dilukiskan sebagai upaya mengeksplorasi model-model tugas pelajaran di sekolah agar model-model itu menjadi lebih baik dan memuaskan. Terkadang model dapat mendorong para pemikir untuk berpikir lebih jauh berdasarkan informasi perseptual yang mantap yang diperoleh dari lingkungannya (Bruner, 1957), dan mampu mengantisipasi hasil-hasilnya tanpa melalui perlakuan mencoba salah (tryal and error).
C.      Modalitas Belajar
Modalitas menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) adalah keterangan dalam kalimat yang menyatakan sikap pembicara terhadap hal yang dibicarakan, yakni mengenai perbuatan, keadaan, peristiwa, atau sikap terhadap lawan bicaranya. Sikap ini dapat berupa pernyataan, kemungkinan, kinginan, atau keizinan. Dalam bahasa Indonesia modalitas dinyatakan secara leksikal (Chaer, 1994: 162).
Modalitas (modality) menurut Hasanudin dkk. (2009: 772) adalah: Klasifikasi proposisi menurut hal menyuguhkan atau mengingkari kemungkinan atau keharusan; Cara pembicara menyatakan sifat terhadap suatu situasi dalam suatu komunikasi antarpribadi; Makna kemungkinan, keharusan, kenyataan, dan sebagainya yang dinyatakan dalam kalimat; dalam Bahasa Indonesia modalitas dinyatakan seperti barangkali, harus, akan, dan sebagainya. Atau denga adverbia kalimat seperti pada hakikatnya menurut hemat saya dan sebagainya. Seperti yang telah diuraikan di atas, bahwa keterangan modalitas menunjukan sikap pembicara terhadap hal yang dibicarakan, terhadap pendengar, terhadap lingkungan yang dibicarakan, atau gabungan antara hal-hal itu sendiri. Sedangkan secara eksplisit biasanya modalitas itu terdiri atas sebuah kalimat (Samsuri, 1985: 245).
Modalitas berarti gaya atau tipe. Maka modalitas belajar seseorang merujuk kepada gaya atau tipe belajarnya.  Modalitas belajar (learning styles) juga merujuk kepada cara interaksi individu dengan sistem pesan atau rangsangan kemudian memproses dan menganalisa pesan tersebut di dalam otak untuk dijadikan pengetahuan.  Setiap orang mempunyai gaya pembelajaran yang tersendiri yang berbeda secara individu seperti mana sidik jari (Gremli dalam Zakaria, 2007 :1). Modalitas belajar merupakan satu konsep yang paling penting dan perlu diberi tumpuan dalam aspek pendidikan di sekolah karena ia merupakan faktor utama membentuk seseorang individu. Pelajar merupakan seseorang individu yang unik dan berbeda di antara satu sama lain walaupun mereka berada dalam tahap pembelajaran yang sama.  Perbedaan individu ini merangkumi dari aspek pemikiran, umpan balik, minat, kecenderungan, pencapaian dan pemahaman.  Justru, pelajar-pelajar ini mempunyai gaya yang tersendiri untuk menerima serta menggunakan rangsangan dalam proses pembelajaran.  Pendekatan yang diambil oleh setiap pelajar adalah dengan menurut tanggapan subjektif mereka terhadap kehendak pengajar atau konteks pembelajarannya.
Modalitas belajar merupakan gaya belajar yang dimiliki oleh setiap individu yang merupakan cara termudah dalam menyerap, mengatur dan mengolah informasi (DePotter dan Hernachi, 2003 : 72). Sedangkan menurut Zaini dalam Sundari (2009 : 2)  Modalitas belajar adalah karakteristik dan preferensi atau pilihan individu untuk mengumpulkan informasi, menafsirkan, mengorganisasi, merespon, dan memikirkan informasi yang diterima. Gremli dalam Zakaria (2007 :2 ) pula menyatakan bahawa modalitas belajar melibatkan aspek-aspek personaliti, pemprosesan pesan, interaksi sosial, kecenderungan terhadap garis panduan, tumpuan perhatian terhadap sesuatu yang baru, unik dan terdapatnya kelainan dalam diri individu.  Modalitas belajar yang bersesuaian dengan diri seseorang individu adalah salah satu penentuan kearah kecekapan dan kebolehan mengasimilasikan ilmu yang dipelajari dengan cemerlang dan berkesan.
Dari pengertian-pengertian di atas, disimpulkan bahwa modalitas belajar adalah cara yang cenderung dipilih siswa untuk bereaksi dan menggunakan perangsang-perangsang dalam menyerap dan kemudian mengatur serta mengolah informasi pada proses belajar.
 Macam-macam Modalitas Belajar (learning styles) Peserta didik
1.         Macam-Macam Modalitas Belajar (learning styeles)
Sejak awal tahun 1997, telah banyak upaya yang dilakukan untuk mengenali dan mengkategorikan cara manusia belajar, cara memasukkan informasi ke dalam otak. Secara garis besar, ada 7 pendekatan umum dikenal dengan kerangka referensi yang berbeda dan dikembangkan juga oleh ahli yang berbeda dengan variansinya masing-masing. Adi Gunawan adalah seorang pakar mind technology dan transformasi diri yang dalam bukunya “Born to be a Genius” merangkum ketujuh cara belajar tersebut, yaitu:
a.         Pendekatan berdasarkan pada pemprosesan informasi: menentukan cara yang berbeda dalam memandang dan memproses informasi yang baru. Pendekatan ini dikembangkan oleh Kagan, Kolb, Honey dan Umford Gregorc, Butler, dan McCharty.
b.        Pendekatan berdasarkan kepribadian: menentukan tipe karakter yang berbeda-beda. Pendekatan ini dikembangkan oleh Myer-Briggs, Lawrence, Keirsey & Bartes, Simon & Byram, Singer-Loomis, Grey-Whellright, Holland,dan Geering.
c.         Pendekatan berdasarkan pada modalitas sensori: menentukan tingkat ketergantungan terhadap indera tertentu. Pendekatan ini dikembangkan oleh Bandler & Grinder, dan Messick.
d.        Pendekatan berdasarkan pada lingkungan: menentukan respon yang berbeda terhadap kondisi fisik, psikologis, sosial, dan instruksional. Pendekatan ini dikembangkan oleh Witkin dan Eison Canfield.
e.         Pendekatan berdasarkan pada interaksi sosial: menentukan cara yang berbeda dalam berhubungan dengan orang lain. Pendekatan ini dikembangkan oleh Grasha-Reichman, Perry, Mann, Furmann-Jacobs, dan Merill.
f.         Pendekatan berdasarkan pada kecerdasan: menentukan bakat yang berbeda. Pendekatan ini dikembangkan oleh Gardner dan Handy.
g.        Pendekatan berdasarkan wilayah otak: menentukan dominasi relatif dari berbagai bagian otak, misalnya otak kiri dan otak kanan. Pendekatan ini dikembangkan oleh Sperry, Bogen, Edwards, dan Herman (Adi W. Gunawan:2004:140).
2.         Modalitas Belajar Berdasarkan Preferensi Sensori
Berdasarkan prefensi sensori atau kemampuan yang dimiliki otak dalam menyerap, mengelola dan menyampaikan informasi, maka modalitas belajar individu dapat dibagi dalam 3 (tiga) kategori. Ketiga kategori tersebut adalah modalitas belajar visual, auditorial, dan kinestetik yang ditandai dengan ciri-ciri perilaku tertentu. Pengkategorian ini tidak berarti bahwa individu hanya yang memiliki salah satu karakteristik gaya belajar tertentu sehingga tidak memiliki karakteristik gaya belajar yang lain.
Pengkategorian ini hanya merupakan pedoman bahwa individu memiliki salah satu karakteristik yang paling menonjol sehingga jika ia mendapatkan rangsangan yang sesuai dalam belajar maka akan memudahkannya untuk menyerap pelajaran. Dengan kata lain jika individu menemukan metode belajar yang sesuai dengan karakteristik gaya belajar dirinya maka akan cepat ia memahami pelajaran yang diberikan oleh guru.
Menurut sebuah penelitian ekstensif, khususnya di Amerika Serikat, yang dilakukan oleh Profesor Ken dan Rita Dunn dari Universitas St. John, di Jamaica, New York, dan para pakar Pemrograman Neuro-Linguistik seperti, Richard Bandler, John Grinder, dan Michael Grinder, telah mengidentifikasi tiga modalitas belajar dan komunikasi yang berbeda.
a.         Visual.
Belajar melalui melihat sesuatu, suka melihat gambar atau diagram,  pertunjukkan, peragaan atau menyaksikan video. Lirikan keatas bila berbicara, berbicara dengan cepat. Bagi siswa yang bergaya belajar visual, yang memegang peranan penting adalah mata / penglihatan ( visual ), dalam hal ini metode pengajaran yang digunakan guru sebaiknya lebih banyak / dititikberatkan pada peragaan / media, ajak mereka ke obyek-obyek yang berkaitan dengan pelajaran tersebut, atau dengan cara menunjukkan alat peraganya langsung pada siswa atau menggambarkannya di papan tulis. Anak yang mempunyai gaya belajar visual harus melihat bahasa tubuh dan ekspresi muka gurunya untuk mengerti materi pelajaran. Mereka cenderung untuk duduk di depan agar dapat melihat dengan jelas. Mereka berpikir menggunakan gambar-gambar di otak mereka dan belajar lebih cepat dengan menggunakan tampilan-tampilan visual, seperti diagram, buku pelajaran bergambar, dan video. Di dalam kelas, anak visual lebih suka mencatat sampai detil-detilnya untuk mendapatkan informasi.
b.        Auditori.
Belajar melalui mendengar sesuatu, suka mendengarkan kaset audio, ceramah-kuliah, diskusi, debat dan instruksi (perintah) verbal. Lirikan kekiri/kekanan mendatar bila berbicara, berbicara sedang-sedang saja. Siswa yang bertipe auditori mengandalkan kesuksesan belajarnya melalui telinga ( alat pendengarannya ), untuk itu maka guru sebaiknya harus memperhatikan siswanya hingga ke alat pendengarannya. Anak yang mempunyai gaya belajar auditori dapat belajar lebih cepat dengan menggunakan diskusi verbal dan mendengarkan apa yang guru katakan. Anak auditori dapat mencerna makna yang disampaikan melalui tone suara, pitch (tinggi rendahnya), kecepatan berbicara dan hal-hal auditori lainnya. Informasi tertulis terkadang mempunyai makna yang minim bagi anak auditori mendengarkannya. Anak-anak seperi ini biasanya dapat menghafal lebih cepat dengan membaca teks dengan keras dan mendengarkan kaset.
c.         Kinestetik.
Belajar melalui aktivitas fisik dan keterlibatan langsung, suka menangani, bergerak, menyentuh, dan merasakan, mengalami sendiri (Rose, Colin & Malcolm J. Nicholl:2002:130-131). Lirikan kebawah bila berbicara, berbicara lebih lambat. Anak yang mempunyai gaya belajar kinestetik belajar melalui bergerak, menyentuh, dan melakukan. Anak seperti ini sulit untuk duduk diam berjam-jam karena keinginan mereka untuk beraktifitas dan eksplorasi sangatlah kuat. Siswa yang bergaya belajar ini belajarnya melalui gerak dan sentuhan.





















BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Kata taksonomi diambil dari bahasa Yunani yaitu “tassein” yang berarti untuk mengklasifikasi dan “nomos” yang berarti aturan. Taksonomi dapat diartikan sebagai klasifikasi berhirarki dari sesuatu, atau prinsip yang mendasari klasifikasi. Di mana taksonomi yang lebih tinggi bersifat lebih umum dan taksonomi yang lebih rendah bersifat lebih spesifik. Semua hal yang bergerak, benda diam, tempat, dan kejadian, sampai pada kemampuan berfikir dapat diklasifikasikan menurut beberapa skema taksonomi..
Ketrampilan berpikir mengacu pada serentetan proses-proses kegiatan merakit, menggunakan, dan memperbaiki model-model simbolik internal (Gilhooly, 1982). Model-model tersebut di antaranya adalah :
 \ Wujud ciptaan yang mewakili suatu kenyataan.
 \ Kenyataan hasil membayangkan sesuatu peristiwa tertentu.
\ Model abstrak yang dilukiskan dalam pikiran dan perasaan.
Modalitas menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) adalah keterangan dalam kalimat yang menyatakan sikap pembicara terhadap hal yang dibicarakan, yakni mengenai perbuatan, keadaan, peristiwa, atau sikap terhadap lawan bicaranya. Sikap ini dapat berupa pernyataan, kemungkinan, kinginan, atau keizinan. Dalam bahasa Indonesia modalitas dinyatakan secara leksikal (Chaer, 1994: 162).


DAFTAR PUSTAKA

Nurani Yuliani sujiono. 2013. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. PT Indeks. Jakarta
http://burhanudinhadiotomotif.blogspot.com/ di unduh pada jam 15.00 tanggal 27 maret 2020



TAKSONOMI BERPIKIR

KATA PENGANTAR Alhamdulillah segala puji bagi Allah Pencipta dan Pemelihara Alam Semesta yang telah menerangi hambanya yang takwa de...